Bawaslu Diskualifikasi Paslon PDIP yang Menangi Pilkada Bandar Lampung

Paslon PDIP Bandar Lampung Didiskualifikasi

Ngelmu.co – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, mendiskualifikasikan pemenang Pilkada Kota Bandar Lampung 2020, yakni pasangan nomor urut 3 [usungan PDIP, Gerindra, dan NasDem], Eva Dwiana-Deddy Amarullah.

Di mana sebelumnya, paslon nomor urut 2, M Yusuf Kohar-Tulus Purnomo Wibowo [usungan Partai Demokrat, PAN, PKB, Perindo, dan PPP], mengajukan tuntutan.

Bawaslu, dalam sidang majelis, Rabu (6/1) kemarin, memutuskan terjadi pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), di Pilkada tersebut.

Mengutip CNN, Ketua Majelis, Fatikhatul Khoiriyah yang juga Ketua Bawaslu Lampung, memimpin sidang putusan tersebut.

Bersama enam anggota majelis sidang lainnya, yakni Muhammad Teguh, Ade Asy’ari, Iskardo P Panggar, Tamiri Suhaimi, Hermansyah, dan Karno Ahmad Satarya.

Dalam sidang putusan sengketa Pilkada tersebut, hadir pula kuasa hukum dari kedua belah pihak.

Ahmad Handoko bersama timnya, sebagai kuasa hukum pelapor, dan Juendi Leksa Utama yang juga bersama timnya, sebagai kuasa hukum terlapor.

Paslon Eva-Deddy, di Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, terbukti melanggar TSM [menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya dalam bentuk sembako yang dikemas sebagai bantuan COVID-19 oleh Wali Kota Bandar Lampung aktif–suami dari Eva–dengan melibatkan aparatur pemerintah dan juga Ketua RT].

Di kecamatan itu juga, Eva-Deddy, memperoleh 15.554 suara.

Sementara paslon nomor 1, Rycko Menoza-Johan Sulaiman [usungan Partai Golkar dan PKS] mendapat 15.018 suara.

Sedangkan pelapor, yakni paslon nomor 2, mendapat 6.660 suara.

Berdasarkan keterangan dua saksi, majelis pemeriksa berkesimpulan, ada juga TSM pemberian sembako [dikemas dalam bentuk bantuan COVID-19] di Kecamatan Labuhan Ratu.

“Tindakan tersebut, merupakan pelanggaran administrasi TSM,” kata anggota majelis, Tamiri Suhaimi, dalam sidang putusan.

Baca Juga: Terbukti Bersalah, Ketua PDIP Paluta Masuk DPO Kasus Penggelapan

Begitu pun dengan pemberian dana transportasi untuk para kader PKK, sebesar Rp200 ribu, kepada 100 orang di setiap kelurahan.

Dana yang dibagikan aparatur pemerintah itu jelas merupakan pelanggaran administrasi pemilihan.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2020 [karena disertai pesan-pesan untuk memenangkan paslon nomor urut 3].

“Mengingat dan memutuskan serta menyatakan terlapor, terbukti secara sah melakukan pelanggaran TSM untuk memengaruhi penyelenggara Pilkada Bandar Lampung 2020 dan atau pemilih.”

Demikian kata Ketua Majelis sidang, Fatikhatul Khoiriyah, saat membacakan putusan sidang.

Maka majelis sidang, menyampaikan perintah kepada KPU Bandar Lampung.

Membatalkan putusan rapat pleno perolehan suara Pilkada Bandar Lampung 2020 paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung, nomor urut 3.

“Kami memerintahkan kepada KPU Bandar Lampung untuk membatalkan putusan pleno perolehan suara terkait penetapan terlapor sebagai paslon dalam pemilihan.”

Fatikhatul, mengatakan bahwa terlapor, dapat menyampaikan keberatan ke Bawaslu RI, paling lambat tiga hari sejak putusan dibacakan.

“Selain itu juga, terlapor dapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA), paling lama tiga hari kerja, terhitung sejak putusan KPU Kota ditetapkan,” pungkasnya.

Baca Juga: Apa Alasan Warganet Ramai-Ramai Minta #BubarkanPDIP?

Menyikapi putusan sidang tersebut, tim kuasa hukum Eva-Deddy, Yunus, pun menilai adanya diskriminasi.

Ia, menjadikan kasus di Lampung Tengah, yang mengikutsertakan pertimbangan pihak terkait, sebagai contoh.

Namun, lanjut Yunus, untuk Pilkada Kota Bandar Lampung, hal tersebut tidak dijadikan acuan sama sekali.

“Kami tidak melihat ada perlakuan setara oleh majelis. Ini keduanya saya pegang, dan di Bandar Lampung, setiap perlakukan pihak lain, dianggap kesimpulannya, calon melakukan pelanggaran,” tuturnya.

Maka pihaknya, kata Yunus, tidak akan tinggal diam dan akan tetap melakukan upaya hukum terakhir sesuai dengan aturan yang ada, menyikapi atas putusan tersebut.

“Kami akan ke DKPP [Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu] dan MA, atas putusan yang dinilai tidak adil,” tegasnya.

“Kami juga meyakini, sudah melakukan yang terbaik, dan kami juga percaya kebenaran akan mencari jalannya sendiri,” tutup Yunus.

Sementara Ahmad Handoko [kuasa hukum pelapor], mengapresiasi ketegasan majelis pemeriksa Bawaslu Lampung, atas laporan mereka.

“Kami sangat berterima kasih atas tuntutan alat bukti yang kami terima. Artinya, hukum prinsip demokrasi dan Pemilu, ditegakkan di Kota Bandar Lampung.”