Jokowi-Ma’ruf Dalam Bayang-Bayang Kekalahan Mega-Hasyim

 

Resmi sudah Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendaftarkan diri sebagai capres dan cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (10/8/2018). Keduanya jadi duet nasionalis-religius dan mengingatkan pada pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dalam Pilpres 2004.

Kala itu Mega-Hasyim menghadapi 4 pasangan, yakni Wiranto-Sholahudin Wahid, SBY-JK, Agum Gumelar-Hamzah Haz dan Amien Rais-Siswono Yudohusodo. Pasangan Mega-Hasyim dan SBY-JK lolos ke putaran kedua dengan perolehan suara masing-masing 31.569.104 26,61% dan 39.838.184 33,57%.

Di putaran kedua, pasangan Megawati-Hasyim Muzadi kalah dari pasangan SBY-JK. Kala itu Mega-Hasyim mendapat perolehan suara 44.990.704 atau 39,38%, sementara SBY-JK 69.266.350 atau 60,62%.

Jokowi-Ma’ruf Amin seperti mengulang Mega-Hasyim. Duet ini dimaksudkan merengkuh suara kaum nasionalis dan Islam, khususnya tradisional. Bedanya, dulu Mega adalah ketua umum PDIP, sekarang Jokowi hanya “petugas partai” PDIP. Dulu Hasyim Muzadi adalah ketua umum PBNU, kini Ma’uf Amin sebagai Rais Aam PBNU dan juga ketua umum MUI.

NU memang jadi sumber suara yang kerap diperebutkan. Maklum, NU merupakan organisasi Islam tua dan besar dengan jumlah anggota puluhan juta.

“Sering orang mengatakan warga NU jumlahnya banyak. Berapa? Pokoknya banyak. Jadi NU disampaikan banyak, tetapi kalau ditanya jumlahnya, insya Allah ada 40 juta, insya Allah 20 juta,” kata Sekjen PBNU Hilmi Faisal dalam acara soft launching Kartu Tanda Anggota NU (Kartanu) di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/4/2016).

Menarik ditunggu, apakah keberadaan Ma’ruf Amin bisa mendongkrak suara Jokowi? Atau justru keduanya akan bernasib sama dengan Mega-Hasyim?

 

Erwyn Kurniawan