Berita  

KPK Kurang Puas Pecat Novel Cs?

KPK Pecat Novel Cs
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, berjalan usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). Perwakilan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan didampingi beberapa lembaga hukum, melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK. Foto: Antara/M Risyal Hidayat/foc.

Ngelmu.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengaku tak memberi pesangon pun pensiun kepada Novel Baswedan Cs.

Mereka adalah 57 pegawai yang per 30 September nanti diberhentikan, karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Menurut Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, Novel Cs, hanya akan menerima tunjangan hari tua (THT).

“Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat, memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun.”

“Namun, KPK memberikan tunjangan hari tua, sebagai pengganti manfaat pensiun,” kata Ali, melalui keterangan tertulis, Selasa (21/9) kemarin.

Ia juga bilang, THT adalah dana tunai alias jaminan kesejahteraan saat berakhirnya masa tugas (purnatugas).

“Serta segala manfaat atau fasilitas lain yang menjadi bagian dari benefit kepesertaan program THT,” ujarnya.

“Yang besarannya ditetapkan oleh KPK, dan pengelolaannya dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, serta pihak ketiga yang ditunjuk,” sambung Ali.

Pelaksanaan THT, lanjutnya, secara rinci diatur dalam Peraturan Komisi Nomor 2 Tahun 2018 [tentang Tunjangan Hari Tua Penasihat dan Pegawai serta Keputusan Sekretaris Jenderal KPK Nomor 390 Tahun 2018 tentang Alokasi Iuran Tunjangan Hari Tua untuk Tim Penasihat/Pegawai KPK].

Tiap bulan, besarannya 16 persen gaji, di mana 13 persen berasal dari APBN, dan 3 persen dari kontribusi pegawai.

Iuran itu, kata Ali, adalah dana yang sudah terkumpul sejak seseorang diangkat menjadi pegawai.

“Pemenuhan hak keuangan ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap perundang-undangan,” klaimnya.

“Sekaligus penghargaan atas profesionalitas, jasa, dan pengabdian insan KPK, selama melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di KPK,” ucap Ali.

Kurang Puas?

Satu dari 57 pegawai yang dipecat per 30 September mendatang adalah Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap.

Mendapati berita berjudul ‘KPK Akui Pecat Novel Cs Tanpa Pesangon dan Uang Pensiun’, penyidik itu pun bertanya.

“Kurang puas kali, ya, memecat kami dari pekerjaan belasan tahun, sampai perlu ada statement enggak penting kayak gini dari lembaga KPK.”

“Benar-benar dibuat seakan menderita banget. Padahal, selama ini, berjuang berantas korupsi di pikiran kami bukan sekadar gajian, tapi pengabdian.”

Demikian tanya Yudi tegas, melalui akun Twitter pribadinya, @yudiharahap46, seperti Ngelmu kutip, Kamis (23/9).

Warganet Menjawab

Membaca cuitan Yudi, sesama pengguna Twitter yang ikut prihatin dan geram, pun menjawab.

“Belum lagi risikonya bekerja untuk KPK, ya,” tutur @zarazettirazr. “Yang sabar. Kami cuma bisa kirim doa, Bang.”

“Gusti Allah Subhanahu wa Ta’ala mboten sare [tidak tidur],” sahut @masdwika.

Sementara bagi pemilik akun @IndonesiaFaried, pemecatan terhadap ke-57 pegawai tersebut adalah sebuah dendam kesumat.

“Dendam kesumat para koruptor yang diwakili oleh para pimpinan KPK,” ujarnya.

Di sisi lain, @hurry_mahmud, juga mendoakan. “Sabar, Bang. Semoga Allah ganti dengan yang lebih baik.”

“Kami mendoakan yang terbaik buat @yudiharahap46 dan rekan-rekan yang lain,” sambungnya.

Baca Juga:

Baca Juga:

Lain lagi dengan @addrebi, yang berkata, “Ya, mau gimana. Presidennya saja urusan begini lepas tangan.”

“Disuruh jadi saksi nikah influencer, gercep [gerak cepat]. Gimana mau makmur negaranya,” lanjutnya.

“Tapi enggak tahu negara mana. Paling Wakanda. Kalau Indonesia enggak kayak gitu sih,” sindirnya lagi.

“Karena pemerintahnya bagus, dan sering minta didemo,” tutup Abdullah.

Pengguna Twitter, Retna, juga merespons cuitan Yudi. “Pengabdian sepenuh hati, penghargaan setengah hati.”

“Padahal kalau diberhentikan dengan hormat, pihak pemberi kerja harus menyediakan pesangon,” imbuhnya.

“Kemarin-kemarin masih pikir ‘Mungkin ada, toh pensiunnya nanti tanggal 30’, tapi dengan ada rilis ini, brarti memang enggak ada,” sambungnya prihatin.

“Satu pintu rezeki tertutup, insya Allah, 1.000 pintu menanti,” pungkas Retna.

Pemberantas Korupsi Dicampakkan Layaknya Sampah

Lain Yudi, lain pula pernyataan Giri Suprapdiono selaku Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK nonaktif.

Ia juga merupakan pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK [gagal dilantik menjadi aparatur sipil negara], dan telah menerima Surat Keputusan Pemberhentian dari Ketua KPK Firli Bahuri.

Berikut pernyataan lengkap Giri, melalui akun Twitter pribadinya, @girisuprapdiono, Senin (20/9) lalu:

Lima puluh tujuh pegawai KPK yang dipecat itu tanpa pesangon dan pensiun sama sekali.

Tetapi SK pemecatan Ketua KPK ini berbunyi, seakan mereka memberikan tunjangan.

Padahal, itu adalah tabungan kita sendiri dalam bentuk tunjangan hari tua dan BPJS.

Buruh pabrik pun masih dapat pesangon, tidak untuk 57!

Pemberantas korupsi dicampakkan layaknya sampah. Padahal, mereka telah berjasa menyelamatkan uang negara dari koruptor pencuri ratusan triliun.

Tetapi gelagat seakan mereka melakukan ‘kebaikan’ dengan memberikan tunjangan hari tua dan disalurkan ke BUMN, hanyalah akal bulus belaka.

Kezaliman dan pengkhianatan dalam pemberantasan korupsi, tidak bisa kita diamkan. Harus kita lawan.

Kita selalu gembira menjemput rezeki. Tuhan telah mengaturnya secara presisi.

Beternak lele, jual siomay sampai gorengan, membuat kue, pelihara kambing, bertani, menulis buku, mengajar, berdagang…

Lebih baik bagi kami, daripada menggadaikan diri, layaknya lacur diri di Tanjung Balai.

Dari ratusan warganet yang menanggapi pernyataan Giri, salah satunya berasal dari akun @ToBuddyyy.

Singkat saja, tetapi cukup menohok. “Dulu kayaknya ada yang janji mau memperkuat KPK, tapi siapa, ya?”