Hampir Capai Rp 14.200/US$, Rupiah Terlemah Sejak Oktober 2015

Ngelmu.co, JAKARTA – Nilai tukar rupiah masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan ini. Dolar AS kini menguji level baru yaitu Rp 14.200, terkuat sejak Oktober 2015. 

Dikutip CNBC Indonesia, pada perdagangan Senin (21/5/2018) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.175. Rupiah melemah 0.18% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Tinggal 25 poin lagi maka dolar AS akan menembus Rp 14.200. Rupiah pun bergerak ke posisi terlemahnya sejak Oktober 2015. 

Senada dengan rupiah, mata uang regional pun cenderung melemah. Bahkan rupiah masih cukup beruntung karena mata uang lain mengalami depresiasi yang lebih dalam. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS: 

Mata Uang Bid Terakhir Perubahan (%)
Yen Jepang 110.98 -0,22
Yuan China 6,38 0,00
Won Korsel 1.082,20 -0,15
Dolar Taiwan 29,92 +0,03
Rupee India 67,98 -0,33
Dolar Singapura 1,34 -0,04
Ringgit Malaysia 3,97 -0,08
Peso Filipina 52,35 -0,13
Baht Thailand 32,15 +0,21

 
Greenback memang masih melanjutkan keperkasaannya. Dollar Index, yang mengukur posisi dolar AS terhadap 6 mata uang utama, saat ini menguat 0,14%. 

Penguatan greenback kali ini disebabkan oleh meredanya tensi perang dagang AS-China. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menyatakan bahwa perang dagang untuk sementara dihentikan dan kedua negara sepakat untuk tidak mengumbar ancaman selagi proses negosiasi berlangsung. 

“Kami menahan diri untuk tidak melakukan perang dagang. Saat ini, kami sepakat untuk tidak lagi saling menaikkan tarif selagi pembahasan kerangka kerja yang lebih substansial,” ungkap Mnuchin, seperti dikutip dari Reuters. 

Perkembangan ini sedikit melegakan pasar, sehingga risk appetite pun kembali. Investor pun kembali memburu aset-aset berisiko, termasuk dolar AS.  

Selain itu, penguatan dolar AS juga disebabkan oleh depresiasi euro akibat kekhawatiran atas kondisi di Italia. Koalisi pemerintahan Negeri Pizza sepakat untuk menggenjot belanja negara, sesuatu yang membawa ingatan pelaku pasar kepada trauma krisis fiskal 2010. Kala itu, Italia (dan beberapa negara lain seperti Portugal, Irlandia, Yunani, dan Spanyol) didera krisis anggaran karena terlalu banyak utang jatuh tempo akibat belanja negara terlampau jor-joran. 

Dari dalam negeri, belum ada sentimen yang bisa menopang rupiah. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 days reverse repo rate belum cukup ampuh untuk menahan depresiasi rupiah.

Kenaikan suku bunga acuan belum bisa membuat Indonesia lebih menarik di mata investor. Pada pukul 09:30 WIB, investor asing membukukan jual bersih Rp 214,8 miliar. Sepertinya lagi-lagi sentimen eksternal lebih dominan dan mampu menutup dampak dari kenaikan suku bunga acuan.