Berita  

Disebut Doxing Data Warga, Husin Bela Diri

Doxing Husin

Ngelmu.co – Husin Alwi Shihab adalah bekas politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang kini duduk di kursi Ketua Cyber Indonesia.

Kemarin, Rabu (13/4/2022), namanya menjadi salah satu trending di media sosial Twitter, yakni #TangkapHusinShihab.

Warganet menilai, Husin telah melakukan doxing foto dan alamat terduga pelaku pengeroyokan terhadap Ade Armando.

Mendapati hashtag tersebut, ia pun menyampaikan pembelaan.

“Semestinya, justru mereka yang bikin provokasi. Mereka yang memprovokasi netizen untuk bikin kegaduhan dengan hashtag ‘Tangkap Husin Shihab’.”

Demikian kata Husin, Rabu (13/4/2022), seperti Ngelmu kutip dari JPNN.

Persoalan doxing, menurutnya, hanya masalah pribadi dan tidak memiliki dasar hukum yang membuat pelaku bisa dilaporkan ke polisi.

“Masalah doxing itu ‘kan pribadi. Enggak ada pasalnya sampai sekarang,” tutur Husin.

Ia juga menekankan, bahwa seharusnya, pembuat dan penyebar data pertama kali yang dipersoalkan.

Husin merasa, ia hanya mengunggah ‘data’ yang telah viral terlebih dahulu.

“Saya ‘kan hanya menyebarkan saja, karena sudah viral,” klaimnya.

“Karena sifatnya pribadi, ya, orang yang merasa dirugikan [yang bisa] membuat laporan. Bukan orang-orang itu [warganet],” sambung Husin.

Sebagai informasi, Husin turut menyebarkan satu foto dari warga negara Indonesia, bernama Try Setia Budi Purwanto.

Pria itu merupakan warga Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Try Setya juga sudah menyampaikan klarifikasi pada Selasa, 12 April 2022 lalu.

“Saya juga enggak tahu ada demo besar di Jakarta, karena saya kalau enggak kerja, ya, mancing.”

“Jadi, enggak tahu urusan-urusan begitu,” jelas Try Setya.

Baca Juga:

Meski demikian, warganet tetap bertanya, mengapa Husin, bisa mendapat akses data pribadi orang lain dengan cepat.

Pasalnya, mereka menilai, Husin menyebarkan data daftar orang yang disebut sebagai pelaku penganiayaan Ade Armando, tidak lama setelah peristiwa.

Wartawan pun bertanya kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, soal doxing data terduga pelaku.

Namun, Zulpan mengaku, saat ini penyidik masih fokus mengusut kasus pengeroyokan terhadap Ade; yang masih dirawat di Rumah Sakit Siloam, Semanggi.

Maka itu pihaknya juga belum dapat memastikan, apakah penyidik bakal mengusut kasus dugaan doxing yang dilakukan oleh Husin, atau tidak.

“Ini kami masih fokus pada perkara [pengeroyokan] ini,” ujar Zulpan di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (13/4/2022), mengutip Republika.

Adapun foto terduga pelaku, tersebar masif di media sosial; sebelum polisi menetapkan tersangka pengeroyokan.

Baca Juga:

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), yakni Miftah Fadhli, pun bersuara.

Ia menilai, aksi penyebaran informasi sudah termasuk doxing, alias upaya menyebarkan informasi pribadi; seperti alamat rumah hingga nomor telepon.

Fadhli bilang, doxing kerap kali berjalan dengan motif tertentu. Salah satunya, penargetan.

Penargetan tersebut berupa penyampaian data pribadi seseorang [nomor telepon, alamat rumah, atau foto lokasi], kemudian disebarluaskan dengan informasi yang berpotensi manipulatif, untuk membangun persepsi publik.

Jelas, Fadhli tidak dapat membenarkan hal itu, walaupun alasannya adalah untuk membela Ade Armando.

“Sama sekali enggak dibenarkan, apa pun alasannya,” tegasnya pada Selasa (12/4/2022) lalu, mengutip Tirto.

“Yang membela Ade, lalu menyebarluaskan data pribadi orang di media sosial, apakah wewenang yang ia punya, sehingga melakukan itu?” sambung Fadhli.

Ia juga mengingatkan, “Bahkan aparat penegak hukum saja, enggak bisa asal memublikasikan informasi pribadi orang ke publik.”

“Apalagi orang-orang yang enggak punya kewenangan untuk melakukan penegakan hukum [penyelidikan, penyidikan],” tegas Fadhli.

Siapa pun tidak bisa melakukan aksi doxing, karena ranah penanganan penganiayaan Ade Armando, berada di wilayah kepolisian.

Kalaupun publik meyakini nama-nama yang beredar adalah pelaku penganiayaan, maka cukup melaporkannya ke aparat.

Aksi penyebaran data pribadi, kata Fadhli, justru memicu pidana baru.

Penyebar dapat dikenakan Pasal 26 dan/atau Pasal 32 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Berbeda atau kesamaan pandangan dan pilihan politik dengan Ade Armando, itu satu hal,” kata Fadhli.

“Tapi penyebaran data pribadi orang, dengan alasan apa pun, itu hal lain, dan sifatnya prinsipiel. Sama sekali enggak dibenarkan,” tegasnya lagi.

Baca Juga:

Fadhli menilai, aksi doxing membuktikan minimnya literasi digital masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan aparat.

Ia mencontohkan minimnya kesadaran aksi penegak hukum, bahwa penyebar informasi pribadi telah melakukan tindak pidana.

Aparat, justru terkesan santai. “Ini pekerjaan rumah yang besar buat pemerintah,” sebut Fadhli.

“Bagaimana meng-internalisasi-kan kesadaran digital dan perlindungan data di dua level, yaitu masyarakat dan institusi penegak hukum,” imbuhnya.

Fadhli juga menyampaikan bahwa aksi doxing, menandakan masih adanya ketidakpercayaan publik terhadap lembaga pemerintah; termasuk penegak hukum.

Sebab, aksi penyebaran tersebut berpotensi memicu penghakiman massa serta sanksi sosial, daripada penghukuman lewat jalur hukum.

Artinya, situasi itu juga menunjukkan, kepolisian harus berbenah dengan memperbaiki proses penanganan aduan, agar jauh lebih baik.

Fadhli juga menekankan, bertapa pentingnya pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Sebab, tujuannya adalah untuk mereformasi tata kelola, penguatan kesadaran dan pengawasan data pribadi, secara lebih terlembaga.

Namun, Fadhli memberikan catatan, bahwa RUU PDP, juga harus diikuti dengan reformasi sistem pidana.

Terutama penanganan perkara penyebaran informasi pribadi, yang padahal sudah memiliki UU ITE.