Berita  

Ratusan Tahun Berlalu: Cucu Sultan Aceh Bersurat ke Erdoğan, Begini Isinya

Cucu Sultan Aceh Bersurat ke Erdoğan

Ngelmu.co – Ratusan tahun berlalu. Sejak era Sultan Ibrahim Mansur Syah (1857-1870), mengirim delegasi Aceh kepada Sultan Turki, Sultan Abdul Majid Khan.

Kini, kondisi darurat [rencana pemusnahan massal Situs Sejarah Cagar Budaya Islam Kesultanan Aceh Darussalam oleh pemerintah di Aceh] membuat cucu Sultan Aceh yang juga Pemimpin Darud Donya, yakni Cut Putri, kembali bersurat.

Surat tersebut ia tujukan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, berisi permohonan bantuan.

Dalam suratnya, Cut Putri, mengatakan bahwa rakyat Aceh, saat ini membutuhkan bantuan Turki.

Demi menyelamatkan khazanah dan warisan Islam Asia Tenggara di sana, yang tengah kritis, bahkan terancam musnah.

Melalui surat, Cut Putri menjelaskan, bagaimana di Aceh, terdapat program pemusnahan massal situs sejarah.

Seperti makam kuno para Raja dan Ulama Kesultanan Aceh Darussalam.

Termasuk makam para ulama dan perwira pasukan Turki Utsmani, yang dahulu Sultan kirim untuk membantu Kesultanan Aceh.

Mereka yang kemudian menetap di Aceh, dan menjadi raja juga ulama, serta menjalankan Kesultanan Aceh Darussalam.

Situs yang paling terancam adalah khazanah, peninggalan sejarah peradaban Bangsa Turki.

Terletak di Kawasan Situs Sejarah Istana Darul Makmur Kuta Farusah Pindi Gampong Pande Banda Aceh.

Kawasan yang akan binasa, lantaran adanya proyek pembuangan tinja najis manusia, yakni proyek IPAL Banda Aceh.

Adapun yang mendanai proyek IPAL Banda Aceh ini adalah pihak asing, bekerja sama dengan pemerintah Aceh.

Pimpinannya merupakan Konsultan dari Belanda, yang memusnahkan situs bersejarah Istana Darul Makmur.

Kawasan yang berisi ribuan makam para raja dan ulama Kesultanan Aceh Darussalam, serta peninggalan berbagai bangunan kuno.

Para pemimpin zalim itu hendak membongkar situs sejarah makam-makam para raja dan ulama.

Pendiri awal mula Kesultanan Aceh Darussalam, yang juga berasal dari Seljuk Turki Utsmani.

Padahal, mereka adalah pahlawan mulia penyebar Islam di Asia Tenggara.

Mereka adalah nenek moyang Bangsa Aceh, yang juga nenek moyang Bangsa Turki.

Dan berarti merupakan nenek moyang dari yang Mulia saudara kami, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan.

Demikian penjelasan Cut Putri, dalam surat resminya.

Sebenarnya, sudah bertahun-tahun rakyat Aceh memprotes proyek IPAL.

Segala upaya damai telah mereka coba, demi menyadarkan para pemimpin zalim yang hendak memusnahkan warisan budaya Islam.

Namun, perjuangan mereka belum membuahkan hasil. Hati para ‘penguasa’, belum juga terketuk.

Walau kami senantiasa berdoa bagi para pemimpin Aceh.

Kiranya memperoleh kelembutan hati, untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa nenek moyang Bangsa Aceh dan nenek moyang Bangsa Turki di Aceh.

Tetapi ternyata, dinding hati mereka, para pemimpin itu, terlalu tebal untuk dapat ditembusi cahaya hidayah dari Allah Azza wa Jalla.

Cut Putri paham benar, bagaimana para raja dan ulama Kesultanan Aceh merupakan para aulia.

Pendiri tonggak sejarah, tegaknya dakwah Islam di Asia Tenggara, yang memilih tanah Aceh, sebagai tempat bersemayam tulang belulangnya.

Sebagaimana ukiran di nisan makam kuno berbahasa Persia, bertuliskan:

“Wahai insan, siapa pun engkau dan dari mana pun engkau datang, karena aku tahu engkau akan datang, karenanya, janganlah berkeberatan terhadapku akan sedikit tanah ini untuk menutupi tulang-tulangku.”

Namun, tulang belulang para orang-orang saleh itu tetap diusik dan dibongkar oleh pemerintah Aceh.

Maka itu, Cut Putri, menyatakan Aceh, benar-benar berada dalam kondisi darurat, dan sangat membutuhkan bantuan Erdoğan.

Termasuk dukungan segenap rakyat Turki, serta seluruh tumpah darah Bangsa Turki, di mana pun mereka berada–di seluruh dunia.

Cut Putri berharap mereka dapat bersatu, membantu rakyat Aceh, saudara Muslimnya.

Pasalnya, kini, sedang berjuang menjaga keagungan, sekaligus mempertahankan kehormatan nenek moyang Bangsa Turki, dan Bangsa Aceh.

Mereka yang telah berkorban untuk anak cucunya, demi menegakkan Islam di muka bumi.

Sebagai informasi, sebelumnya, Cut Putri telah membicarakan hal ini secara langsung dengan Wakil Perdana Menteri Turki.

Saat yang bersangkutan tengah melakukan kunjungan kenegaraan, bersama Duta Besar Turki.

Pada waktu itu, mereka bersepakat, jika diperlukan, maka Turki, siap turun tangan.

Itu mengapa ketika sampai di kondisi darurat sekarang ini, secara resmi, Cut Putri pun meminta bantuan kepada Turki.

Besar harapan kami, agar yang Mulia saudara kami, Presiden Recep Tayyip Erdoğan, bersama segenap rakyat Turki, dapat membantu kami di sini yang sedang berjuang.

Sebagaimana dahulu kakek-kakek kami dibantu oleh Sultan Turki Utsmani.

Cut Putri juga meminta bantuan Turki, untuk menyeret Belanda ke Mahkamah Internasional.

Atas kejahatan perang yang mereka lakukan di Aceh. Termasuk penghancuran situs warisan sejarah Islam di sana, yang masih berlangsung sampai hari ini.

Cut Putri meminta, Erdoğan beserta seluruh rakyat dan bangsa Turki, dapat membantu.

Menyeret para antek kafir Belanda di Aceh, yang sekarang sedang berusaha sekuat tenaga memusnahkan situs sejarah nenek moyang Bangsa Turki di Aceh.

Selain itu, Cut Putri juga meminta bantuan pemimpin Turki, untuk menekan Belanda, mengembalikan segala barang khazanah Aceh.

Barang yang mereka rampas saat perang, yakni hasil menjarah dan merampok rakyat, juga Tanah Air Aceh Darussalam.

Di akhir surat, Cut Putri berdoa, kiranya kasih sayang Allah, terus mempersatukan Bangsa Aceh dan Bangsa Turki.

Bersama seluruh umat Muslim dunia.

“Semoga Allah, memenangkan yang hak, dan memusnahkan kebatilan, dengan kekuatan Allah Al Aziz yang Maha Perkasa.”

Cut Putri juga berterima kasih kepada Turki, atas bantuannya sejak dahulu kepada Kesultanan Aceh Darussalam.

Ia berharap, hubungan persaudaraan tersebut dapat terus berlanjut, bahkan makin erat.

Semoga Allah, senantiasa melindungi dan merahmati negeri Aceh tercinta.

Memberkahi rakyat dan bangsanya, menjaga warisan budaya dan sejarah Islam di Aceh.

Dan menumbangkan segala bentuk penjajahan dan kezaliman di Tanah Syuhada Negeri Para Aulia, Negeri Aceh Darussalam.

Baca Juga:

Selama ini, hubungan diplomatik Kesultanan Aceh dan Turki, memang terjalin baik.

Keduanya kerap saling membantu dalam dakwah Islam, pun untuk melawan penjajahan kafir, para musuh Islam.

Sejarah juga mencatat, eratnya korespondensi antarnegara, termasuk permohonan bantuan dari para Sultan Aceh kepada Turki.

Saat Aceh, berada dalam kondisi darurat.

Pada eranya, Sultan Ibrahim Mansur Syah (1857-1870), mengirimkan delegasi Aceh kepada Sultan Turki, Sultan Abdul Majid Khan.

Ia meminta bantuan Turki, karena Belanda, hendak menyerang Kerajaan Aceh Darussalam.

Lalu, Sultan Abdul Majid Khan, mengirim para perwira Turki ke Aceh, untuk membantu membarui kemampuan militer perang [Pasukan Kesultanan Aceh Darussalam].

Kemampuan Perang Modern, sukses di Aceh. Sehingga Belanda, mundur di tahun 1873.

Bahkan, Jenderal Belanda Kohler, tewas di halaman Masjid Raya Baiturrahman.

Modernisasi Pasukan Militer Kerajaan Aceh Darussalam [yang dilakukan Sultan Abdul Majid Khan (1839-1861) dari Turki], melanjutkan misi Sultan Suleiman Al Qanuni (1520-1566), yakni membantu Kesultanan Aceh Darussalam.

Dalam sejarah, Sultan Aceh Darussalam, Sultan Alaiddin Al Kahhar (1539-1572), meminta bantuan kepada Turki, sejak 1539.

Sultan Turki, Sultan Suleiman Al Qanuni (1520-1566), pun memberi bantuan militer dan perwira tinggi pelatih.

Sehingga Aceh, menguasai sistem perang modern saat itu.

Megahnya sistem pelatihan militer Turki di Bitai, dan pembuatan meriam Turki, berjalan di Gampong Pande.

Akhirnya, banyak lahir pejuang tangguh Aceh, yang masyhur di dunia.

Laksamana Malahayati adalah laksamana wanita pertama di dunia, alumni Ma’had Askery [akademi perang] Baital Maqdis Turki di Bitai.

Demikian juga Sultan terbesar Aceh, Sultan Iskandar Muda.

Di masa Sultan Mansur Syah Perak (1579-1586), hubungan Aceh dan Turki, makin menguat.

Pada zaman Sultan Sayyidil Mukammil (1589-1604), Sultan Muhammad III (1595-1603) dari Turki, mengizinkan Kesultanan Aceh Darussalam, menggunakan bendera Turki [di kapal-kapal Aceh, ketika melawan Portugis di Malaka].

Sultan Turki juga mengirimkan kuda Tizi Istambul kepada Sultan Sayyidil Mukammil.

Guna menjadi tunggangan Sultan Iskandar Muda yang masih remaja.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, hubungan Aceh dan Turki, makin erat.

Banyak sekali meriam, senjata, dan prajurit serta perwira Turki, bergabung dengan Kesultanan Aceh.

Mereka berjuang menaklukkan Malaka, mengusir kafir Portugis.

Surat-surat diplomatik pemimpin Aceh, saat itu dikirim langsung dari Istana Darud Donya Kesultanan Aceh Darussalam.