Ngelmu.co – Ratusan anak dengan rentang usia 11-15 tahun, harus menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua, Jawa Barat, akibat kecanduan gawai.
RSJ Cisarua mencatat, dalam rentang Januari-Februari 2021 saja, bertambah 14 anak yang menjalani rawat jalan karena kecanduan gawai.
Jika mundur ke belakang, mengutip Republika dan Detik, sejak Januari hingga Desember 2020, tercatat total 98 anak menjalani rawat jalan karena permasalahan yang sama.
“Januari dan Februari ini, ada 14 orang yang sedang menjalani rawat jalan,” kata Direktur Utama RSJ Cisarua Elly Marliyani, Selasa (16/3) kemarin.
“Mereka murni gangguan adiksi gawai. Jadi, yang dominan itu kecanduan internet, di antaranya adiksi games,” imbuhnya.
Rata-rata setiap bulannya, ada sekitar 11-12 anak [antara mengalami gangguan jiwa, kemudian mengalami adiksi gim, atau adiksi gim lebih dahulu, sebelum akhirnya mengalami gangguan kejiwaan].
Mayoritas orang tua, membawa anak mereka untuk mendapat perawatan, karena sang buah hati mudah emosi. Terlebih jika dilarang menggunakan gawai.
“Ketika dilarang, langsung ekspresi emosinya sangat tinggi,” tutur Sub Spesialis Psikiater Anak dan Remaja RSJ Cisarua Lina Budiyanti.
“Bisa melempar barang, bahkan, bisa mengancam dengan senjata tajam, kalau tidak dituruti permintaannya, seperti ponsel dan kuota,” jelasnya.
Lina, juga mengungkap faktor pandemi COVID-19 yang turut memengaruhi anak-anak menjadi kecanduan gawai.
Pasalnya, sejak muncul kebijakan sekolah secara daring, anak-anak menjadi lebih sering menggunakan ponsel.
“Sebagian yang datang ke kami, diperberat dengan kondisi ini, pandemi COVID-19. Jadi, pandemi, mereka tidak ke mana-mana,” kata Lina.
“Orang tua, awalnya memberikan kelonggaran, karena berpikir kalau enggak main gim, mau ngapain,” sambungnya.
“Awalnya dari situ, tapi lama-lama, pemakaian enggak terkendali. Akhirnya, jadi adiksi,” lanjutnya lagi.
Kata Wagub Jabar
Mengaku prihatin, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum pun mengigatkan, agar orang tua membatasi akses gawai pada anak-anak, secara ketat.
“Memang dampak handphone ini sangat luar biasa,” ujarnya, saat mengunjungi pasien anak kecanduan gawai di RSJ Cisarua, Selasa (16/3) kemarin.
“Banyak anak-anak yang ketergantungan, kecanduan handphone,” sambung Uu.
Baca Juga:Â Pesan untuk Para Orang Tua Menyikapi Ratusan Anak Kecanduan Gawai
Awalnya, sebagian anak tersebut mengalami stres, mengurung diri, dan tidak punya teman.
Lalu, ketika menggunakan gawai, mereka langsung kecanduan. Bahkan, sampai melakukan tindakan kekerasan.
Anak-anak itu juga menjadi emosional, jika dipisahkan dengan gawainya.
Tidak sedikit juga di mereka yang mengalami kekurangan gizi atau penyakit lain, karena kesehatannya pun terganggu.
“Bisa juga karena mereka punya komorbid, penyebab lainnya,” kata Uu.
“Kemudian pegang handphone, dan akhirnya kelamaan pegang handphone, mereka stres, dan tidak suka kalau mereka dilepaskan dari handphone-nya,” imbuhnya.
Rencana Pemprov Jabar
Pemprov Jawa Barat pun berencana menggelar pertemuan dengan ormas perempuan, guna membahas hal ini.
Di antaranya Muslimat NU, Persistri, Aisyiyah, Kader Posyandu, Majelis Taklim, PKK, dan PAUD.
Pertemuan tersebut, khusus membahas soal penyelesaian masalah anak-anak serta keluarga, terkait kecanduan gawai.
“Sehingga, masyarakat tidak membiarkan anak terlalu lama dengan handphone, dengan alasan orang tua sibuk dan orang tua pusing, atau tidak mau anak rewel,” ujar Uu.
“Lebih dari enam jam per hari, main handphone ini berbahaya,” tegasnya.
Program Setangkai
Pemprov Jabar juga akan segera menjalankan program Setangkai (Sekolah Tanpa Gangguan Kendali Gawai).
Caranya, melalui media daring yang dapat diakses oleh para orang tua di Jawa Barat.
Sekolah daring itu, nantinya akan diisi para narasumber dan pakar kejiwaan.
“Ada Setangkai, ini akan segera kami sosialisasikan kepada masyarakat,” jelas Uu.
“Kami akan mengundang minimal, mungkin, dengan zoom meeting. Sekitar seribu orang yang mengurusi tentang anak-anak,” lanjutnya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DP3AKB [Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana] Jabar Ema Kusuma juga mengaku, pihaknya sedang memantapkan konsep sekolah literasi kepada guru, orang tua, dan anak-anak tersebut.
“Mudah-mudahan, akhir bulan ini sudah ada konsepnya,” tuturnya.
“Tujuannya, jadi memang kita akan memberikan literasi dan edukasi kepada orang tua, anak, dan guru, untuk penggunaan gawai secara aman dan bijak,” jelas Ema.
‘Meluncur’ di Bulan Mei 2021
Program Setangkai akan diluncurkan pada Mei 2021 mendatang, sebagai langkah awal.
“Jadi, mudah-mudahan, akhir bulan sudah ada konsep,” harap Ema.
“Setangkai ini program unggulan Gubernur Jabar yang ada di DP3AKB. Kami, rencananya akan melakukan launching sekitar bulan Mei 2021,” sambungnya.
Sudah Terjadi Sejak 2019
Pada 2019 lalu, RSJ di Jabar, merawat ratusan anak yang mengalami gangguan jiwa, akibat kecanduan gawai.
Hasil pemeriksaan tim medis menyatakan, anak-anak mengalami masalah kejiwaan karena penggunaan gawai yang berlebihan.
Rata-rata pasien kecanduan, mulai dari game online, browsing internet, dan penggunaan sejumlah aplikasi lain.
Praktisi Psikologi Anak dan Remaja Anrio Marfizal, pun menilai, “Kasus ini adalah tamparan untuk semua keluarga di Indonesia.”
Demikian ujarnya, Sabtu, 19 Oktober 2019 lalu, mengutip Okezone.
Menurut Rio, kasus ini berangkat dari salahnya pola asuh orang tua terhadap anak.
Mayoritas dari mereka justru sibuk bekerja, dan membiarkan anak asyik bermain gawai.
“Ini adalah tanda, bahwa ayah, harus segera pulang ke rumah. Ibu, harus segera pulang ke rumah,” imbau Alumni Fakultas Psikologi UIN Jakarta itu.
Pasalnya, yang dibutuhkan anak-anak adalah bermain, tetapi ketika mereka ingin bermain, tidak ada sosok yang menemani.
“Orang tua cuma bisa membatasi gadget, tapi enggak bisa ngasih subsitusinya apa,” kritik Rio.
“Sedangkan, dunia anak memang dunia bermain. Mereka bermain, dan mereka enggak punya pilihan. Mau apalagi?” lanjutnya bertanya.
Pada kesempatan itu, Rio tetap tak menampik, bahwa gawai juga bermanfaat untuk anak.
Dengan catatan, si anak tidak menggunakannya sampai kecanduan. Maka itu, kontrol orang tua sangat diperlukan.