Berita  

Genosida Muslim Uighur: Beda Pengakuan Cina dan Hasil Riset

China committing genocide against Uighurs

Ngelmu.co – Terpampang jelas perbedaan antara hasil riset puluhan pakar internasional dengan pengakuan Pemerintah Cina, atas perlakuan mereka terhadap Muslim Uighur, di Xinjiang.

Genosida Muslim Uighur

Pemerintah Beijing, membantah telah melanggar berbagai tindakan yang dilarang oleh Konvensi Genosida PBB.

Namun, tidak demikian dengan hasil riset.

Maka wajar, jika pada Selasa (9/3) kemarin, para pakar mengungkap kasus ini.

Mereka membuat laporan bertajuk, ‘The Uyghur Genocide: An Examination of China Breaches of The 1948 Genocide Convention’.

Newlines Institute for Strategy and Policy yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) adalah pihak yang menawarkan analisis independennya.

Berkaitan dengan tanggung jawab hukum apa yang dapat diberikan kepada Cina, atas tindakan mereka terhadap Muslim Uighur di Xinjiang [barat laut].

Penyusunan laporan tersebut berdasarkan tinjauan ekstensif, atas bukti yang ada, serta penerapan hukum internasional terhadap fakta di lapangan.

Apakah Cina Bertanggung Jawab?

Para ahli mengkaji, apakah Cina, memikul tanggung jawab negara atas pelanggaran Pasal II Konvensi Genosida?

“Setelah penerapan ketentuan Konvensi Genosida, dengan kumpulan bukti yang ada, jelas, dan meyakinkan, laporan ini menyimpulkan, bahwa Cina bertanggung jawab atas pelanggaran setiap ketentuan Pasal II [Genosida] Konvensi.”

Demikian keterangan Newlines Institute dalam laporannya, mengutip Anadolu Agency.

Baca Juga: Terungkap, Cina Bangun 260 Kamp [Diam-Diam] untuk Tahan Etnis Uighur

Adapun definisi genosida dalam Pasal Konvensi tersebut adalah:

“Ketika salah satu tindakan yang disebutkan, dilakukan dengan maksud yang diperlukan untuk menghancurkan kelompok yang dilindungi seperti itu, secara keseluruhan atau sebagian.”

Pengukurannya pun menerapkan standar objektif.

Termasuk pernyataan resmi, kebijakan, rencana umum, pola perilaku, dan tindakan merusak berulang yang memiliki urutan logis.

‘Perang Rakyat Melawan Teror’

Laporan tersebut juga mengatakan bahwa Presiden Xi Jinping, meluncurkan ‘Perang Rakyat Melawan Teror’, di wilayah terkait.

Sekaligus menjadikan daerah-daerah terkonsentrasi Uighur, sebagai garis depan.

Dengan alasan, bahwa ekstremisme telah mengakar di tengah-tengah etnis Uighur.

Berikut penjabaran lebih lanjut sebagaimana tertulis dalam laporan tersebut:

Penjaga kamp, dilaporkan mengikuti perintah untuk menegakkan sistem yang berlaku.

Sampai Kazakh, Uighur, dan Muslim lainnya, akan menghilang… hingga semua Muslim akan punah.

Pejabat tingkat tinggi memberi perintah untuk mengumpulkan semua orang yang harus ditangkap.

Mereka juga memberi perintah untuk memusnahkan sepenuhnya, sekaligus menghancurkan akar dan cabangnya.

Begitu pun dengan garis keturunan Uighur, hancurkan.

Hancurkan akar, putus koneksi dan asal mereka.

Sikap Pejabat Cina

Laporan itu juga menyebut bahwa pejabat Cina, menyamakan kampanye penahanan massal dengan memberantas tumor.

Bahkan, mereka menilainya seperti mencabut rumput liar yang tersembunyi di antara tanaman.

Langkah yang membutuhkan penyemprotan bahan kimia untuk menghabisi nyawa para ‘tahanan’.

Perlakuan Cina pada Etnis Uighur

Banyak pihak menuding Tiongkok, menahan etnis Uighur di dalam kamp, dan melakukan sterilisasi paksa terhadap tahanan wanita.

Kelompok HAM [hak asasi manusia] termasuk Amnesty International dan HRW [Human Rights Watch], juga menyebut Cina, telah menindas jutaan warga Uighur [yang sebagian besarnya Muslim].

Menurut Kongres Uighur Dunia, tidak sedikit warga Uighur [sekitar 1 hingga 1,6 juta jiwa] yang meninggalkan Cina, dan memilih mengamankan diri ke luar negeri.

Namun, Cina masih terus membantahnya, dengan mengeklaim bahwa mereka hanya melakukan ‘pendidikan ulang’ terhadap etnis Uighur.

“Etnis Uighur menderita luka fisik dan mental serius, akibat penyiksaan dan perlakuan kejam.”

“Termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi, serta penghinaan publik oleh para petugas kamp.”

Melanggar Setiap Tindakan

Mengutip Arab News, Rabu (10/3), lebih dari 30 ahli [baik hukum internasional hingga kebijakan etnis Cina], telah memeriksa bukti perlakuan Beijing terhadap Uighur, dan mengadakan Konvensi Genosida.

Konvesi tersebut, pada Desember 1948 silam, juga telah disetujui oleh Sidang Umum PBB.

Di mana Cina merupakan satu dari 151 negara yang menandatanganinya.

Artinya, mereka paham bahwa meskipun hanya melanggar sebagian dari konvensi, tindakan tetap termasuk genosida.

Namun, berdasarkan laporan, pihak berwenang Cina tetap melanggar ‘setiap tindakan’ yang dilarang.

Seperti memerintahkan buruh dari etnis Uighur di Xinjiang untuk memetik kapas, melalui program paksa negara.

Di tiga wilayah mayoritas Uighur saja, sudah 517 ribu orang yang dipaksa memetik kapas.

Bantahan Cina

Tetapi lagi-lagi, Cina membantah keras tuduhan kerja paksa yang melibatkan etnis Uighur di Xinjiang.

Mereka menyebut hal itu sebagai program pelatihan, skema kerja, dan pendidikan [guna memberantas ekstremisme].

Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi adalah orang yang menyampaikan bantahan ini, pada Ahad (7/3) lalu.

Ia bahkan menganggap, tudingan tersebut sangat tidak masuk akal.

Wang mengatakan, politisi Barat lebih percaya dengan kebohongan tentang apa yang terjadi di Xinjiang.

Ia juga mengeklaim, negaranya membuka pintu bagi siapa saja yang ingin datang ke kamp Uighur.

“Apa yang disebut ‘genosida’ di Xinjiang, sangat tidak masuk akal.”

“Itu adalah rumor dengan motif tersembunyi dan kebohongan total.”

“Ketika berbicara tentang ‘genosida’, kebanyakan orang berpikir tentang penduduk asli Amerika Utara di abad ke-16.”

“Budak Afrika di abad ke-19, Yahudi di abad ke-20, dan penduduk asli Australia yang masih bertempur hingga hari ini.”

Demikian penjelasan Wang. Lebih lanjut, ia juga meminta AS, menghapus pembatasan tak masuk akal bagi negaranya [dan justru bicara soal tujuan meningkatkan kerja sama antar negara].