Ngelmu.co – Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, pada Senin (8/6), mengatakan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), berhasil mengendalikan wabah virus Corona, secara responsif, ilmiah, dan terukur.
Namun, lembaga survei Hong Kong, Deep Knowledge Group, justru menempatkan Indonesia, di posisi ke-97, pada daftar 100 negara teraman dari COVID-19:
- Swiss
- Jerman
- Israel
- Singapura
- Jepang
- Austria
- Cina
- Australia
- Selandia Baru
- Korea Selatan
- Uni Emirat Arab
- Kanada
- Hong Kong
- Norwegia
- Denmark
- Taiwan
- Saudi Arabia
- Hungaria
- Belanda
- Vietnam
- Kuwait
- Islandia
- Bahrain
- Finlandia
- Luksemburg
- Qatar
- Liechtenstein
- Polandia
- Lituania
- Malaysia
- Latvia
- Slovenia
- Oman
- Yunani
- Estonia
- Kroasia
- Turki
- Irlandia
- Georgia
- Siprus
- Chili
- Montenegro
- Republik Ceko
- Malta
- Spanyol
- Portugal
- Thailand
- Bulgaria
- Greenland
- Meksiko
- Uruguay
- Kota Vatikan
- Italia
- Serbia
- Filipina
- India
- Rumania
- Amerika Serikat
- Republik Slovakia
- Perancis
- Rusia
- Argentina
- Belarus
- Monako
- Swedia
- Ukraina
- Gibraltar
- Inggris
- Afrika Selatan
- San Marino
- Kazakhstan
- Bosnia dan Herzegovina
- Iran
- Ekuador
- Azerbaijan
- Mongolia
- Libanon
- Belgia
- Andorra
- Cayman Islands
- Armenia
- Moldova
- Myanmar
- Bangladesh
- Sri Lanka
- Mesir
- Tunisia
- Albania
- Jordan
- Panama
- Brazil
- Moroko
- Aljazair
- Honduras
- Paraguay
- Peru
- Indonesia
- Kamboja
- Laos
- Bahama
Fadjroel Sebut Jokowi Sukses Atasi COVID-19
Sebelumnya, Fadjroel mengatakan, Presiden Jokowi, berhasil mengendalikan pandemi COVID-19, secara responsif, ilmiah, dan terukur.
“Pandemi COVID-19 mengancam kesehatan dan memukul daya tahan ekonomi secara global,” paparnya secara tertulis, seperti dilansir Antara, Senin (8/6).
“Pada situasi ini, Presiden Joko Widodo, dengan kepemimpinan demokratis, bekerja keras membangun sistem responsif terhadap pandemi, demi keselamatan seluruh rakyat Indonesia,” sambung Fadjroel.
Ia mengatakan, sistem responsif yang dibangun, mampu menciptakan keamanan secara komprehensif, baik kesehatan pun perekonomian rakyat, dan kelanjutan hidup bangsa.
“Presiden membentuk sistem pengorganisasian Gugus Tugas COVID-19, yang melibatkan BNPB, seluruh kementerian/lembaga, POLRI, TNI, dan pemerintahan daerah,” jelas Fadjroel.
Baca Juga:Â Indonesia Kembali Berutang Rp3,65 Triliun dari Bank Dunia untuk Tangani Corona
Berdasarkan hasil survei lembaga Indikator, beberapa waktu lalu, 67,3 persen masyarakat menyatakan sangat puas dengan kinerja Gugus Tugas COVID-19.
Maka menurut Fadjroel, ini menunjukkan bahwa sistem responsif pandemi yang dibangun Presiden Jokowi, telah menciptakan keamanan secara terukur, baik dalam dimensi kesehatan, sosial, pun ekonomi.
“Hal ini juga terlihat dari survei Indikator yang menunjukkan 47,6 persen cukup puas, dan 8,8 persen sangat puas, terhadap pemerintah pusat, atau rata-rata mencapai 56,4 persen,” ungkapnya.
Swiss Teraman, Sudan Selatan Bahaya
Kembali ke daftar 100 negara teraman dari COVID-19, pada Jumat (5/6), Swiss, berada di peringkat pertama.
Amerika Serikat—dengan jumlah kasus infeksi tertinggi di dunia—justru menempati posisi ke-58.
Laporan tersebut, berdasarkan 130 parameter kuantitatif dan kualitatif, serta lebih dari 11.400 titik data, dalam berbagai kategori.
Di antaranya efektivitas karantina, pengawasan dan deteksi, kesiapan medis, serta efektivitas pemerintahan.
Perubahan Signifikan
Menarik, ditemukan perubahan peringkat secara signifikan, dalam beberapa bulan pandemi.
Awalnya, negara-negara yang bergerak cepat menanggapi krisis, serta memiliki persiapan penanganan ketat, menempati posisi teratas.
Tetapi kini, negara-negara dengan ketahanan ekonomi kuat, yang sukses naik ke peringkat atas.
“Swiss dan Jerman meraih posisi ke-1 dan ke-2, dalam riset kasus spesial baru ini, khususnya karena ekonomi mereka kuat,” beber penelitian itu.
“Selain itu, juga dikarenakan kehati-hatian mereka dalam melonggarkan kuncian dan memberlakukan mandat pembekuan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan,” sambung keterangan tersebut.
“Tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan masyarakat,” demikian pernyataan tegas dari penelitian tersebut.
Maka dilansir Forbes, dijelaskan jika ini hanya penilaian risiko yang dilakukan suatu organisasi.
Di mana risiko di berbagai wilayah, dalam suatu negara, dipastikan berbeda-beda.
Contoh, jika bulan lalu, New York merupakan pusat penularan COVID-19 di AS, dan negara bagian Montana, dinilai jauh lebih aman.
Kini, wilayah dengan risiko tertinggi berdasarkan riset tersebut, justru berada di kawasan Afrika Sub-Sahara, Amerika Selatan, beberapa negara Timur Tengah, dan Asia Pasifik.