Harvey Moeis, Suami Sandra Dewi, Tersangka ke-16 Kasus Korupsi Komoditas Timah

Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Ngelmu.co – Suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, ditetapkan sebagai tersangka ke-16 dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Harvey Moeis disebut sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Adapun 15 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum Harvey Moeis adalah:

  1. Tamron alias Aon selaku Beneficial Ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM)
  2. Toni Tamsil alias Akhi kakak Aon (tersangka kasus perintangan penyidikan perkara)
  3. Kwang Yung alias Buyung selaku mantan Komisaris CV Venus Inti Perkasa (VIP)
  4. Achmad Albani selaku Manajer Operasional Tambang CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM)
  5. Suwito Gunawan selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa
  6. MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa
  7. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk (2016-2021)
  8. Hasan Tjhie selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (VIP)
  9. Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk Tahun (2017-2018)
  10. Robert Indarto selaku Dirut PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS)
  11. Rosalina selaku GM PT Tinindo Inter Nusa
  12. Suparta selaku Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT)
  13. Reza Ardiansyah selaku Direktur Business Development PT Refined Bangka Tin (RBT)
  14. Alwin Albar selaku mantan Direktur Ops (2017, 2018, 2021) dan Direktur Pengembangan Usaha (2019-2020) PT Timah Tbk
  15. Helena Lim selaku manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE)

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka pada Rabu (27/3/2024).

Langsung ditahan

Di Gedung Kartika Jampidmil Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024), Harvey keluar mengenakan rompi tahanan berwarna merah jambu (pink).

Ia tampak memakai masker putih.

Dikawal oleh petugas keamanan Kejagung, Harvey kemudian langsung digiring ke mobil tahanan.

Setelah ia dibawa oleh mobil tahanan, pihak Kejagung, menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka yang bersangkutan.

Kejagung mengatakan, Harvey langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

“Untuk kepentingan penyidikan, yang bersangkutan dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari ke depan.”

Demikian pernyataan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi, Rabu (27/3/2024) malam.

Kasus yang menjerat

Kasus yang menjerat Harvey sebagai tersangka, sama dengan kasus yang menjerat ‘crazy rich’ Helena Lim.

Harvey diduga terlibat kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk (2015-2022).

“Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, tim penyidik memandang, telah cukup alat bukti.”

“Sehingga yang bersangkutan, kita tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM, selaku perpanjangan tangan dari PT RBT.”

Tersangka ke-16

Kuntadi mengatakan, Harvey yang merupakan tersangka ke-16 ini pernah menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

“Adapun kasus posisi pada perkara ini, bahwa sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah, yaitu saudara MRPT atau saudara RZ.”

“Dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah, yang bersangkutan dalam kapasitas mewakili PT RBT. Namun, bukan sebagai pengurus PT RBT.”

Setelah komunikasi tersebut, Harvey melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Hasil pertemuan itu disepakati kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dibalut dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.

“Yang selanjutnya, tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud.”

Lalu, Harvey meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan itu, kata Kuntadi, kemudian diserahkan kepada Harvey, seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena Lim.

Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kaitan Harvey dengan Helena

Kejagung menyebut Harvey, menerima uang dari perusahaan swasta yang terlibat pengakomodiran kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Uang dari perusahaan-perusahaan swasta itu diterima Harvey, melalui PT QSE.

Pihak dari PT QSE yang memfasilitasi aliran dana tersebut adalah Helena Lim selaku manajer.

Kejagung menyebut, Harvey memberi instruksi agar perusahaan-perusahaan pemilik smelter, menyisihkan keuntungan dari penjualan bijih timah yang dibeli PT Timah Tbk.

Dana yang terkumpul, kemudian dinikmati Harvey dan para tersangka lainnya.

“Tersangka HM, menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri, maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.”

“Dengan dalih dana corporate social responsibility (CSR) kepada tersangka HM, melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN.”

Baca juga:

Duduk Perkara

Awalnya, pada 2018, tersangka Alwin Albar, bersama tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan tersangka Emil Ermindra, menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya.

Hal itu diakibatkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk.

Atas kondisi tersebut, Alwin, Riza, dan Emil yang seharusnya menindak kompetitor, justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama.

Mereka menawarkan pemilik smelter membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk, tanpa melalui kajian terlebih dahulu.

Guna melancarkan aksinya untuk mengakomodasi penambangan ilegal tersebut, tersangka Alwin, Riza, dan Emil, menyetujui untuk membuat perjanjian.

Seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.

Adapun pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 jo UU RI 31/1999 tentang Perubahan atas UU RI 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.