Berita  

Cina juga ‘Modifikasi’ Ajaran Protestan hingga Buddha

Cina Ajaran Protestan Buddha

Ngelmu.co – Pemerintah Cina, menjadi sorotan, lantaran kembali menggaungkan rencana modifikasi ajaran agama lain dengan nilai-nilai Konghucu.

Pada akhir Juli lalu, para pejabat pemerintah dan akademisi, berkumpul di ibu kota Xinjiang, Urumqi.

Mereka tergabung dalam Institut Pusat Sosialisme Cina, bagian dari Kelompok Kerja Front Persatuan Partai Komunis.

Pada kesempatan tersebut, mereka membicarakan kelanjutan rencana sinifikasi agama yang telah disepakati sejak 2018.

Sinifikasi (sinicize) adalah proses mengubah atau memodifikasi sesuatu sesuai dengan budaya Cina.

Proses ini menyasar lima agama yang diakui di Cina, antara lain Kristen Katolik, Kristen Protestan, Islam, Buddha, dan Taoisme.

Mengutip The Diplomat, Pemimpin Partai Komunis Cina yang juga Presiden Cina Xi Jinping, memulai kampanye sinifikasi pada 2014.

Kampanye tersebut menerbitkan buku biru keamanan nasional pertama Beijing yang berisi peringatan terhadap ‘infiltrasi agama’ oleh ‘kekuatan musuh di Barat’.

“Komunitas Katolik dan Protestan di Cina, dengan ikatan teologis dan dalam beberapa kasus gerejawi dengan Barat, dipandang sangat rentan terhadap konspirasi Barat untuk membendung atau melemahkan Cina.”

Demikian pernyataan profesor Kekristenan Dunia di Duke Divinity School, Xi Lian, 30 Oktober 2019.

“Pemerintah sangat berupaya memaksa gereja-gereja untuk melemahkan hubungan mereka dengan negara-negara Barat,” sambungnya.

Pemerintah Cina, lanjut Xi Lian, berupaya mendorong agama-agama untuk melayani ‘kepentingan tertinggi’ negara.

Tujuannya, tidak lain untuk mendukung partai dan nilai-nilai partai.

Hal ini dilakukan, karena Cina, ingin Xi Jinping, menjadi satu-satunya sosok yang diagungkan di Negeri Tirai Bambu.

“Maknanya menjadi jelas, ketika Anda melihat penduduk desa disuruh mengganti poster Yesus dengan potret Xi Jinping.”

“Ini adalah kambuhnya obsesi otokratis, tidak ada dua matahari di langit, dan tidak ada dua penguasa di negeri Cina ini,” kata Xi Lian.

Akibat aturan itu juga, sejak 2018, ratusan gereja independen di seluruh Cina, ditutup.

Para pemimpin gereja dilecehkan dan dipenjara. Salib-salib dimusnahkan, dan menara-menara gereja juga dipenggal.

Baca juga:

Gereja Zion adalah salah satu gereja ternama–Protestan–yang terkena dampak.

Gereja itu ditutup dan dinyatakan ilegal pada September 2018, karena menolak permintaan pihak berwenang untuk memasang CCTV.

Washington Post juga melaporkan adanya pembakaran Alkitab di Provinsi Henan, wilayah selatan Beijing; dikenal dengan populasi Protestan yang relatif besar.

Tidak hanya itu, sejumlah video pembakaran salib di sana juga beredar luas di jagat maya.

Lebih lanjut, sinifikasi ini juga dirasa begitu nyata oleh penganut agama Buddha dan Taoisme.

Pemerintah Beijing, melarang otoritas kedua agama itu untuk membangun patung keagamaan berukuran besar atau melakukan investasi komersial.

Bahkan, pada Agustus 2018–untuk pertama kalinya dalam 1.500 tahun–Kuil Shaolin; biara Buddha Zen yang terkenal dengan biksu kung fu, mengibarkan bendera Cina.

Selain itu, para penganut Buddhisme di Tibet juga dilaporkan menjadi sasaran kampanye ‘patriotisme pendidikan ulang’, karena dianggap sebagai sumber ‘kekuatan separatis’.

Pendidikan ulang ini berupa penahanan warga di kamp-kamp, dan nantinya mereka yang ditahan akan didoktrin mengenai nilai-nilai komunis.

Mengutip Voice of America (VOA), pihak berwenang juga telah menyiksa dan mengintimidasi Buddhisme yang ditahan, agar mencapai ‘stabilitas’.

Praktik seperti ini juga bukan cuma dilakukan kepada Buddhisme, tetapi juga muslim Uighur yang mendominasi wilayah Xinjiang.

Jutaan muslim Uighur di wilayah itu ditahan, disiksa, dipaksa bekerja, hingga menjadi korban kekerasan seksual.

Bahkan, aksi represi semacam ini mulai menyebar di kalangan minoritas muslim Hui yang mendiami Provinsi Yunnan.

Pihak berwenang Cina, menangkap sejumlah muslim Hui yang memprotes perobohan kubah dan menara Masjid Najiaying pada Juni lalu.

Mengutip CNN, Masjid Najiaying merupakan salah satu masjid terakhir yang bertahan.

Tepatnya, setelah pihak berwenang menghancurkan kubah dan merobohkan menara di lebih dari seribu masjid Hui di seluruh negeri.