Surat untuk Presiden Jokowi, Terkait Persebaran COVID-19

Surat untuk Presiden Jokowi

Ngelmu.co – Persebaran virus Corona (COVID-19) di Indonesia, terus berjalan. Namun, tak sedikit publik yang menilai pemerintah pusat lambat dalam bergerak. Penilaian ini memicu keprihatinan serta kekhawatiran dari seorang Ahli Clinical Epidemiology, dr Tifauzia Tyassuma.

Ia yang prihatin, atas sikap Pemerintah Indonesia dalam menangani kasus Corona, pun menulis surat terbuka untuk Presiden RI Joko Widodo.

Berikut isi surat terbuka yang dr Tifauzia tulis di media sosial Facebook pribadinya, seperti dikutip Ngelmu, Senin (16/3):

Yth Presiden Jokowi

Release resmi dari Jubir COVID-19 sampai Sabtu, 15 Maret 2020. jumlah positif 96 dan kematian 5.

Bapak, hukum persebaran kuman itu 1 ke 4. Satu orang positif, artinya ada 4 orang di sekitarnya yang positif.

Kalau terjadi Pandemi, artinya probabilitas berkembang menjadi 1 ke 100. Satu orang positif, posibilitasnya adalah 100 orang di sekitarnya.

Dan risiko persebaran COVID-19 di Indonesia, dalam Desember 2019-Maret 2020, akan semakin besar.

Karena apa? Tidak ada tindakan preventif apa pun yang dilakukan, selama Indonesia belum dinyatakan positif terjangkit.

Pesawat masih bebas keluar masuk dari dan ke luar negeri. Kapal-kapal pesiar masih bersandar dengan santainya.

Apa yang ditolak di negeri lain, di Indonesia diterima dengan suka hati.

Kuncinya adalah #Lockdown, ya, Pak.

#Lockdown adalah tanda kekuatan Bapak sebagai pemimpin.

Kalau seorang Kepala Negara berani memberlakukan #Lockdown bagi negerinya, artinya dia sangat yakin bahwa negaranya kuat. Rakyatnya kuat secara mental. Negaranya kuat secara ekonomi dan politik.

Saat ini, Pak, tidak ada satu pun Ilmuwan dunia yang bisa memastikan mutasi dan evolusi yang terjadi pada COVID-19.

Saya pun melakukan hipotesis atas prognosis berdasarkan Ilmu Clinical Epidemiology dan Virology, terhadap COVID-19 ini.

Saat ini yang sudah terbukti adalah bahwa COVID-19 ini, sudah berhasil menjadikan Manusia sebagai Reservoir-nya.

Karena itu, tindakan Beyond Prevention, termasuk di dalamnya #Lockdown, adalah tindakan yang paling masuk akal.

#Lockdown itu ada berbagai versi dan strategi.

Kita harus mengikuti karakteristik dari COVID-19 ini—virus yang sudah menggunakan manusia sebagai reservoirnya—di mana hasil penelitian terbaru menyatakan, bahwa titik tangkap COVID-19, bukan lagi di CD 4.

Maka obat Anti HIV yang bulan lalu di Wuhan masih efektif, sekarang sudah tidak lagi.

Di bulan Februari 2020, pengobatan kemudian beralih ke BOM Vitamin C dosis tinggi, dan cukup efektif. Mengapa?

Karena COVID-19 telah berevolusi lagi. Sekarang titik tangkapnya adalah ke Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Apa ini artinya?

Sekarang ini, COVID-19 bisa langsung menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi bukab lagi karena Infeksi Sekunder, tetapi karena terjadi Bronchospasme dan atau Cardiac Arrest, jantung berhenti.

Ini yang terjadi pada pasien positif di Manado. Datang dengan serangan jantung, bukan dengan gejala gangguan pernapasan.

Kondisi yang juga saya tengarai terjadi pada Pak Budi Karya Sumadi (BKS), Menteri Perhubungan.

Karena dia pasien ke 76, artinya dia terinfeksi COVID-19 generasi ketiga, yang telah secara langsung berikatan dengan ACE.

Makanya serangannya seperti Asma. Terjadi Bronchospasme dan seterusnya.

Dalam rentang dua pekan, mengikuti karakteristik COVID-19 yang menempel pada permukaan, bukan melalui jalur air borne.

Maka Bapak Presiden, Bapak Wapres, semua Menteri, Pejabat, dan orang-orang yang bersentuhan dengan Pak BKS, mungkin untuk terinfeksi, tanpa disadari.

Bapak Presiden tampaknya body immunity-nya kuat. Tetapi saya mengkhawatirkan Pak Wapres, yang sudah sepuh dan punya Diabetes.

Apakah beliau sempat salaman dengan Pak BKS? Beliau lebih baik di-karantina dulu, Pak, daripada kenapa-kenapa.

Bapak Presiden,

Kalau Bapak cermati ribuan komen (total 5.000 komen, 10.000 lebih likers, dan sekitar 20.000 share) yang mengikuti postingan saya,

Rakyat Anda, umumnya tidak peduli #Lockdown itu apa.

Mereka hanya peduli, mereka kelaparan, takut tidak bisa dapat uang, kalau diberlakukan #Lockdown.

Selebihnya, asal perut mereka terjamin, ada uang saku yang menjamin mereka punya pegangan, mereka akan fine-fine saja, kalau Bapak berlakukan #Lockdown.

Rakyat Indonesia yang Bapak pimpin, jauh lebih peduli mereka kenyang walau sakit, dibandingkan berpikir bahwa dengan tanpa adanya #Lockdown, orang yang terinfeksi COVID-19 mau sakit atau mau mati.

Rakyat Indonesia ini rupanya lebih takut lapar daripada takut mati.

Maka saran saya, saya ulang sekali lagi:

    • Berlakukan #Lockdown secepat mungkin. Gerbang negara tutup, gerbang antar pulau seleksi seketat mungkin.
    • Kerumunan massa seperti sekolah dan kampus yang memungkinkan terjadi persebaran di #Lockdown dulu.
    • Berikan Kupon Gratis Sembako kepada 7 persen warga miskin (yang mau mengaku miskin dan ingin dapat Kupon Gratis, ya kasih ‘kan sajalah).
    • Berikan BLT, uang saku kepada 7 persen warga miskin (yang mau mengaku miskin dan mengharapkan BLT juga berikan sajalah).
    • Perintahkan rakyat Anda untuk menghindari, sedikit mungkin keluyuran keluar rumah, kecuali yang urgent sekali dan tak bisa ditinggalkan. Selebihnya, instruksikan untuk diam di rumah.

Bapak Presiden,

Mengikuti hukum Pareto logic, saat ini sedikitnya ada 384 orang yang telah terinfeksi, tetapi tidak atau belum terdeteksi.

Dan kalau mengikuti hukum persebaran virus, kemungkinan sudah ada sedikit ya 9.600 orang yang terinfeksi, tanpa mereka sadari.

Mekanisme screening kasus di Indonesia, masih sangat primitif, di mana yang terdeteksi hanyalah yang kebetulan sakit dan berobat.

Sementara ribuan lain yang sebetulnya sudah terinfeksi, masih bajalang ka sana ka mari.

Tidak usah jauh-jauh lah. Pak Menteri BKS bukannya juga masih ke sana ke mari, masih ikut Rapat Kabinet, masih keluar masuk istana.

Ini Menteri yang tentu adalah Pejabat yang sangat dilindungi kesehatannya dengan protokol yang ketat, bukan?

Lalu bagaimana dengan rakyat yang sudah terinfeksi dan mereka masih ke sana ke mari?

Bagaimana dengan Wisatawan asing yang sudah jelas terdiagnosis COVID-19, tetapi dia masih jalan-jalan dengan bebas ke Indonesia?

UNICEF dan WHO sudah mengingatkan terjadinya evolusi COVID-19 sejauh ini.

Bahwa dia sudah adaptasi dengan iklim Indonesia yang panas dan lembab, serta kemampuan bertahan hidup di permukaan apa pun, sudah mampu di atas sembilan jam tanpa mati.

COVID-19 yang sudah dibuat sebagai senjata biologis sejak tahun 1980, 40 tahun lalu, berevolusi dengan tepat seperti yang dikehendaki pembuatnya.

Bagaimana caranya? Mekanisme mutasinya berkembang sesuai dengan karakter reservoir, di mana dia hidup dan berkembang biak.

Dengan perilaku manusia di abad 21 yang semakin sembarangan dalam menjaga pola hidup dan pola makan, usus yang makin buruk dan mikrobiota yang makin miskin, ia menjadi kuman yang menjajah dengan leluasa di dalam tubuh.

Saat ini, manusia yang menjadi reservoir utamanya.

Nah. Satgas COVID-19 kelamaan, Pak. Ayolah #Lockdown dulu. Sekadar membatasi Human Traffic saja, Pak.

Kalau rakyat masih bandel dan ngeyel, sudahlah terserah mereka. Ini kaum egois yang cuma mikir takut lapar takut miskin, padahal sudah bertahun-tahun miskin ya engga apa tuh.

Terpenting, Bapak sebagai Presiden, jaga kami semua, 271 juta Rakyat Indonesia ini, dengan tepat dan benar.

#Lockdown

Kasih Kupon Sembako Gratis dan Bantuan Langsung Tunai, kepada rakyat miskin dan yang takut miskin.

Bismillah, semoga dengan #Lockdown, persebaran virus COVID-19 terhambat, dan dengan kehilangan kesempatan hidup di Reservoir-nya, dia akan kehilangan daya hidupnya.

Yuk, Pak, #Lockdown yuk.

Oleh: Dokter, Peneliti, Penulis, Tifauzia Tyassuma

Baca Juga: Presiden Jokowi dan Para Menterinya Jalani Tes Virus Corona