Ini 6 Poin Hasil Ijtima’ Ulama Se-Indonesia Terkait Masalah Kebangsaan

Ngelmu.co, JAKARTA – Komisi Fatwa MUI menggelar Ijtima Ulama Se-Indonesia VI di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada awal Mei lalu. Acara tersebut digelar untuk membahas masalah strategis kebangsaan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, HM Asrorun Niam mengatakan ijtimak ulama Komisi Fatwa MUI ini
juga terkait dengan tanggung jawab bela negara. Asrorun yang berperan sebagai pimpinan sidang pleno mengatakan perlu upaya untuk menjaga dan merawat NKRI.

“NKRI wujud perjanjian kebangsaan, perlu upaya untuk cegah pengkhianatan terhadap perjanjian kebangsaan,” kata Asrorun dalam keterangan tertulis yang diterima Ngelmu.co, Senin (4/6/2018).

Di dalam poin-poin ijtimak yang dihasilkan, MUI mengajak seluruh pihak berperan untuk menjaga keutuhan NKRI. Sikap bela negara wajib dimiliki setiap warga negara. Di sisi lain, negara wajib mewujudkan kehidupan yang berkeadilan di berbagai lini kehidupan.

Berikut ini adalah enam poin hasil ijtima’ ulama:

MENJAGA EKSISTENSI NEGARA DAN KEWAJIBAN BELA NEGARA

1. Eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pada hakekatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama (al-muahadah al-jamaiyah) bangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan umat Islam dari generasi ke generasi. Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata-aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini.

2. Perjanjian kebangsaan dalam bentuk NKRI berdasarkan Pancasila dengan sila pertama menjiwai sila-sila lainnya, menegaskan religiusitas dan ketauhidan. Perjanjian itu secara syari mengikat seluruh elemen bangsa yang wajib dipelihara dan dijaga dari setiap upaya mengubahnya. Hal itu merupakan manifestasi kecintaan kepada negara dan bangsa (hubb al-wathan) yang merupakan bagian dari keimanan.

3. Setiap upaya menjaga dan memelihara perjanjian kebangsaan tersebut akan menghadapi tantangan dan ancaman dari dalam dan luar negeri. Hal itu terjadi karena adanya kepentingan dari kelompok masyarakat di dalam negeri, dari suatu negara tertentu, atau dari aliansi kelompok masyarakat dalam negeri dengan negara-negara tertentu karena adanya kepentingan yang sama dan mengancam kelangsungan eksistensi dan kedaulatan negara dan bangsa ini.

4. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya. Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara dilancarkan secara sistematis, misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara, dan pengendalian media massa sebagai pembentuk opini publik sesuai dengan tujuan yang diinginkan. 

5. Dengan dasar pemikiran di atas, harus dilakukan upaya bela negara untuk mempertahankan eksistensi NKRI dengan memperkokoh karakter bangsa dan pilar-pilar kebangsaan, menuju tercapainya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, demi memperoleh ridha Allah SWT danterwujudnya masyarakat yang berkualitas (khairu ummah).

6. Dalam rangka memperkuat negara dan bangsa serta menghindari terjadinya pengkhianatan terhadap perjanjian kebangsaan, perlu dilakukan upaya:
a- Negara wajib mewujudkan kehidupan yang berkeadilan, terutama dalam bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik, sehingga tercipta rasa adil, aman, dan sejahtera secara merata.
b- Setiap warga negara wajib melakukan bela negara, sehingga dapat mengantisipasi segala bentuk ancaman yang datang dari dalam maupun luar, pengkhianatan dan upaya pemisahan diri (separatisme) serta upaya mengubah bentuk negara-bangsa.

Banjarbaru, 9 Mei 2018
Pimpinan Sidang Pleno
Ketua

Dr. HM Asrorun Niam Sholeh, MAÂ