Gunungan Utang RI dari Zaman Soeharto hingga Jokowi

Ngelmu.co – Utang negara merupakan kebijakan pemerintah karena terbatasnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN dibandingkan target dari capaian pembangunan nasional. Pemerintah menutup defisit tersebut dengan sejumlah kebijakan pinjaman atau utang.

Diliput dari Viva, sejak pemerintahan Presiden Soeharto hingga Jokowi, tambal sulam APBN dengan utang luar negeri terus dilakukan guna menjaga target pembangunan nasional tercapai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa jumlah utang RI saat ini memang secara nominal meningkat dari tahun ke tahun. Namun hal itu tentu harus dilihat secara keseluruhan karena utang digunakan untuk mengejar tujuan APBN. Upaya tersebut diakui pemerintah terus dijaga kesehatannya sehingga APBN tetap prudent.

Sri Mulyani mengklaim bahwa utang RI saat ini jika dibandingkan dengan sejumlah negara maju di dunia secara nominal sangat kecil. Bahkan, seperti Jepang dan AS saja utang RI justru kecil sekali dan secara GDP terus menurun.

“Jadi APBN dan utang itu instrumen bukan tujuan. Dan jika ada yang bilang nominal utang semakin tinggi, kita tidak menuju ke sana. Sebab, UU kita tidak bolehkan utang lebih dari 60 persen PDB,” kata Sri Mulyani.

Dari data yang berhasil dihimpun Viva, sejak krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 Presiden Soeharto meninggalkan utang pemerintah sebesar Rp551 triliun atau setara US$68,7 miliar. Utang berlanjut di pemerintahan Presiden BJ Habibie pada akhir 1999 dengan outstanding mencapai Rp938,8 triliun atau setara US$132,2 miliar. Kemudian, Presiden Gus Dur pada akhir 2001 naik menjadi Rp1.232,8 triliun.

Sementara, pada era Presiden Megawati utang yang ditinggalkan pada 2004 mencapai Rp1.298 triliun atau setara US$139,7 miliar. Selanjutnya pada era SBY selesai pada 2014 utang ditinggalkan sebesar Rp2.608,8 triliun.