Berita  

Indonesia Buka Calling Visa untuk Israel, KPIQP: Kebijakan Ini Melukai Palestina

Indonesia Calling Visa Israel

Ngelmu.co – Sejak Senin (23/11) lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI, telah membuka kembali layanan calling visa bagi delapan negara, salah satunya adalah Israel. Kebijakan ini menyita perhatian dari berbagai pihak.

Salah satunya Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al-Quds dan Palestina (KPIQP), yang menyayangkan keputusan tersebut, karena dinilai melukai Palestina.

“Saya menyayangkan kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka calling visa untuk warga Israel,” tegas Ketua KPIQP, Nurjanah Hulwani.

“Kebijakan ini tentunya melukai bangsa Palestina yang sedang berjuang, mengambil haknya untuk merdeka,” sambungnya.

“Bagaimanapun, Indonesia, berutang kepada bangsa Palestina, yang telah mengakui kemerdekaan Indonesia, setelah Mesir,” lanjutnya lagi.

“Cara yang paling sederhana membalas kebaikan bangsa Palestina adalah mencabut kembali kebijakan, untuk tidak membuka calling visa bagi Israel,” harap Nurjanah.

Menurut Kemenkum HAM, pemberian calling visa terhadap Israel, telah berlangsung sejak 2012 lalu, berdasarkan Permenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012.

Kemenkum HAM, juga mengatakan upaya pemberian calling visa adalah untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur.

“Baru kemudian untuk tujuan investasi, bisnis, dan bekerja,” akuan Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama Kemenkum HAM, Heni Susila Wardoyo, mengutip IDN Times, Senin (30/11).

Pihaknya juga menjelaskan, salah satu yang membedakan pengajuan visa biasa dengan calling visa adalah sebelum keluarnya akses masuk, harus melalui proses rapat [tim clearing house].

Tim penilai tersebut terdiri dari Kemenkumham, Kemendagri, Kemenlu, Kemenaker, Polri, Kejaksaan Agung, BIN, Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional.

“Tim akan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa,” kata Heni.

“Jadi pemberian visa kepada warga negara dari subjek calling visa sangat teliti dan ketat, serta sangat mungkin untuk dilakukan penolakan,” imbuhnya.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia Buka Calling Visa untuk 8 Negara, Israel Salah Satunya

Tetapi KPIQP, tetap mengkritik Kemenkum HAM, meski telah menolak tudingan upaya ini bagian dari upaya normalisasi.

KPIQP, berpendapat bahwa tidak dapat dipungkiri, pengaktifan calling visa adalah bagian dari soft diplomasi menuju normalisasi hubungan politik dengan Israel.

“Apalagi mengingat, bahwa Indonesia, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga kebijakan ini hanya akan menjadi celah bagi tercapainya goal akhir, normalisasi hubungan.”

KPIQP, juga menilai kebijakan ini bertentangan dengan dukungan terbuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Palestina.

Pada Sidang Majelis Umum (SMU) ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jokowi, secara khusus, mengatakan Indonesia, telah menegaskan komitmennya sebagai pihak yang memainkan peran dari solusi perdamaian.

“No one, no country should be left behind,” demikian janji Jokowi.

“Apalagi mengingat bahwa hanya negara Palestina, satu-satunya negara peserta Konferensi Bandung, yang belum mengecap kemerdekaannya,” kata pihak KPIQP.

Di akhir, pihaknya mengatakan, aktivasi kebijakan calling visa, tidak hanya mencederai komitmen Indonesia terhadap Palestina.

Namun, juga mencederai amanah pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Di mana isinya menegaskan penolakan segala bentuk penjajahan.

“Ini juga bertentangan dengan pesan founding father Indonesia, Soekarno, yang mengamanatkan untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina, hingga merdeka.”

“Maka atas dasar hal tersebut, KPIQP, menyerukan agar Presiden Jokowi, menonaktifkan kembali kebijakan [calling visa terhadap Israel] ini.”