Berita  

Kerumunan Jokowi di Maumere: Apa Kata Mereka?

Kerumunan Jokowi Maumere NTT

Ngelmu.co – Berbagai pihak, masih mengomentari peristiwa kerumunan yang terjadi saat kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Maumere, NTT [Nusa Tenggara Timur], Selasa (23/2) lalu.

Ada yang membela, karena merasa kerumunan tersebut bukan kesalahan Jokowi. Namun, ada pula yang mengkritik.

IAKMI

Pengurus Pusat IKAMI [Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia] Hermawan Saputra, misalnya.

Ia menilai, insiden tersebut kurang tepat untuk menjadi teladan nasional.

“Ini contoh kurang pas, karena situasi pandemi COVID-19, harusnya membatasi mobilitas,” kata Hermawan, mengutip CNN, Rabu (24/2) kemarin.

“Tapi begitu ada mobilitas presiden, dan akhirnya ada kerumunan, ini preseden yang kurang tepat untuk teladan nasional,” imbuhnya.

Kerumunan di tengah pandemi, lanjut Hermawan, sangat berisiko menularkan virus Corona.

Termasuk pada kerumunan yang terjadi saat kunjungan kerja Jokowi ini.

Hermawan juga meyakini, aktivitas Jokowi di tengah pandemi, memang tidak terjadi secara kebetulan.

Pasalnya, kunjungan presiden ke daerah, pasti terstruktur dan rencananya tercatat dengan baik.

Tetapi kata Hermawan, “Kerumunan di kala pandemi Covid kali ini, kita gak bisa membedakan kerumunan, ya.”

“Apa pun penyebab, apa pun sumber yang mengakibatkan kerumunan itu, tetap saja namanya kerumunan,” tegasnya.

Hermawan juga menyayangkan, protokoler presiden serta pemerintah daerah yang tidak sigap.

Setidaknya untuk meminimalisir kerumunan warga.

Menurutnya, protokoler presiden dan pemerintah daerah, seharusnya dapat mengantisipasi peristiwa tersebut.

“Ini bukan persoalan menyalahkan presiden, tapi protokolnya, termasuk Pemda, seharusnya bisa mengantisipasi,” kata Hermawan.

“Bahwa, masyarakat pasti akan ramai kalau ada presiden,” jelasnya.

Lebih lanjut ketika ditanya soal penegakan hukum bagi pihak-pihak yang memantik kerumunan, Hermawan enggan berkomentar.

Ia, menyerahkan urusan itu kepada penegak hukum–berdasarkan aturan yang berlaku [di daerah tersebut].

Partai Demokrat Nilai ‘Kecolongan’

Wasekjen Partai Demokrat Irwan, menyebut peristiwa ini adalah ‘kecolongan’ yang berujung pada pelanggaran protokol kesehatan (prokes).

“Tentu ini sebuah kecolongan dan bentuk kecerobohan berat Istana, ya, dalam kunjungan presiden di tengah pandemi COVID-19.”

Demikian kata Irwan, mengutip Kumparan, Rabu (24/2) kemarin.

Ia, juga menilai peristiwa tersebut sebagai blunder parah dari pemerintah.

Sebab, pihak yang membuat berbagai ketentuan terkait prokes adalah pemerintah.

“Peristiwa kerumunan di NTT ini, saya pikir blunder terparah dari Istana,” ujar Irwan.

“Karena ini sudah pada contoh, bagaimana pelanggaran pelaksanaan protokol COVID-19, yang mana aturannya dibuat sendiri oleh pemerintah,” sambungnya.

Irwan pun mengingatkan, bahwa masyarakat, butuh teladan dari pemerintah, mengenai regulasi [kebijakan] penanganan COVID-19.

“Mereka butuh semangat menjalani protokol kesehatan yang entah sampai kapan berakhir ini,” tuturnya.

“Namun, jika dari Istana pun tidak bisa beri contoh dan teladan, ya, tentu tidak akan berhasil penanganan ini,” lanjut Irwan.

Tetapi dalam kasus ini, ia juga menyadari, Jokowi mungkin tidak mengetahui adanya pelanggaran tersebut.

Meski demikian, Irwan menilai, harus ada pihak yang bertanggung jawab penuh atas kerumunan di Maumere ini.

“Tidak perlu banyak dalih dan lain-lain, tapi harus ada yang bertanggung jawab terkait pelanggaran protokol COVID-19 saat kunjungan presiden ini,” tegasnya.

“Saya sangat yakin, presiden tidak tahu-menahu dengan kejadian ini,” sambungnya.

“Perkiraan saya, kemungkinan presiden sudah tegur keras pembantunya,” tutup Irwan.

Sesal PKS

Wasekjen Komunikasi Publik DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari juga berkomentar.

Ia menilai, Jokowi tidak bisa memberi contoh, dan menjaga prokes dengan baik dalam peristiwa ini.

Fathul menanyakan, bagaimana jika presiden dan aparat negara tidak bisa mencontohkan penerapan prokes yang baik.

“Maka apa artinya segala upaya penanganan yang menghamburkan dana masyarakat, serta memakan banyak korban jiwa?” ujarnya, Rabu (24/2).

Fathul juga menyampaikan, dengan adanya kejadian ini, penegakkan hukum terkait prokes menjadi terasa kurang adil.

Ia, juga menyoroti kata spontanitas yang digunakan pihak Istana Kepresidenan saat memberikan penjelasan.

“Apakah harus seperti itu spontanitas seorang presiden dari sebuah negara dengan tingkat positivity rate COVID-19 yang sangat tinggi?” tanya Fathul.

“Padahal, standar WHO, idealnya positivity rate berada di bawah lima persen,” imbuhnya.

Fathul juga mengingatkan, tidak ada alasan apa pun untuk tidak menjaga penerapan prokes.

Apalagi bagi seorang presiden dan para jajarannya.

“Yang dilakukan presiden, malah sengaja berhenti dan membagikan suvenir, sehingga membuat kerumunan,” kata Fathul.

“Lalu, berdalih masalah itu selesai dengan alasan spontanitas,” sambungnya menyesali poin tersebut.

Publik

Ustaz Haikal Hassan (Babe Haikal) juga ikut mengomentari hal ini.

Ia mengunggah sebuah video di akun Twitter pribadinya, @haikal_hassan, yang membahas soal kerumunan.

Bukan hanya Babe Haikal yang mengulas soal kerumunan, publik juga merespons pernyataan IAKMI di awal tulisan ini.

“Teladan itu adalah cabang dari akhlak. Jika akhlak bermasalah, maka tidak bisa dijadikan teladan,” kata akun Twitter, @leonidz78.

“Semua kembali kepada penilaian masing-masing. Pendapat rakyat, bagi saya, itu bukan mencerminkan leader yang baik. Mestinya memberikan tauladan,” saut @dede_hid4y4t.

“Pak @jokowi, maaf saya kritik. Bapak ga memberi contoh yang baik, Bapak ga menjadi teladan dalam menerapkan prokes,” tulis @Derryrahadian.

“Di saat semua industri harus menghindari kerumunan dan prokes ketat, Bapak malah membuat kerumunan. Spontan atau tak disengaja, tetap saja kehadiran Bapak, pasti jadi magnet,” sambungnya.

“Kesalahan terbesar dia terletak pada ‘lempar souvenir’,” cuit @BiliKusuma.

Sementara akun @NovrikoSulistio, mengunggah dua potret kerumunan–sebagai perbandingan.

Baca Juga: Warganet Pertanyakan Prokes Kunjungan Presiden Jokowi di NTT, Istana Menjawab

Penjelasan Istana

Terlepas dari kritik berbagai pihak, Istana Kepresidenan telah memberikan penjelasan.

Pada Selasa (23/2) lalu, Jokowi melakukan kunker ke Maumere, NTT.

Ia, meninjau kawasan lumbung pangan di Makata Keri, Katiku Tana, Sumba Tengah, hingga meresmikan Bendungan Napun Gete, di Sikka.

Masyarakat pun menyambut kehadiran Presiden Jokowi.

Jokowi, juga menyapa masyarakat dari mobil, sembari membagi-bagikan suvenir.

Sikap ini yang semakin membuat masyarakat berkerumun dan memperebutkan suvenir dari Jokowi.

Tak berapa lama, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, pun menjelaskan.

Awalnya, iring-iringan Jokowi, terhenti karena kerumunan masyarakat yang menunggu.

Bey menjelaskan, kondisi tersebut merupakan spontanitas masyarakat yang ingin menyambut Jokowi.

“Jadi, sebenarnya, itu melihat spontanitas dan antusiasme masyarakat Maumere, menyambut kedatangan Presiden Jokowi,” tuturnya.

“Dan kebetulan mobil yang digunakan presiden, atapnya dapat dibuka. Sehingga presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker,” jelas Bey.

PPP Bela Jokowi

PPP menilai kerumunan yang terjadi saat kunjungan Presiden Jokowi di Maumere, NTT, Selasa (23/2) lalu, hanya spontanitas.

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi (Awiek), menyatakan, kerumunan terjadi tanpa unsur kesengajaan sama sekali.

“Kalau dilihat dari situasinya, tidak ada unsur kesengajaan, ya, karena spontanitas. Misalnya sedari awal sudah mematuhi protokol kesehatan,” tuturnya, mengutip Kumparan, Rabu (24/2).

“Tapi karena presiden itu tidak setiap saat berkunjung, maka naluriah masyarakat ingin mengabadikannya, tidak mau kehilangan momentum,” sambung Awiek.

Ia juga menilai, rombongan kepresidenan telah mematuhi prokes, maka tidak ada prosedur yang salah.

“Selain itu, rombongan presiden sudah divaksin dan lolos pemeriksaan kesehatan,” jelas Awiek.

Dalam persoalan ini, ia justru menanyakan tugas dari Satgas COVID-19 di NTT.

Sebab, menurutnya, Satgas setempat yang harus melakukan sejumlah antisipasi guna mencegah kerumunan.

“Setidaknya, Satgas COVID-19, harusnya lebih aktif melakukan pencegahan dan mengantisipasi bakal menumpuknya warga,” kata Awiek.

“Artinya, ada ketidakprofesionalan dalam kinerja di lapangan,” tegasnya.

Komentar PDIP

Politikus PDIP Hendrawan Supratikno, juga menilai kerumunanan terjadi karena spontanitas semata.

Maka itu ia, berharap ke depannya hal tersebut dapat diantisipasi, agar tidak terulang.

“Ini sifatnya spontan. Sehingga tidak sepenuhnya masuk protokol antisipasi,” kata Hendrawan.

“Namun, demi keelokan narasi, hal-hal demikian harus diantisipasi di masa depan, dan tidak sepantasnya dijadikan tontonan,” imbuhnya.

Penilaian dr Tirta

Menilai dengan berbagai sudut pandang, dr Tirta Mandira Hudhi juga membela Jokowi.

Ia menyampaikan penilaiannya atas peristiwa ini, pada akun Twitter pribadinya, @tirta_hudhi.

Meski sebagian besar menyayangkan respons yang bersangkutan atas peristiwa ini, ada juga yang sepakat dengan Tirta.

“Comment sectionnya panas sekali, Bung, tapi buat saya mah, kalau ga niat rame, ga perlu tenda segede itu. Yang kawinan kemarin,” cuit akun @cakasana.

“Tuh bisa kawinan temen di restoran isi 200-an orang aja. Ga perlu 10 ribu. Bukan undangan, ya, diusir. Kelar.”