Berita  

Dosa Sistem Pendidikan: Nadiem Ingin Hapus Intoleransi dengan Kurikulum Moderasi Agama

Nadiem Makarim Bicara Dosa di Sistem Pendidikan
YouTube: Pendis Channel

Ngelmu.co – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, bicara soal tiga dosa dalam sistem pendidikan nasional.

Ketiganya adalah intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

Pihaknya, berupaya menghapus ketiga dosa tersebut melalui program Merdeka Belajar.

Mengerucut kepada intoleransi, Nadiem, mengaku sedang menyiapkan materi kurikulum moderasi beragama, yang nantinya akan disisipkan dalam kurikulum Program Sekolah Penggerak.

Saat ini, menurutnya, rancangan tersebut tengah disusun bersama Kementerian Agama (Kemenag).

Sedikit mengulas, sekolah penggerak adalah program yang Nadiem buat untuk mengakselerasi sekolah negeri pun swasta [bergerak 1-2 tahap lebih maju].

“Kami sedang merancang materi terkait moderasi beragama, beserta Kemenag, untuk disertakan di dalam kurikulum Sekolah Penggerak.”

Demikian kata Nadiem, dalam acara Malam Peluncuran Aksi Moderasi Beragama, Rabu (22/9) kemarin, mengutip kanal YouTube Pendis Channel.

Moderasi beragama, menurutnya, sangat penting untuk diajarkan.

Bukan tanpa sebab, tetapi lantaran Nadiem, menilai intoleransi beragama menjadi salah satu dari tiga dosa besar pendidikan di Indonesia.

“Tiga dosa ada di sistem pendidikan kita pada saat ini, dan tiga dosa tersebut, nomor satu adalah intoleransi,” tuturnya.

“Nomor dua adalah perundungan atau bullying, dan nomor tiga adalah kekerasan seksual atau pelecehan seksual,” jelas Nadiem.

Baca Juga:

Ia juga ingin memperjelas posisi Kemendikbud Ristek dan pemerintah pusat terhadap tiga dosa tersebut.

“Ini adalah tiga hal yang akan kita basmikan dari sistem pendidikan kita,” tegas Nadiem.

“Tentunya akan makan waktu untuk melaksanakan ini, tapi itu adalah aspirasi, dan tidak ada abu-abu untuk mencapai aspirasi,” imbuhnya.

Demi mencapai tujuan itu, Kemendikbud Ristek pun mengubah sistem pemetaan mutu pendidikan nasional, guna mengukur nilai-nilai Pancasila.

Jika dahulu pemetaan mutu pendidikan melalui Ujian Nasional, kini lewat Asesmen Nasional.

“Lebih penting lagi, bahkan ada survei karakter, dan ada survei lingkungan belajar,” kata Nadiem.

“Dari survei-survei ini, kita melihat, mengakses nilai-nilai Pancasila yang ada, yaitu nilai kebinekaan, toleransi, keamanan dalam lingkungan sekolah,” imbuhnya.

“Dan dari situlah, kita akan mengukur peta mutu pendidikan di Indonesia, tidak hanya berbasis pada kemajuan kognitif,” sambungnya lagi.

Nadiem juga menjelaskan lebih lanjut materi terkait moderasi beragama yang tengah pihaknya susun bersama Kemenag.

“Itu adalah kurikulum prototipe yang sedang kita tes di dalam sekolah-sekolah penggerak,” ujarnya.

“Di situlah konten-konten moderasi beragama. Kita juga akan melakukan risetnya,” lanjut Nadiem.

“Dan melakukan implementasi di 2.500 sekolah, yang akan terus berkembang setiap tahunnya,” imbuhnya lagi.

Konten moderasi beragama juga akan diberikan kepada para calon pada Program Guru Penggerak Kemendikbud Ristek.

Nadiem menyebut, akan menyisipkan topik kebinekaan dan nilai-nilai moderasi beragama, dalam materi pendidikan Guru Penggerak.

Guru Penggerak adalah program yang juga Nadiem buat, guna mencetak kader kepala sekolah berkualitas.

“Jadinya, sangat penting peran guru penggerak, alumninya itu bakal jadi pemimpin, pengawas, kepala sekolah,” ucapnya.

Nadiem yang menyambut baik inisiatif Kemenag–merancang program penguatan moderasi agama–pun berkata:

“Saya tidak ingin anak-anak hanya bisa toleransi, tapi bisa mencintai perbedaan.”

“Dan sadar, perbedaan sumber kekuatan kita, dan kalau kita kembali ke budaya kita, moderat, berbineka, itu adalah kekuatan asli kita.”

Publik Bicara

Sebagaimana pernyataan para pejabat tinggi negara, ucapan Nadiem pun membuat publik buka suara.

Poin yang paling menjadi perhatian mereka adalah tiga dosa yang Nadiem sebut, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

Berikut beberapa di antaranya yang Ngelmu kutip dari media sosial Twitter, Kamis (23/9):

@hendri_gustaman: Satu lagi, dosa tidak mengangkat tenaga honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun.

@SayaAprianto: Kita dukung semangat Mas Menteri, memerangi tiga hal itu, tapi jangan lupa dengan kesenjangan pendidikan.

Yang mesti diperangi secara serius, antara sekolah terpencil dengan sekolah di kota.

Baik itu fasilitasnya, tenaga pengajarnya, dan kesejahteraan gurunya.

@mikomovic: Pungli atau potongan oleh Kepala Dinas, Kepala Sekolah, dan lain-lain, enggak nih?

Kasihan guru enggak pernah menerima utuh apa yang menjadi haknya.

@basoamir: Tak mengangkat guru honorer puluhan tahun menjadi pegawai negeri adalah salah satu bentuk perundungan di dunia pendidikan.

@chemyholic: Administrasi guru yang masih berbelit-belit dan ribet juga dosa, Pak.

Memang sih, banyak yang suka jalan-jalan sambil bimtek, peserta untung, pembicara dan panitia juga untung.

Tapi buat yang enggak suka, kayak saya, itu buang-buang waktu ninggalin kelas.

@fathur_omen: Dosa ketidakmerataan kualitas akses pendidikan di metropolitan dan daerah terpencil?

Jangan bilang jawabannya ‘YNTKTS’ (Ya, ndak tahu, kok tanya saya), Pak.

@HarrisRegar: Dosa besar di Pendidikan Nasional, Bro @nadiemmakarim.

1. Pungli berkedok uang sumbangan komite yang dijadikan SPP yang memaksa.

2. Korupsi dana BOS, 3. Pungli berkedok uang seragam siswa baru dan pembelian buku-buku, 4. Guru yang malas-malasan mengajar.

@Thanmust: Dengan cara mengurangi pendidikan agama, ya, Pak?

Belajarlah dari orang zaman dahulu, pendidikannya bagaimana. Sebab, dahulu adem ayem, enggak ada provokasi dari media sosial.

@and1denta: Sejahterain guru honorer saja kagak bisa-bisa sampai sekarang.

Jualannye kalau kagak intoleransi, radikal. Kagak ada yang lain apa, Pak?

Baca Juga:

Sebelumnya, Kemenag merilis buku pedoman penguatan moderasi beragama yang akan jadi panduan di lembaga pendidikan.

Baik madrasah, sekolah, maupun perguruan tinggi. Terdapat empat pedoman yang dirilis, yakni:

  1. Buku saku moderasi beragama bagi guru;
  2. Buku modul pelatihan penguatan wawasan moderasi bagi guru;
  3. Pedoman mengintegrasikan moderasi pada mata pelajaran agama; dan
  4. Buku pegangan siswa.