Berita  

Fakta Teranyar Kasus Satu Keluarga Tewas di Apartemen Jakut

Fakta Keluarga Tewas Apartemen

Ngelmu.coCatatan: Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasi dengan pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Sabtu, 9 Maret 2024, empat orang ditemukan tewas, usai melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan, Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut).

Keempatnya adalah EA (pria, usia 50); AEL (wanita, usia 52); JWA (laki-laki, usia 13), dan JL (perempuan, usia 16).

Mereka ditemukan tewas di lantai dasar lobi apartemen.

Saat ditemukan, kondisi keempatnya terikat tali satu sama lain pada bagian lengan.

Polisi belum menyimpulkan, apakah ada peristiwa pidana terkait kematian satu keluarga ini.

Namun, dugaan sementara, polisi menyatakan mereka bunuh diri.

Tes DNA

Kapolres Metro Jakut Kombes Gidion Arif Setyawan, mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan.

Apakah ada tindak pidana dalam peristiwa tewasnya satu keluarga itu atau tidak.

Nantinya, laboratorium forensik yang akan menjawab, apakah ada orang lain di TKP saat keempat korban melompat.

“Yang menjadi pertanyaan ‘kan kemudian kita menjawab, pertama itu adalah peristiwa, ya.”

“Kita belum masuk pada konstruksi hukum, ya, ‘kan. Peristiwa, pertanyaan besar, apakah bunuh diri ataukah ada pihak lain.”

“Nah, itu yang kemudian nanti harus kita jawab menggunakan scientific investigation-nya, menunggu hasil pemeriksaan dari labfor tentang DNA.”

Demikian penjelasan Gidion kepada wartawan di Polres Metro Jakut pada Senin (18/3/2024).

Pemeriksaan DNA dilakukan pada tali karmantel yang mengikat satu korban dengan yang lainnya.

“DNA yang di mana? DNA yang ada di tali yang ditemukan di TKP, satu melekat pada korban, dan satunya terlepas dari korban.”

Mencari Jejak DNA

Pemeriksaan DNA ini dilakukan untuk mencari tahu, apakah ada orang lain di TKP, sebelum satu keluarga tersebut melompat.

“Itu yang kita lakukan, pemeriksaan, intinya itu. Untuk membuktikan, apakah ada tipe atau jenis DNA lain yang ada di tali itu.”

“Itu untuk memastikan, karena kita mengimajinasikan lah, tali karmantel merupakan perlengkapan terakhir untuk peristiwa itu terjadi.”

Minim Jejak Digital

Sampai saat ini polisi masih menyelidiki, dan mengaku kesulitan, karena ponsel korban hancur total.

“[Kondisi] handphone itu pecah, rusak berat, tidak bisa diekstrak.”

Lebih lanjut, Gidion menyampaikan bahwa sebelum tewas, hanya ada beberapa komunikasi yang berlangsung.

Namun, mereka sering berganti-ganti nomor.

“Hanya beberapa komunikasi, dan menggunakan nomor yang berganti-ganti.”

Itu sebabnya pihak kepolisian mengaku kesulitan melacak jejak digital satu keluarga tersebut.

Bahkan, jejak media sosial mereka juga tidak ada.

“Sangat menyulitkan, tidak ada jejak digital. Media sosialnya sudah tidak ada.”

Sempat Sembahyang

Kasat Reskrim Jakarta Utara AKBP Hady Siagian, menyebut, sebelum melompat, istri atau ibu dalam keluar tersebut sempat sembahyang di kelenteng.

“Istrinya berdoa dulu, sembahyang. Nah, terus bapak dan anaknya menunggu di kursi.”

“Duduk di kursi. Pas tangga, itu ‘kan kursi cokelat, tuh, kanan taman, kiri kelenteng ‘kan. Bapak sama anaknya tunggu di situ.”

Akong yang merupakan penjaga kelenteng juga mengaku melihat satu keluarga itu sempat berkunjung ke sana.

Ia mengaku tidak percaya, bahwa itu adalah momen terakhir perjumpaannya dengan mereka.

“Lihat, sembahyang. Cuma enggak menyangka kalau selesai ibadah [dia] bakal loncat,” tutup Akong.

Punya Bisnis Kapal

Dalam kesempatan yang sama, Hady juga mengungkapkan jika keluarga tersebut, sebelumnya memiliki usaha kapal ikan.

Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, usaha itu bangkrut.

“Dulu yang bersangkutan ini punya kapal ikan. Saya kurang paham pemilik atau apanya.”

“Tapi pas Covid, usahanya ini bangkrut. Di situlah mulai yang bersangkutan ekonominya mulai kacau.”

Hady enggan mengatakan bahwa kondisi ekonomi itu menjadi awal keterkaitan informasi keluarga itu terlilit pinjaman online (pinjol).

Ia mengaku belum dapat memastikan hal tersebut, karena semua ponsel korban, hancur.

“Itu belum bisa saya jawab. Pinjolnya, pinjol apa. Handphone-nya saja enggak bisa dibuka.”

Baca juga:

Adapun informasi keterkaitan satu keluarga ini dengan lilitan pinjol, mencuat usai tetangga korban mengaku sempat mendapatkan cerita dari mereka soal tidak mampu melakukan pinjaman lagi dari aplikasi pinjol.

“Pernah curhat sama istri saya, tidak bisa pinjam online lagi. Jadi, dugaan saya ada pinjam online juga, mungkin, ya.”

Demikian pernyataan tetangga korban yang enggan disebutkan identitasnya pada Sabtu (9/3/2024) lalu.

Menurut Hady, dari ponsel yang hancur, hanya sim card milik korban yang tersisa.

Namun, pihak kepolisian masih merahasiakan, apa saja yang ditemukan pada sim card tersebut.

Sebab, sampai saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut.

“Karena mungkin ini rahasia penyelidikan. Kalau saya buka di sini, nanti para pelaku jadi tahu,” pungkas Hady.

Sejauh ini polisi sudah memeriksa 12 saksi yang merupakan keluarga korban, dan orang-orang yang melihat kejadian tersebut di TKP.