Berita  

Ramai-Ramai soal Parkir dan Masjid

Hensat Parkir Masjid
Ilustrasi lokasi parkir di sebuah masjid

Ngelmu.co – Sejak Senin (20/12/2021) malam, kata ‘masjid‘ ramai dibicarakan di media sosial Twitter.

Sampai Selasa (21/12/2021) pagi ini pun masih menjadi trending di Indonesia, dengan jumlah cuitan lebih dari 80 ribu.

Salah satu twit awal yang mendapat ratusan balasan berasal dari @satriohendri.

Akun tersebut adalah milik pengamat politik yang juga penggagas lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio (Hensat).

Pada Senin (20/12/2021) malam, ia berkicau. “Saya usul, mohon maaf, boleh enggak kalau masjid tu bebas parkir?”

“Kan uang amal banyak, bisa dipakai buat ngegaji yang jaga kendaraan,” sambungnya.

“Jadi, enggak minta dari jemaah. Masa iya, ibadah mesti bayar, walaupun buat bayar parkir,” imbuhnya lagi.

“Amal sama tukang parkir? Kalau amal enggak ditarifin dong!” tegasnya menutup.

Cuitannya itu pun berhasil mengundang pro kontra dari sesama pengguna Twitter.

Baca Juga:

Salah satu yang juga keberatan dengan persoalan parkir masjid adalah @antonpristiwant.

Ia yang mengaku sebagai pengendara ojek online, bilang, “Saya ojol, kalau mau salat, lalu liat ada tukang parkirnya, langsung batal enggak salat di situ.”

Mendapati pengakuan tersebut, akun @0joDum3h, pun menimpali.

“Usul langsung ke pengelola atau takmir masjid yang bersangkutan saja, Pak! Karena enggak semua masjd gitu,” ujarnya.

Jika mengamati respons warganet, sebagian besar menyayangkan sikap Hensat.

Pengguna Twitter @zarazettirazr, misalnya. Ia tampak kontra, lantaran cuitan Hensat, membuat semua masjid seolah-olah menagih uang parkir.

“Masjid banyak di +62, syukur-syukur kalau misalnya jemaah masjid yang bersangkutan bisa langsung bicara ke takmir masjid,” tuturnya.

“Atau sebut saja nama masjid dan lokasinya, biar enggak kesannya semua masjid nagih duit parkir,” sambung Zara.

Lebih lanjut, ia juga tampak heran, “Berapa sih fee parkir? Bandingin pahala ke masjid? Kayak ibadah enggak ikhlas,” imbuhnya lagi.

Tidak sampai di situ, Zara masih tidak habis pikir dengan usul yang muncul dari seorang Hensat.

Berikut pernyataang yang besangkutan, selengkapnya:

Parkir di masjid saja protes di media sosial. Tiap hari meeting kerja di mall, cafe, resto, enggak protes.

Padahal, pahala ibadah harusnya lebih enggak terukur sih, dibandingin pengeluaran bisnis.

Udah gitu ngajarin manajemen masjid lagi. Buat gaji kang parkir dari duit kotak amal.

Coba Anda bikin masjid dulu, biar tau manajemen masjid kayak apa, atau minimal jadi pengurus masjid deh.

Gue reimburse [ganti] deh, berapa sih bayar parkir di masjid itu?

Kalau perlu aku bayarin parkiranmu di masjid itu, supaya kamu tetap ke masjid tanpa terbebani uang parkir. Serius.

Zara bukan satu-satunya warganet yang mengkritik cuitan Hensat soal parkir masjid.

Pemilik akun @DaniMaliq, juga menanggapi twit tersebut dengan penjelasan.

“Bingung jelasinnya gimana… Pak satrio, Indonesia ini terlalu banyak fakir miskin dan kaum duafa,” ujarnya di awal.

“Jadi, biaya parkir mungkin dialokasikan ke situ,” sambung Dani yang mengaku punya pengalaman menarik.

Berikut kisahnya:

Perjalanan dari Serang, Banten ke arah Sukabumi. Saat masuk Baya, ada satu masjid yang ada warung kopinya.

Di masjid itu semua serba seikhlasnya. Terus warung kopinya juga jarang ada yang nungguin.

Namun, kopi, gelas, sendok, air panas, dan snack [camilan] sudah disediakan.

Selesai ngopi dan makan snack, tidak ditarif. Bayar seikhlasnya. Itu yang tertulis di secarik kertas yang tergantung di warung tersebut.

Semoga saatnya nanti, Pak Hendri Satrio membangun masjid dengan yang diinginkan (sebagaimana yang saya alami saat di Baya, Banten).

Setelah memanen kritik, Hensat pun mengetwit lagi. “Nah, benar ‘kan, responsnya begitu.”

“Ini bukan tentang besaran Rp2.000 atau Rp5.000. Ah, sudah lah. Maaf, ya, kalau enggak suka usulannya,” pungkasnya.