Penjelasan KPK soal Status Ngabalin di Kasus Edhy Prabowo

KPK Ngabalin Lobster Edhy Prabowo

Ngelmu.co – Berkaitan dengan kasus yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjelaskan soal status Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.

“Kalau mungkin ibarat kata, seorang Ali Ngabalin, diberikan sesuatu yang sifatnya oleh-oleh, misalnya, ya, jelas itu kategorinya ‘kan lain,” tutur Deputi Penindakan KPK, Karyoto, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/12).

Namun, jika memang dalam kasus tersebut ke depannya ada dugaan aliran dana kepada Ngabalin, KPK, akan mendalami lebih lanjut.

“Misalnya, nanti ada tracing aliran dana, ada porsi-porsi tertentu yang masuk, dan itu boleh dikatakan rutin, ya, kami wajib mempertanyakan,” kata Karyoto.

“Akan tetapi selama ini, kami sedang mengumpulkan bukti-bukti, apakah ada ke situ atau tidak,” imbuhnya, mengutip Antara.

Status Ngabalin, yang juga ikut dalam rombongan Edhy, ke Amerika Serikat (AS), kata Karyoto, masih berkaitan dengan pekerjaan.

Sebab, Ngabalin, juga merupakan Pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Mungkin beliau juga di situ sebagai staf atau apa, penasihat. Di situ mau studi banding ke Amerika, ya, mungkin ada kaitannya,” ujar Karyoto.

“Kaitannya dalam arti pekerjaan untuk semacam studi banding,” sambungnya.

Sebelumnya, Ngabalin, mengaku melihat proses operasi tangkap tangan (OTT) KPK, terhadap Edhy, di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11) dini hari.

Mengutip Kompas, Ngabalin, menyebut Edhy, kooperatif dengan petugas KPK selama di bandara.

Bersama rombongan, Ngabalin, mengaku mendatangi Oceanic Institute of Hawaii Pacific University.

Terlepas dari itu, KPK, juga telah menetapkan enam tersangka selain Edhy, dalam kasus suap terkait dengan penetapan izin ekspor benih lobster [benur].

  1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP [penerima];
  2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP [penerima];
  3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP [penerima];
  4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) [penerima];
  5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf dari istri Menteri KKP [penerima];
  6. Amiril Mukminin (AM) [penerima]; dan
  7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DPP [pemberi].
Baca Juga: Luhut Minta KPK Tak Berlebihan Periksa Edhy Prabowo

Dalam kasus ini, Edhy, diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor benur, senilai Rp3,4 miliar, dan 100.000 dollar AS, melalui PT ACK.

PT ACK, diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benur karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut, dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.

Berdasarkan data, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan PT ACK, dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar.

Tetapi diduga, Amri dan Bahtiar, merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.

“Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp9,8 miliar,” ungkap Nawawi, Rabu (25/11) lalu.