Berita  

Ditemukan Risiko Tsunami Dekat Calon Ibu Kota Baru Indonesia

Risiko Tsunami Dekat Ibu Kota Baru

Ngelmu.co – Tim peneliti yang terdiri dari ilmuwan Inggris dan Indonesia, mengungkap adanya potensi risiko tsunami, di dekat wilayah yang dipilih oleh pemerintah sebagai calon ibu kota baru.

Mereka menemukan, tanah longsor bawah laut, beberapa kali terjadi di antara pulau Kalimantan dan Sulawesi, tepatnya di Selat Makassar.

Lebih lanjut para peneliti menyatakan, jika peristiwa tanah longsor terbesar kembali terjadi hari ini, di-prediksi, tsunami akan muncul hingga membanjiri Teluk Balikpapan.

Meski demikian, dilansir BBC News, Kamis (23/4), mereka mengingatkan, untuk tak perlu bereaksi berlebihan.

“Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan untuk menilai situasi ini dengan tepat,” tutur Dr Uisdean Nicholson, dari Heriot-Watt University, Inggris.

“Namun, ini merupakan sesuatu yang mungkin harus dipertimbangkan sebagai risiko oleh pemerintah Indonesia, meskipun kami hanya membicarakan peristiwa ‘frekuensi rendah, dampak tinggi’,” sambungnya.

Dalam menyelidiki sedimen dan struktur di dasar laut Makassar, tim peneliti menggunakan data seismik.

Penelitian itu mengungkap adanya 19 zona di sepanjang selat, tempat lumpur, pasir, dan lanau, jatuh ke lereng yang lebih dalam.

Bahkan, beberapa peristiwa longsor melibatkan material hingga ratusan kilometer kubik.

Volume tersebut sangat mampu mengganggu kolom air, dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.

“Tanah longsor [Mass-Transport Deposits (MTD)] ini, cukup mudah dikenali dalam data seismik,” kata Dr Rachel Brackenridge, dari Universitas Aberdeen.

“Berbentuk lengkungan dan sedimen di dalamnya kaotis; bukan lapisan datar, teratur, dan rata seperti yang Anda bayangkan,” imbuhnya.

“Saya memetakan 19 peristiwa, dengan dibatasi resolusi data. Akan ada kejadian lain, yang terlalu kecil untuk saya lihat,” lanjut Brackenridge.

Seluruh MTD, berada di sisi barat kanal dalam (3.000 m), melintasi Selat Makassar.

Sebagian besar, juga berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam, di Pulau Kalimantan, yang mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen di setiap tahun.

Para peneliti menduga, material itu terbawa oleh arus yang terjadi di selat.

Kemudian tertimbun di perbatasan dasar laut yang lebih dangkal dengan dasar laut yang lebih dalam.

Akhirnya, sedimen yang menumpuk dari waktu ke waktu itu roboh. Kemungkinan dipicu oleh gempa bumi, “Hal yang lazim di Indonesia”.

Namun, tim peneliti mengatakan, hingga saat ini belum diketahui kapan tepatnya longsor bawah laut akan terjadi.

Tetapi mereka menyampaikan estimasi terbaik, pada periode geologi saat ini, yakni dalam 2,6 juta tahun terakhir.

Sampel batuan yang diekstraksi dari MTD, dapat memastikan usia mereka, serta frekuensi kerobohan lereng.

HIngga saat ini, para ilmuwan sedang dan masih mencari pendanaan untuk melakukan lebih lanjut.

Mereka juga berencana mengunjungi daerah pesisir Kalimantan, untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba tersebut, sekaligus membuat pemodelan jenis gelombang yang dapat mengenai garis pantai.

“Penelitian ini memperkaya pengetahuan komunitas geologi dan geofisika Indonesia, akan bahaya sedimentasi dan tanah longsor di Selat Makassar,” kata peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ben Sapiie.

“Masa depan penelitian ilmu bumi adalah menggunakan pendekatan terintegrasi dan multi-disiplin, dengan kolaborasi internasional,” lanjutnya.

Baca Juga: Hadapi Corona, Peneliti Sebut Sistem Kesehatan Indonesia di Ambang Jurang

Direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull, Inggris, Profesor Dan Parsons, juga mempelajari tanah longsor bawah laut di dunia.

“Yang menarik di sini adalah bagaimana sedimen ini sedang tertimbun kembali, dan menumpuk dari waktu ke waktu, di Selat Makassar oleh arus laut,” ujarnya.

“Sedimen ini menumpuk, dan roboh ketika tidak stabil. Kuncinya adalah mengidentifikasi titik kritis, atau pemicu, yang menyebabkan longsor,” sambung Parsons.

“Kami melakukan penelitian serupa pada Fjord (teluk yang berasal dari lelehan tumpukan es yang sangat tebal dan berat), mengeksplorasi beberapa pemicu dan magnitudo, serta frekuensi longsor yang bisa terjadi,” lanjutnya.

“Peristiwa longsor dan tsunami terbesar, kemungkinan akan terjadi saat laju pengiriman sedimen sangat tinggi. Pemicunya memang jarang, maka ketika terjadi, volume longsor menjadi sangat besar,” pungkasnya.

Penelitian dasar laut ini diterbitkan oleh Geological Society of London.

Terlepas dari itu, Indonesia tercatat telah mengalami dua peristiwa tsunami yang disebabkan tanah longsor pada tahun 2018.

Saat sisi gunung berapi Anak Krakatau runtuh, dan ketika gempa memicu tanah longsor di Teluk Palu, Sulawesi.

Maka jelas, ada kesadaran bahwa tsunami dapat disebabkan oleh sumber selain gempa megathrust di dasar laut, seperti yang terjadi di Sumatra, tahun 2004 silam.