Berita  

XUAR: Cina Bantah Tudingan Pelanggaran HAM, tapi Muslim Setempat Takut Puasa Ramadhan

China XUAR Uighur Muslim Ramadan

Ngelmu.co – Pemerintah Cina, pada Selasa (20/4) kemarin, membantah tudingan pelanggaran HAM [hak asasi manusia] di wilayah XUAR [Daerah Otonomi Uighur Xinjiang].

Pemerintah Cina Membantah

Tepatnya setelah kelompok HAM, mengajukan banding, agar PBB menyelidiki kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan di sana.

“Tuduhan kerja paksa atau penahanan di wilayah barat laut adalah kebohongan dan informasi palsu yang dibuat oleh pasukan anti-Cina.”

Demikian klaim Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin, mengutip Al Arabiya, Rabu (21/4).

“Kritikus mencoba untuk merusak stabilitas serta keamanan Xinjiang, dan mengekang pembangunan Cina,” sambungnya.

Sebelumnya, pada Senin (19/4) lalu, Human Rights Watch (HRW) mengimbau Komisi HAM PBB.

Pihaknya meminta, agar laporan penahanan massal Muslim di kamp-kamp di Xinjiang, diselidiki.

HRW menduga, pemerintah Cina melakukan tindak tindakan terhadap praktik keagamaan. Begitu juga dengan tindakan lain minoritas Uighur.

Bahkan, HRW menilai pemerintah Cina telah melakukan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebagaimana yang didefinisikan oleh perjanjian–membentuk Pengadilan Kriminal Internasional.

Menurut peneliti asing, lebih dari satu juta orang telah terkurung di kamp-kamp di Xinjiang.

Otoritas menerapkan kerja paksa, serta pengendalian kelahiran yang lagi-lagi dibantah oleh Tiongkok.

Pihaknya menyatakan, tidak ada pelanggaran, karena tujuan kamp-kamp tersebut untuk pelatihan kerja, mendukung pembangunan ekonomi, dan memerangi radikalisme Islam.

Sebagai kelanjutan, pemerintah Tiongkok, menekan merek pakaian juga sepatu asing.

Langkah yang diambil untuk membalikkan keputusan berhenti menggunakan kapas dari Xinjiang, karena laporan dugaan kerja paksa.

Bahkan, Wang menuduh pembuat berita telah berperan sebagai pengeras suara kebohongan dan disinformasi.

Ia juga mengeklaim, bahwa pihaknya tidak melarang PBB, mengakses wilayah XUAR dan melakukan penyelidikan di sana.

Lebih lanjut, Wang meminta, agar pengamat asing menghormati fakta serta kebenaran yang ada, sekaligus menghentikan penyebaran informasi keliru tentang XUAR.

Penuturan Muslim di Wilayah XUAR

Dalam beberapa tahun ke belakang, aturan yang membatasi Muslim di wilayah XUAR, melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan, memang telah berkurang.

Namun, bukan berarti warga tak lagi takut untuk beribadah pun berpuasa di bulan Ramadhan.

Mereka masih begitu khawatir dengan tudingan ekstremis, juga penangkapan, jika menjalankan hal-hal tersebut.

Sudah bertahun-tahun, pembatasan agama oleh pemerintah Cina, membuat etnis Uighur dan Muslim lainnya di wilayah XUAR, menghadapi pelarangan menjalankan puasa Ramadhan.

Banyak dari mereka yang merupakan pegawai negeri, siswa, ataupun guru, tidak boleh melaksanakan ibadah selama bulan suci Ramadhan.

Bahkan, pihak berwenang membatasi akses ke masjid, di daerah tertentu, di XUAR.

Restoran juga menerima perintah untuk tetap buka.

Warga lanjut usia pun kerap dipaksa menunjukkan bahwa mereka tidak berpuasa, pun menjalankan ibadah lainnya selama Ramadhan.

Sebagai contoh untuk etnis Uighur, secara menyeluruh.

Mengutip Radio Free Asia, pada Ramadhan tahun lalu, di wilayah dengan 83 persen etnis Uighur, Kashgar, penduduk bisa menerima hukuman jika terbukti berpuasa.

Salah satu hukumannya adalah masuk ke kamp-kamp di XUAR yang sejak April 2017 lalu, telah menahan setidaknya 1,8 juta etnis minoritas Muslim.

Meskipun dalam laporan terbaru, seorang petugas kepolisian di Toqquzaq, menyatakan bahwa pembatasan puasa telah berkurang, sejak 2020.

Namun, pelarangan keras sudah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.

Pertemuan publik untuk menyampaikan apa saja yang harus mereka lakukan selama Ramadhan juga masih terjadi.

Salah satu pembahasannya adalah agar warga Muslim menjauhi ekstremisme agama.

Mereka juga diminta untuk tidak percaya dengan rumor, dan lebih meyakini partai serta pemerintah yang berkuasa di Cina.

“Tidak apa-apa jika mereka menjalankan perintah agama di tempat yang sah.”

“Di mana kegiatan keagamaan diperbolehkan, dan kami tidak pernah membatasi apa pun,” ujar aparat kepolisian tersebut.

Baca Juga: Genosida Muslim Uighur: Beda Pengakuan Cina dan Hasil Riset

Namun, terlepas dari klaim tersebut, belum nampak ada Muslim yang berpuasa di XUAR.

Mereka masih hidup dalam kekhawatiran serta ketakutan untuk menjalankan ibadah.

Seperti pengakuan seorang warga Kashgar, Yengisheher (Shule).

Ia mengakui, bahwa etnis Uighur, tidak berani berpuasa pada Ramadhan tahun ini.

Sebab, mereka khawatir akan menarik perhatian pihak berwenang.

Sebelum 2017, seluruh restoran di XUAR, tutup selama Ramadhan. Hampir 100 persen warga juga berpuasa.

Temuan itu yang membuat pemerintah Cina, menilainya sebagai ancaman besar bagi keamanan nasional.