Berita  

5 Asosiasi Kritik Rancangan Ibu Kota Negara Baru di Kaltim

Rancangan Ibu Kota Negara Baru Burung Garuda

Ngelmu.co – Lima asosiasi profesional di Indonesia, menyatakan sikap sekaligus mengkritik rencana, rancangan, dan gambar ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Kelimanya adalah:

  1. IAI (Ikatan Arsitek Indonesia),
  2. GBCI (Green Building Council Indonesia,
  3. IARKI (Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia),
  4. IALI (Ikatan Arsitek Landskap Indonesia), dan
  5. IAP (Ikatan Ahli Perancangan) Wilayah dan Kota.

IAI

I Ketut Rana Wiarcha selaku Ketua IAI, mengatakan, “Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa.”

“Terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah, dan pasca COVID-19 [new normal],” tuturnya, Ahad (28/3) lalu, mengutip Kompas.

Gedung Istana Negara, menurut Rana, seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban, baik budaya dan ekonomi.

Begitu pun dengan komitmen terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan Republik Indonesia, dalam partisipasinya di dunia global.

“Bangunan gedung istana negara, seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon,” ujar Rana.

“Dan cerdas sejak perancangan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedungnya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Rana menilai, metafora [terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0] merupakan pendekatan yang mulai ditinggalkan.

Hal itu, sambungnya, karena ketidakampuan menjawab tantangan serta kebutuhan arsitektur di hari ini pun masa mendatang.

Bagi Rana, metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung berbentuk patung burung itu, tak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan kota yang berwawasan lingkungan [forest city].

“Kami berharap, pernyataan dan rekomendasi ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah,” kata Rana.

“Dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. [Sebab] Salah dalam merencanakan, maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan,” tegasnya.

GBCI

Anggota GBCI Prasetyoadi (Tiyok), menilai desain Istana Negara berbentuk burung garuda, tidak fungsional.

Ia mempertanyakan kapasitas salah satu peserta sayembara bangunan gedung IKN, Nyoman Nuarta [pemilik karya yang dimaksud].

Sebelumnya, rendering desain Istana Negara berbentuk burung garuda miliknya, beredar luas di media sosial.

Tiyok menanyakan kapasitas Nyoman, karena yang bersangkutan merupakan pematung, bukan arsitek profesional.

Selain itu, ia juga menganggap, pembangunan Istana Negara di IKN baru, berlangsung secara tertutup.

“Saya dan teman-teman profesional, tentu resah, karena dibangunnya Istana Negara ini dengan proses yang tertutup,” kritik Tiyok.

“Dan dirancang oleh pematung Nyoman Nuarta. Ia bukan arsitek profesional maupun disiplin-disiplin lain yang berhubungan,” bebernya, Sabtu (28/3).

Semakin menjadi pertanyaan, karena di antara para peserta yang mengikuti sayembara, ada tiga nama masyhur, yakni Sibarani Sofian, Yori Antar, dan Gregorius Supie Yolodi.

Lebih lanjut, Tiyok, memprediksi bahwa rancangan Istana Negara berlangsung tanpa sayembara.

Maka tidak adanya sayembara ini, lanjutnya, akan berisiko pada rendahnya efektivitas pembangunan, termasuk masalah pemborosan anggaran.

“Berisiko lebih mahal. Tidak hanya dalam hal konstruksi, tapi bakal pemborosan besar-besaran dalam hal kinerja bangunan gedung,” kata Tiyok.

Bicara Anggaran

Sebagai informasi, Nyoman Nuarta merupakan pematung yang pernah menggarap proyek Patung Garuda Wisnu Kencana di Bali.

Di mana menurut Tiyok, patung tersebut dibangun dengan anggaran yang sangat fantastis.

Bahkan, lebih mahal dari Menara Eiffel di Prancis dan Patung Liberty di Amerika Serikat.

Mengutip ABC News, Patung Garuda Wisnu Kencana, diperkirakan, menghabiskan dana hingga US$100 juta [setara Rp1,4 triliun].

Sedangkan, berdasarkan Home Advisor, biaya pembangunan Patung Liberty, jika disesuaikan dengan nilai saat ini, setara dengan US$10,6 juta [sekitar Rp157 miliar].

Begitu pun dengan harga pembangunan Menara Eiffel, jauh di bawah Patung Garuda Wisnu Kencana, karena hanya US$38,3 juta [setara Rp556 miliar].

“Pak Nyoman Nuarta, silakan membuat simbol patung, dengan anggaran yang terpisah,” kata Tiyok.

“Jadi, monumen jika memang diinginkan, itu merupakan keahlian beliau, tapi bukan jadi gedung istana negara,” tegasnya.

Rekomendasi

Bukan hanya mengkritik. Namun, mereka juga merekomendasikan tiga hal:

  1. Istana Negara versi burung garuda, disesuaikan menjadi monumen atau tugu saja, pada posisi strategis tertentu di KIPP [Kawasan Inti Pusat Pemerintahan], dan dilepaskan dari fungsi bangunan Istana.
  2. Mengusulkan desain bangunan gedung Istana disayembarakan, dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun penataan tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.
  3. Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui Tugu Nol yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis.

Hal tersebut, dapat dimulai dengan penanaman kembali pohon endemik Kalimantan.

Pihak asosiasi menilai, nantinya langkah itu akan menjadi simbol, bahwa pembangunan IKN, memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan.

Seperti dalam narasi skema sayembara Nagara Rimba Nusa, yakni untuk ‘membangun hutan terlebih dahulu, baru membangun kotanya’.

Tanggapan Kementerian PUPR

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] Diana Kusumastuti, menanggapi hal ini.

Ia membantah penilaian Tiyok, karena menurutnya, Istana Negara merupakan kategori bangunan fungsi khusus yang akan dibangun di IKN, oleh pemerintah.

Maka itu, pembangunan Istana Negara, jelas dan pasti berlangsung lewat proses sayembara.

Hanya saja, sayembara tersebut bersifat terbatas, “Kalau Istana Negara itu bangunan fungsi khusus,” kata Diana.

“Jadi, disayembarakan, tetapi terbatas bagi aristek-arsitek tertentu saja. Jadi, tidak di publik sayembara untuk umum,” imbuhnya, Ahad (28/3) lalu.

Namun, Diana tidak menampik bahwa Nyoman Nuarta merupakan salah satu yang mengikuti sayembara merancang bangunan Istana Negara tersebut.

“Iya, Nyoman ini salah satunya. Nama lainnya adalah Yori Antar, Sibarani Sofian, Gregorius Supie Yolodi, dan banyak ada beberapa,” jelasnya.

Diana juga mengaku, bahwa rancangan milik Nyoman adalah salah satu yang mendekati untuk dipilih.

Namun, Ia menekankan, bahwa rancangan tersebut masih belum final, karena sampai saat ini masih proses pre-basic design.

“Jadi, Pak Nyoman itu memang sudah mendekati, tapi finalnya itu masih proses, nanti sampai bulan Agustus,” ungkapnya.

Ketika ditanya soal alasan Kementerian PUPR melibatkan Nyoman dalam sayembara, jawabannya, “Ya, beliau [Nyoman] itu memang pematung.”

“Tapi dia punya jiwa arsitek. Bahwa… lihat Garuda Wisnu Kencana, patung, tapi ada juga hotelnya, dan dia bagus juga ‘kan,” pungkas Diana.

Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Cina Tawarkan Proyek Infrastruktur untuk Pembangunan Ibu Kota Baru

Sebelumnya, potret IKN yang memuat konsep Istana Negara berbentuk burung garuda, diunggah oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Republik Indonesia.

Suharso Monoarfa membagikan video berdurasi 6 menit 46 detik itu lewat akun Instagram pribadinya, @suharsomonoarfa, Kamis (18/3) lalu.

Lalu, diunggah ulang oleh akun Instagram, @rendering_indonesia, hingga ditonton lebih dari 12 ribu kali [saat berita ini ditulis].

Dalam video tersebut dijelaskan secara gamblang, gambaran serta rancangan konsep sejumlah ikon bangunan yang akan dibangun di IKN.