Berita  

Mantan Walkot Padang soal Aturan Siswi Berjilbab: Kebijakan 15 Tahun Lalu, kok Baru Ribut?

Mantan Wali Kota Padang Aturan Siswi Berjilbab

Ngelmu.co – Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar, mengakui bahwa aturan siswi berjilbab di lingkungan sekolah merupakan kebijakan lama. Tepatnya ketika ia masih menjabat sebagai orang nomor satu di ibu kota provinsi Sumatra Barat.

Fauzi pun menjelaskan, tujuan pihaknya membuat aturan tersebut, antara lain untuk melindungi kaum perempuan.

“Itu sudah lama sekali, kok baru sekarang diributkan? Kebijakan 15 tahun yang lalu itu,” jelasnya, mengutip Detik, Sabtu (23/1) lalu.

Lebih lanjut, Fauzi mengatakan, aturan yang awalnya hanya imbauan itu lambat laun berubah menjadi instruksi Wali Kota Padang.

Di mana kala itu, SMA/sederajat merupakan bagian dari perangkat daerah pemerintah kota/kabupaten.

Aturan berbusana tersebut pun diatur dalam Instruksi Wali Kota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005.

Artinya, benar jika penerapan aturan ini memang sudah berjalan selama 15 tahun, di sekolah-sekolah negeri, di Padang.

Salah satu poin instruksinya adalah mewajibkan jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan.

“Aturan itu saya yang buat. Sudah ada sejak zaman saya jadi wali kota, bukan sekarang saja,” tegas Fauzi.

Baca Juga: Tak Pernah Dipaksa Berjilbab, Alumnus Non-Muslim Sebut Guru Selalu Beri Ruang Memilih

Selain menjaga kaum perempuan, lanjutnya, kebijakan itu juga dimaksudkan untuk mengembalikan budaya Minang.

“Jauh sebelum republik ini ada, gadis Minang, dulunya sudah berbaju kurung. Kita mengembalikan adat Minang, berbaju kurung,” ujar Fauzi.

“Pasangan baju kurung adalah selendang. Agar tidak diterbangkan angin, ada kain yang dililitkan ke leher, itulah yang namanya jilbab,” imbuhnya.

“Apa yang kita lakukan dulu, dapat respons yang luar biasa. Buktinya, ini bukan hanya di Kota Padang saja, tapi juga menjalar ke seluruh Sumatra Barat, Sumatra, dan Indonesia,” lanjutnya lagi.

“Kalau ada yang protes satu atau 10 orang, ‘kan hal biasa. Tujuan utama kita adalah melindungi perempuan, terutama kaum minoritas di tempat mayoritas,” kata Fauzi.

Maka ia pun menekankan, peraturan di sekolah itu sudah sangat bagus, dan tidak perlu dicabut.

“Itu sudah kebijakan dan aturan sekolah. Kalau tidak suka dengan aturan sekolah, ya, tinggal cari sekolah lain saja,” tutur Fauzi.

“Dulu saya juga diteriaki mendukung dan melakukan kristenisasi. [Sekarang] Mana yang dulu protes-protes itu? Ke mana orang-orang itu sekarang?,” sambungnya.

“Toh itu semangatnya bukan paksaan buat non-Muslim. Kita melindungi generasi kita sendiri,” tegas Fauzi.

Pembicaraan soal aturan siswi berjilbab ini mendadak ramai, setelah muncul video orang tua murid SMKN 2 Padang, di media sosial.

Terlepas dari itu, salah satu alumnus, Delima Febria Hutabarat, menegaskan bahwa selama bersekolah di sana, guru-guru tidak pernah memaksanya mengenakan jilbab.

Sebagai non-Muslim, ia mengaku selalu mendapat ruang untuk memilih.

“Tidak pernah ada pemaksaan, apalagi intimidasi,” kata Delima, Ahad (24/1).

“Guru-guru selalu memberi kami ruang untuk memilih,” imbuhnya.

Meski bukan Muslimah, ia juga tidak pernah merasa keberatan dengan aturan sekolah yang satu ini.

“Menurut Delima, tidak masalah memakai jilbab, selagi tidak merusak keimanan,” tegas Delima.

“Kecuali kita memakai jilbab, dan keyakinan kita jadi rusak, baru salah,” pungkasnya.