Berita  

Mahasiswa Asal Indonesia Juara 1 Kompetisi Maddah Ar Rasul Internasional

Mukhlis Latasi Juara Maddah Ar Rasul Mesir
Foto: Instagram/moech.less

Ngelmu.co – Mengikuti kompetisi Maddah Ar Rasul [sholawat Nabi] internasional di Kairo, Mesir, mahasiswa asal Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, Indonesia, menyabet gelar juara.

Sosok yang berhasil mengharumkan nama bangsa lewat kompetisi yang disiarkan di stasiun televisi Iqra itu adalah Mukhlis Latasi.

Dengan merdu, ia melantunkan sholawat berisi doa serta pujian kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Para juri pun terpukau.

Mukhlis, mengaku tak menyangka bisa menjuarai kompetisi tersebut, “Apalagi kompetisi ini diikuti negara Timur Tengah yang sehari-hari menggunakan bahasa arab.”

“Penilaian dewan juri lebih pada kekuatan vokal, pengusaan lagu, dan kefasihan dalam penyebutan huruf,” sambungnya menjelaskan.

Sebagai anak perbatasan RI-Malaysia, saat kompetisi, Mukhlis juga sengaja, menggunakan batik dan peci khas Indonesia.

“Saya satu-satunya orang Indonesia di kontes itu. Kebanggaan itulah yang membuat saya lebih menonjolkan negara saya,” tuturnya.

Penonton juga juri pun menjadi hafal dengan Mukhlis. Bahkan, tak sedikit yang bertanya tentang Indonesia, sekaligus memuji keindahan batik.

“Ini juga menunjukkan anak perbatasan RI-Malaysia, mampu bersaing,” ujarnya.

“Saya lahir di Sebatik, sebuah pulau di provinsi termuda RI. Kemenangan ini untuk Indonesia,” sambung Mukhlis.

Kemenangannya tak lepas dari dukungan para sahabat di Universitas Al Azhar Krairo.

Termasuk seorang guru yang selama ini mengajarkannya vokal, serta syair-syair bahasa Arab.

“Teman-teman minta saya ikut lomba, kebetulan guru yang mengajarkan saya vokal, Muhammad Yasin, asal Suriah, juga mendukung,” kata Mukhlis.

Menurutnya, tidak mudah bersaing dalam kompetisi yang berlangsung sejak Februari, hingga 11 April lalu.

“Tidak mudah bersaing dengan peserta dari Mesir, Arab Saudi, Lebanon, ataupun Suriah, yang notabene bahasa Arab adalah bahasa ibu mereka.”

Apalagi di babak final, Mukhlis harus bersaing dengan wakil tuan rumah, Muhammad Akmal Haroun dan Ahmed Youssef Khader.

Tiga peserta final lainnya [Abdul Aziz Hussein (Arab Saudi), Bashir al-Madani (Suriah), dan Omar Abdulnasser Kabbara (Lebanon), juga bukan saingan yang mudah untuk dikalahkan.

Itu mengapa Mukhlis mengaku, sempat kehilangan napas beberapa detik, ketika pembawa acara menyebut namanya sebagai juara.

“Saya lahir di perbatasan Indonesia, Pulau Sebatik. Orang tua saya masih ada di Sebatik, memimpin Pondok Pesantren Mutiara Bangsa.”

Putra dari Suniman La Tasi dan Nurdian Karompot itu mengaku belajar nasyid selama empat tahun.

Semasa kecil, Mukhlis juga kerap mengikuti ajang Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ).

“Kalau resep untuk suara bagus, tidak ada. Saya juga tidak pernah gurah, tapi latihan, dan kebetulan memiliki basic qori,” jelasnya.

Sejak kecil, kedua orang tua yang merupakan tokoh agama, memang mendidik Mukhlis dengan ‘keras’.

Mahasiswa S2 Fakultas Hadist di Universitas Al Azhar Kairo itu, pada 2014 lalu, juga telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di universitas yang sama.

Maddah Ar Rasul sendiri, kata Mukhlis, merupakan lantunan sholawat puja puji Rasul yang dilantunkan dengan irama dan cengkok Islami.

Tanpa iringan musik gambus, karena kefasihan dalam pelafalan huruf yang menjadi barometer penilaian.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Mukhlis latasi (@moech.less)

“Di babak final, ada dua macam nasyid yang diperlombakan, yaitu ‘Ya Imam Ar Rusuli’ dan ‘Hubbi Ar Rosul’,” ungkapnya.

Setelah melewati persaingan yang sangat ketat, Mukhlis, berhasil menyisihkan lima kontestan lain di babak final.

Adapun empat orang juri dari beberapa negara Arab dengan bidang keahlian dan profesi yang beragam.

Dr Taha Abdel Wahab sebagai ahli maqamat, Muhammad Yassin Al-Marashli sebagai vokalis, Abdul Rahman Al-Jabarti sebagai komentator suara dan media, serta Ahmed Al-Talhi sebagai ahli khotbah.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Mukhlis latasi (@moech.less)

“Intinya, jangan pernah takut bersaing, yakinlah kita mampu,” pesan Mukhlis.

“Tunjukkan kemampuan, dan jangan pernah malu mencoba. Saya memberanikan diri melawan orang Arab dengan nasyid Arab,” imbuhnya.

“Mustahil menang sebenarnya, tapi faktanya, alhamdulillah, saya yang menang,” pungkas Mukhlis.

Sementara sebagai juara kompetisi, ia berhak menerima hadiah sebesar 50.000 Riyal Saudi, atau setara Rp200 juta.