Film Nussa Panen Pujian, yang Tuding Taliban? Ya, Itu-Itu Saja

Ngelmu.co – Sejak awal, serial animasi Nussa, tak henti memanen pujian, terutama dari para orang tua di Indonesia.

Apresiasi semakin menjadi, setelah BIFAN [Bucheon International Fantastic Film Festival], memilih Nussa, sebagai salah satu film yang akan tayang di sana, mewakili Indonesia.

“Film Nussa, berkesempatan untuk tayang perdana di dunia pada 25th Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN).”

“Setelah terpilih sebagai film untuk kategori Family Section.”

“Festival BIFAN, akan berlangsung dari tanggal 8 -18 Juli 2021 nanti, di Korea Selatan.”

Demikian kabar membanggakan yang Ngelmu kutip dari akun Instagram resmi, @nussaofficial, Kamis (17/6) lalu.

Penuding Taliban

Namun, seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak akan percaya itu.”

Jadi, mau se-membanggakan apa pun, tudingan satu dan lainnya tetap saja mengudara. Penudingnya? Ya, itu-itu saja.

Sebelum mengulas tudingan teranyar, kita mundur sedikit ke Januari 2021.

Melalui akun Twitter pribadinya, Denny Siregar, menuding Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah dalang di balik film animasi Nussa.

Kepada Sutradara yang juga CEO Visinema Pictures, Angga Sasongko, ia bertanya.

“Mas @anggasasongko, kenapa enggak meniru Upin Ipin? Mereka tidak bicara agama, mereka tidak berpakaian agama, kecuali pas hari besar saja.”

“Tokoh-tokohnya beragam, dari ras Melayu, China, sampai India. Ada usaha keras untuk menyatukan ras-ras di Malaysia.”

“Bukannya malah besarkan film eksklusif binaan HTI,” demikian cuit @Dennysiregar7, Senin (11/1) lalu.

Sejak itu, Angga, sudah menjawab. Tanggapannya selalu santai, karena tudingan yang tertuju pada Nussa, memang isapan jempol belaka.

“Karena saya enggak suka meniru sih. Saya suka karya yang otentik,” balasnya.

“Bahwa asimilasi budaya terjadi di Nusantara. Arab, Cina, Eropa, India, bahkan Mongol,” sambung Angga.

“Bahwa berpenampilan Islami pun anak-anak bisa tetap toleran, bahagia, dan jadi anak-anak sesungguhnya,” imbuhnya lagi.

“Kami bikin film untuk melawan prejudice [prasangka],” tegas Angga.

Meski demikian, Denny, tetap kekeh menilai kalau film animasi Nussa, berkaitan dengan HTI.

“Mas @anggasasongko, apa enggak paham ya, kalau pilem Nusa ini yang bidani Felix Siaw?”

“Liat aja bajunya si Nusa, emang anak muslim Indonesia bajunya model gurun pasir gitu?”

“Setau saya, dari dulu kita sarungan deh. Hati-hati, Mas, jangan jadi jembatan propaganda mereka,” cuit Denny, lagi-lagi.

‘Salam dari Bobby’

Selaku Produser Eksekutif film animasi Nussa, Angga, tetap meresponsnya dengan santai.

Ia menjelaskan, bahwa pada proses kreatif dan produksi, tidak ada keterlibatan pemuka agama.

“Cerita dan skenario film ini digarap Skriptura, divisi IP Development Visinema Group,” tutur Angga, Senin (11/1).

“Produksi animasinya oleh The Little Giantz, dan distribusi serta promosinya oleh Visinema Pictures,” imbuhnya.

Angga juga mengaku, tidak paham, apa alasan Denny, sampai menyeret nama Ustaz Felix Siauw.

“Produsernya istri saya, @anggiakharisma. Penulis skenarionya dua, penulis saya di Visinema. Pendanaan juga dari Visinema dan The Little Giantz,” bebernya.

Meski tak memungkiri jika Ustaz Felix, kemungkinan berteman dengan tim pembuat film Nussa, Angga menegaskan, “Bukan berarti mengintervensi pekerjaan kami.”

“Visinema sudah 12 tahun bikin film. Saya enggak butuh pembelaan lebih jauh. Film-film kami, secara historis memberikan gambaran visi dan independensi kami,” jelasnya.

Lebih lanjut, Angga, mengaku menghargai jika maksud Denny, adalah mengingatkan.

“Hanya saja, menuduh dan mengaitkan Nussa dengan satu kelompok, sangat menyesatkan,” kritiknya.

“Nussa dikerjakan banyak orang; dari berbagai suku dan ras, dari berbagai pemeluk agama,” tegas Angga.

Lagi-lagi Menuding

Kembali ke pernyataan awal. Mau se-membanggakan apa pun, tudingan satu dan lainnya tetap saja mengudara.

Penudingnya? Ya, masih itu-itu saja. Denny masih terus berupaya mengaitkan film animasi Nussa, dengan HTI.

“Gimana HTI, enggak berkembang pesat di negeri ini? Wong para pejabatnya aja enggak paham kalau film Nussa ini adalah produksi Felix Siaw, dalam melakukan cuci otak kepada generasi muda di Indonesia. HTI ngakak membaca berita ini,” cuit Denny, Ahad (30/5) lalu.

Eko dengan Tudingan Talibannya

Jika Denny mengaitkan dengan HTI, kawannya, Eko Kuntadhi–yang hampir selalu satu suara–menghubungkan film animasi Nussa dengan taliban.

Melalui beberapa cuitan, ia menuding Nussa, mempromosikan Indonesia, sebagai cabang khilafah, atau bagian dari kekuasaan taliban.

“Apakah ini foto anak Indonesia? Bukan. Pakaian lelaki sangat khas Taliban. Anak Afganistan,” tuduh Eko, Sabtu (19/6).

“Tapi film Nusa Rara mau dipromosikan ke seluruh dunia. Agar dunia mengira, Indonesia adalah cabang khilafah,” sambungnya.

“Atau bagian dari kekuasaan Taliban. Promosi yang merusak!” kata Eko.

“Di film animasi, pakaian mewakili sebuah identitas. Film bahasa simbol. Pakaian adalah simbol,” lanjutnya.

“Jadi, menilai film animasi, ya, salah satunya dari pakaian,” klaim Eko. “Masa sih, enggak ngerti.”

Meski para pencinta tokoh Nussa pun Rara, tidak terpengaruh, bahkan ikut mengkritik Eko [juga Denny], Angga, tetap meluangkan waktu untuk menanggapi mereka.

“Ah, elo ayam sayur, Eko. Diajak nonton dan diskusi langsung sama gue, enggak nongol idung lo. Mengonfirmasi untuk tidak datang,” kata Angga.

“Ayam sayur kayak lo, cuma berani sembunyi di balik jempol. Gak cukup punya nyali dan intelektualitas buat berdebat,” sambungnya.

“Bisanya cuma datang, isu identitas pakai jempol,” imbuhnya ‘menyentil’.

Sebenarnya, ada yang menyahut, dan satu suara dengan Eko. Orang ini mengingatkan agar publik membedakan anak Indonesia, dengan anak-anak taliban.

Namun, Ngelmu, enggan membahas yang satu ini lebih lanjut. Para pengguna media sosial–khususnya Twitter–juga sudah menanggapinya dengan cerdas.

Eko dan Pengelakannya

Ryan Adriandhy yang merupakan komika sekaligus penggarap Nussa, bersama Visinema Pictures, buka suara.

Ia membeberkan, bagaimana Eko, mengelak, dan lebih memilih untuk melanjutkan kicauannya di media sosial.

“Kami undang resmi baik-baik. Kami ajak nonton private. Gratis. Disewain studio Premiere XXI di Plaza Senayan. Kursi enak; supaya lihat produknya dulu sebelum menuduh. Lihat ceritanya. Kualitas animasinya. Mau diajak diskusi santai sama kreator, enggak mau, maunya lanjut ngebacot.”

Membaca cuitan Ryan, pemilik akun @lazuandi, meminta agar Eko, dimaafkan, “Anggap angin lewat.”

Alih-alih membuat publik mengurungkan niat menonton film Nussa, cuitan Eko justru memicu tanya, ‘belum kebagian jatah’…

Belum Kebagian Jatah?

Penulis, komika, sekaligus sutradara, Ernest Prakasa, salah satunya yang membalas cuitan Eko, dengan pertanyaan tersebut.

“Belum kebagian jatah komisaris, ya, Mas? Semoga segera, amin!” cuitnya, Ahad (20/6).

Sementara film Nussa sendiri, bagi Ernest, bukan hanya mempromosikan nilai-nilai yang positif.

“Nussa juga salah satu lokomotif industri animasi dalam negeri. Semangat terus bawa Nussa ke tempat yang lebih tinggi bro @anggasasongko,” sambungnya.

Baca Juga:

Film animasi Nussa, akan tampil di BIFAN 2021, mewakili Indonesia, bersama dua film lainnya.

Paranoia dari Miles Films, dan Death Knot karya aktor peran Cornelio Sunny.

“Tentu saja, pencapaian ini tidak bisa kami dapatkan tanpa dukungan dari Sahabat,” kata pihak Nussa.

“Terima kasih banyak, ya!” imbuhnya. “Hal ini merupakan sebuah kebanggaan bagi kami, karena #FilmNussa, berkesempatan untuk dinikmati dan diapresiasi oleh penonton Asia dan dunia.”