Berita  

Vape dan Risiko Penularan COVID-19 di Mata Para Ahli

Vape Risiko Penularan COVID-19

Ngelmu.co – Kita mulai dengan ketegasan, COVID-19 ‘memangsa’ paru-paru. Tepatnya, setelah infeksi mencapai hidung atau tenggorokan, akan mulai beralih menuju saluran pernapasan, hingga akhirnya memicu peradangan di paru-paru.

Jika Anda atau orang terdekat salah satu pengguna rokok elektrik (vape), saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk berhenti.

Pasalnya, vape membuat Anda menghirup campuran rasa, nikotin, dan bahan kimia, maka jelas akan berakibat buruk untuk kesehatan. Terlebih di masa pandemi virus Corona ini.

Seseorang yang ingin mengatasi infeksi dengan cepat, paru-paru harus dalam kondisi prima, untuk dapat bertarung dengan baik.

Sedangkan vape? Merusak paru-paru, bahkan menekan sistem kekebalan tubuh, hingga menjadi lebih sulit untuk pulih dari COVID-19.

Penelitian tentang efek kesehatan jangka panjang penggunaan vape, memang masih terbatas.

Namun, berkaitan dengan merokok, para ahli kesehatan yakin bahwa penggunaan vape tak hanya meningkatkan risiko mengembangkan komplikasi dari virus Corona, tetapi juga peluang menyebarkan penyakit itu ke orang lain.

Bahkan, beberapa negara telah mengeluarkan rekomendasi kesehatan khusus tentang vaping dan COVID-19.

Baca Juga: Penjelasan Dokter Paru soal Jauhkan COVID-19 dengan Berhenti Merokok

Dilansir huffpost.com, Senin (13/4), berikut beberapa efek menakutkan yang mungkin ditimbulkan oleh vaping terhadap COVID-19:

1. Meningkatkan Kemungkinan Infeksi

Masalah yang paling jelas dari penggunaan vape adalah adanya kerusakan yang ditimbulkan pada paru-paru.

Bahan kimia keras yang terkandung di dalam vape, akan segera merusak sel-sel dalam sistem pernapasan, yang bertanggung jawab untuk mengatur sistem kekebalan tubuh.

“Yang mana ini juga merupakan garis pertahanan pertama tubuh untuk melumpuhkan penyakit pernapasan, seperti COVID-19,” kata asisten profesor kedokteran keluarga untuk Fakultas Kedokteran Universitas North Carolina, Alexa Mieses.

“Dalam waktu singkat, sistem kekebalan tubuh di-sibukkan dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh uap pada paru-paru,” sambungnya, sembari menjelaskan jika hal tersebut akan membuat tubuh menjadi jauh lebih sulit melawan pathogen, seperti virus Corona.

Begitupun yang disampaikan ketua departemen otolaringologi di Stanford Medicine, Robert Jackler.

Menurutnya, hal itu terjadi, karena vape menekan respons kekebalan paru-paru, meningkatkan keparahan dan durasi infeksi pernapasan lainnya, seperti bronkitis, influenza, hingga pneumonia.

“Vape diduga dapat menunda pemulihan, seperti halnya perokok yang batuk setelah flu atau virus Corona,” jelas Jackler.

Meskipun mengaku masih belajar soal bagaimana vape dapat memengaruhi risiko seseorang terinfeksi COVID-19, para pakar kesehatan, menduga hal tersebut mengikuti pola yang mirip dengan infeksi pernapasan lainnya.

2. Paru-paru Kesulitan Mendapat Oksigen

COVID-19 yang menyebabkan paru-paru terangsang dan membengkak, kemudian akan membuat lebih sulit menyerap oksigen.

Sebagaimana disampaikan Jackler, “Infeksi dapat mengurangi kemampuan paru-paru untuk menyerap oksigen hingga 50 persen.”

Jika orang yang sehat dapat menggunakan oksigen tambahan untuk sembuh dari infeksi, tidak demikian dengan mereka yang kemampuan paru-parunya sudah berkurang karena merokok atau vaping.

“Kemampuan tubuh untuk menahan kerusakan di paru-paru, sangat dipengaruhi oleh riwayat merokok dan vape,” kata Jackler.

Maka dapat di-katakan, pengguna vape berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi COVID-19 yang lebih serius.

3. Asap Vape Menyebarkan Virus

Ketika seseorang menggunakan vape, menarik napas, hingga uap bercampur dengan sekresi di paru-paru, tenggorokan, dan hidung, dan di-embuskan kembali, “Ada dua hal yang ada di udara, tetesan dari kandungan vape, tetapi telah terkontaminasi oleh sekresi dari dalam paru-paru yang mungkin kaya dengan virus,” ujar Jackler.

Itulah bagian yang di-khawatirkan, karena virus Corona, sebagian besar menyebar lewat tetesan pernapasan yang dikeluarkan ketika orang berbicara, batuk, atau bersin.

Jika tetesan pernapasan yang cukup besar, mengandung gravitasi mampu menarik tetesan ke bawah, hingga tak bertahan lama di udara, tidak demikian dengan aerosol yang dilepaskan dalam asap vape.

Sangat kecil. Sehingga mereka dapat bertahan lebih lama di udara.

“Jika seseorang baru saja menggunakan vape di sebuah ruangan kecil, terutama dengan salah satu perangkat bertenaga tinggi, sekresi paru-paru mereka sendiri dapat melayang di udara selama beberapa menit atau bahkan beberapa jam setelah mereka melepaskan asap,” beber Jackler.

Jadi, jika pengguna vape terinfeksi COVID-19, kemudian mengeluarkan asap ke udara yang mengandung aerosol kecil yang terkontaminasi, maka orang lain secara teoritis, dapat tertular virus saat memasuki ruangan tak lama setelah itu.

Prosesnya mirip dengan bagaimana petugas kesehatan dapat terinfeksi virus melalui udara, karena prosedur medis yang harus mereka lakukan pada pasien.

4. Menyentuh Wajah Berulang Kali

Mengapa menggunakan vape secara inheren meningkatkan risiko tertular virus?

Mudah. Bayangkan saja, Anda meletakkan sesuatu di tangan, kemudian berulang kali membawanya ke arah mulut.

Padahal, saat ini, semua orang di-imbau untuk tidak melakukan hal tersebut, demi mencegah penyebaran virus Corona.

“Kecuali jika kamu mencuci tangan setiap kali menggunakan vape, dan selalu membersihkan perangkat vape. Tapi jika tidak, itu dapat mengirim virus ke dalam mulut dan menyebabkan infeksi,” kata Jackler.

Sebagian besar pengguna vape adalah remaja dan cenderung sembari berkumpul, juga menjadi kekhawatiran lainnya.

“Mereka sering menggunakan vape bersama, tentu saja itu berisiko menularkan infeksi COVID-19,” sambungnya.

Maka berhentilah sekarang!

Kalaupun Anda kecanduan vape, Anda bisa menghubungi dokter untuk mendiskusikan berbagai opsi, salah satunya dengan mengonsumsi permen sebagai pengganti.

Jackler, merekomendasikan agar Anda mencoba pengganti nikotin dengan permen pelega tenggorokan, permen karet, atau apa pun yang tak melibatkan bahan kimia.

“Berhenti mengepulkan asap sesegera mungkin,” tegas Mieses.

“Vape dan merokok tidak membantu seseorang dengan cara apa pun atau bentuk apa pun, ketika mereka melawan infeksi pernapasan, seperti COVID-19,” pungkasnya.