Ngelmu.co – Akankah nasib ibu kota negara (IKN) baru; Nusantara, berada di ujung tanduk?
Seperti diketahui, pada Jumat (11/3/2022) lalu, SoftBank Group menyatakan batal berinvestasi di IKN Nusantara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Kini, mengutip Bisnis, muncul kabar bahwa dua konsorsium yang menjadi investor pembangunan megaproyek IKN Nusantara, hendak menyusul.
Mereka akan mengikuti langkah SoftBank; urung menanamkan dananya untuk mengembangkan pusat pemerintahan baru Indonesia.
Informasi ini berasal dari dua sumber berbeda, yang masing-masing memiliki hubungan dekat dengan eksekutif dan legislatif.
Sumber yang dekat dengan legislatif bilang, ada dua konsorsium yang berancang-ancang mundur dari komitmen membantu pendanaan IKN Nusantara.
Namun, sumber enggan membongkar identitas konsorsium tersebut.
Termasuk alasan yang menjadi dasar pembatalan penanaman modal yang telah dijanjikan.
“Informasinya, ada yang akan mundur, tetapi masih belum jelas [alasannya],” tutur sumber tersebut, belum lama ini.
Sumber yang dekat dengan pemerintahan kemudian mengonfirmasi kabar ini.
Menurut sosok yang menolak disebutkan namanya itu, isu adanya investor yang hendak menyusul Softbank, sudah tersiar di kalangan pemangku kebijakan.
Kabar ini jelas menjadi pukulan telak bagi pemerintah.
Sebab, pemerintah memang tengah berburu investor untuk merealisasi pembangunan megaproyek IKN Nusantara.
Apalagi SoftBank, membatalkan komitmennya untuk terlibat dalam pembangunan IKN Nusantara.
Artinya, Softbank tidak jadi menanamkan dana hingga US$40 miliar, dalam proyek tersebut.
Kini, pemangku kebijakan pun harus memutar otak, demi mencipta magnet dan daya tarik.
Agar investor mau berinvestasi di kawasan pusat pemerintahan baru.
Baca Juga:
Di sisi lain, anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno, bicara.
Ia memandang, salah satu pengganjal investasi IKN Nusantara adalah adanya proposal yang tidak dapat diakomodasi oleh pemerintah.
Itulah yang terjadi pada Softbank.
Menurut Hendra, pemerintah menolak salah satu permintaan kompensasi Softbank, karena bertentangan dengan UU 3/2022 tentang IKN.
“Dan juga, saya tidak akan heran kalau ada satu atau dua lagi konsorsium yang mundur,” sebutnya.
Sebenarnya, pemerintah juga telah menggencarkan pencarian investor.
Teranyar, pemerintah tengah menjajaki dua negara, yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Menurut Kementerian Investasi (Kemeninves)/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam berinvestasi, negara-negara Timur Tengah, punya karakteristik tersendiri.
Deputi Perencanaan Investasi Kemeninves Nurul Ichwan juga memberikan penjelasan.
Ia bilang, investasi di proyek sebesar IKN, mencakup banyak lini.
Mulai dari infrastruktur dasar seperti jalan dan perairan, hingga perumahan komersial ataupun pusat perdagangan.
Tiap lini tersebut, menurutnya, memiliki investor tersendiri.
Arab Saudi, kata Ichwan, adalah salah satu negara yang tertarik berinvestasi di IKN.
Arab Saudi dan berbagai negara lain di Timur Tengah, juga memiliki ‘sifat’ tersendiri dalam berinvestasi.
Bagaimana dengan penuturan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan?
Ia mengungkapkan, pihaknya berupaya mendekati Abu Dhabi dan Riyadh, agar tetap bisa memperoleh dana investasi bagi proyek IKN.
Luhut bilang, pemerintah akan terus berkomunikasi dengan dua negara di Timur Tengah tersebut.
“Sekarang, kami harapkan [sumber dana] Vision Fund yang ada dari Abu Dhabi dan Saudi itu, bisa masuk kita [ke proyek IKN].”
“Enggak usah lewat SoftBank,” kata Luhut, usai gelaran Grand Launching Proyek Investasi Berkelanjutan, Kamis (17/3/2022) lalu, di Jakarta.
Namun, meski mengeklaim, mendapat antusiasme dari penanam modal, kalangan pengamat menilai upaya memboyong investor asal berbagai negara Timur Tengah, bukanlah perkara mudah.
Baca Juga:
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Azyumardi Azra, misalnya.
Ia mengatakan, ada kendala cukup berat atas angan pemerintah; mendapat dana segar dari Timur Tengah.
Pasalnya, investor dari kawasan itu selalu mengedepankan imbal hasil [return] yang diperoleh.
Termasuk jangka waktu pengembalian modal, sebelum mereka memutuskan berinvestasi dalam sebuah proyek.
“Itu tidak akan terjadi, karena yang mereka pikirkan, profit,” kata Azra.
“Seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA, mereka menanamkan investasi di sektor yang profitable,” sambungnya.
“Mereka melihat IKN, tidak profitable. Jadi, mereka akan hindari,” imbuhnya lagi.
Maka menurut Azra, pemerintah perlu belajar dari batalnya investasi Arab Saudi di proyek Mandalika Family Tourism, lima tahun lalu.
Pada Maret 2017, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud berkunjung ke Indonesia.
Kala itu, ia menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun, komitmen tersebut gagal terealisasi, sehingga pembangunan negara kembali menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini, menurut Azra, menjadi sinyal bahwa berbagai negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, kurang berminat untuk menanamkan dananya di Indonesia.
“Negara asing yang tertarik membiayai infrastruktur di Indonesia, itu baru Jepang,” sebutnya.
Baca Juga:
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira, juga bicara.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyulitkan pemerintah menarik investasi Arab Saudi.
Pertama, pascamundurnya Softbank, banyak investor yang ragu berinvestasi di IKN Nusantara.
Sebab, proposal teknis dan jaminan penduduk IKN dalam jangka panjang, belum jelas.
Kedua, Arab Saudi tengah mendorong kembali investasi di sektor minyak dan gas, lantaran momentum tingginya harga minyak mentah di pasar global.
Ketiga, seandainya tertarik berinvestasi di negara lain, negara itu perlu jaminan keselarasan dengan visi Arab Saudi 2030.
Di antaranya masuk dengan green energy, teknologi, dan pertanian.
“IKN tidak cocok dengan visi tersebut,” kata Bhima.
“Apalagi dalam proses pembebasan lahan, IKN rentan konflik dengan keberlanjutan lingkungan hidup,” lanjutnya.
Keempat, sejauh ini, porsi investasi asal Arab Saudi, sangat kecil. Bahkan, cenderung turun dalam 10 tahun terakhir.
Meski demikian, Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono, belum dapat memastikan informasi tersebut.
Dalam keterangan resminya, Sidik cuma bilang:
[Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus ibu kota Nusantara, bersumber dari APBN dan/atau sumber lain, yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan].“Pemerintah, sedapat mungkin menekan pendanaan yang bersumber dari APBN,” kata Sidik.
“Dengan memaksimalkan pendanaan yang dimungkinkan, dan sesuai menurut perundang-undangan,” jelasnya.