Kasus Bechi: Tak Cukup Jadi Korban, ‘Kami juga dapat Ancaman…’

Kasus Bechi

Ngelmu.co – Berbagai pihak turut mengawal kasus M Subchi Azal Tsani (Bechi). Korban juga terus membeberkan pengakuan demi menggapai keadilan.

[Peringatan: Artikel ini mengandung konten eksplisit pemerkosaan yang dapat memicu kondisi emosi dan mental pembaca. Kami menyarankan untuk tidak meneruskan membaca, jika Anda mengalami kecemasan serta meminta bantuan profesional]

Belasan Korban

Berdasarkan keterangan korban, saksi, dan juga polisi, Bechi memerkosa dan melakukan kekerasan terhadap lebih dari 15 santriwati dan pengikut tarekat Shiddiqiyyah.

[Saya merasa masa kecil saya sudah direnggut oleh Subchi. Saya dipaksa berhubungan seksual, saya dianiaya, saya disekap, saya dilaporkan menyebarkan konten pornografi. Masa kecil saya penuh ketakutan]

Begitu kutipan dari kesaksian salah satu korban Bechi, yang Ngelmu kutip dari detikX.

Reporter berkomunikasi dengan yang bersangkutan, melalui perantara pendampingnya, pada Ahad, 10 Juli 2022.

[Bahkan, hingga saat ini. Orang tua saya dituduh sebagai preman pembunuh bayaran. Trauma saya rasanya tidak bisa hilang. Saya ingin Subchi, dihukum seberat-beratnya]

Polda Jawa Timur (Jatim), telah menetapkan Bechi, sebagai tersangka pemerkosa 5 santriwati di Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang.

Siapa Bechi? Ia adalah anak dari pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah, yakni KH M Mukhtar Mukthi (Kiai Tar).

Bechi yang menjabat sebagai guru dan wakil rektor di pesantren tersebut, juga merupakan Ketua Umum (Ketum) Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah.

Berdasarkan narasumber detikX–yang tidak bisa disebutkan identitasnya–jumlah korban Bechi, banyak.

[Itu yang saya tahu, ada 15 orang. Mereka cerita ke saya juga. Sangat mungkin masih ada korban lain]

Demikian penuturan salah seorang narasumber pada Jumat, 8 Juli 2022.

Menurutnya, salah satu kasus perkosaan, bahkan terjadi sejak 2012. Tidak hanya memerkosa, tetapi Bechi juga melakukan berbagai jenis penyiksaan.

Di saat mendapat perlawanan, Bechi menyundutkan rokok yang masih menyala ke arah pelipis korban.

Tidak jarang, punggung dan kaki korban yang ketika itu masih berusia belasan tahun, juga mengalami lebam akibat penyiksaan.

Pendamping korban bilang, perlakuan Bechi itu berlangsung sekitar 5 tahun (2012-2017).

Tiap bulan, Bechi memaksa untuk bertemu dan memerkosa korban. Ia menyertai perlakuannya dengan ancaman.

Jika berani melawan, Bechi mengancam akan mengeluarkan korban dari pondok.

Bukan cuma itu, Bechi juga bakal menyebarkan aibnya, serta dan menghancurkan keluarga korban.

Pada 2017, Bechi bahkan menculik dan menyekap salah satu korban selama dua hari di daerah Plandaan.

Selama itu juga Bechi, terus memerkosa dan tidak memberi makan korban.

Bechi bahkan melempar korban, karena sempat melawan. Akibatnya, korban mengalami sejumlah luka parah.

[Selanjutnya, korban dibawa oleh ajudan Bechi ke Polsek Ploso. Justru korban yang dilaporkan, karena menyebarkan konten pornografi]

Korban yang ditahan dapat bebas bersyarat, jika orang tuanya datang dan meminta maaf.

Setelah kejadian tersebut, korban juga dikeluarkan dari Ponpes Shiddiqiyyah.

Wine, Hutan, dan Kemben

Menurut pengakuan salah satu mantan murid Ponpes Shiddiqiyyah–dan juga pendamping korban–pada 2017, Bechi merekrut santriwati untuk mengelola klinik Sehat Tentrem.

Sebuah klinik kesehatan spiritual yang dikelola oleh Bechi.

Menyeleksi para santriwati untuk menjadi sukarelawan klinik, sebelum membawa mereka ke daerah Puri, Kecamatan Plandaan, Jombang.

Di sanalah berdiri kompleks yang juga dikelola oleh Bechi, bernama Pesantren Jati Diri Bangsa.

Banyak pohon jati mengelilingi akses jalan panjang menuju kompleks tersebut.

Di dalam kompleks itu juga berdiri beberapa bangunan, gubuk, dan kolam.

Hanya para santri serta orang dalam pesantren yang boleh masuk ke area tersebut dengan bebas; sementara permukiman warga sekitar pun terletak cukup jauh.

Keheranan para santriwati mulai muncul ketika mereka diminta melakukan sejumlah perbuatan yang tidak lazim.

Seperti meminum wine, semalaman tinggal sendirian di dalam hutan, hingga mandi kemben.

[Saat mandi, kami diminta mengenakan jarit Sidomukti. Katanya agar mulia dan mendapat ilmu metafakta. Kata Bechi, itu ilmu sudah ada sejak 100 ribu tahun lalu]

Berkedok wawancara personal, Bechi membawa para santriwati ke salah satu gubuk bernama Cokro.

Di sanalah, Bechi memerkosa para korban.

Menyadari ketidakwajaran tersebut, para santriwati akhirnya memutuskan mundur dari klinik.

Setelahnya, para korban juga melapor ke petinggi ponpes. Namun, pengurus Ponpes Shiddiqiyyah tidak menggubris.

Tidak lama setelah itu, Bechi mulai menyebut para korban dan mantan pegiat klinik yang keluar, sebagai sosok yang akan menghancurkan pesantren.

[Kami juga mendapat ancaman pembunuhan, dibuntuti, dan foto kami disebar pengikut Bechi, padahal kami waktu itu masih berumur belasan tahun]

Berbagai kondisi itu juga yang membuat belasan santriwati (beberapa korban dan rekannya) dikeluarkan dari fasilitas pendidikan Shiddiqiyyah.

Cari Keadilan, Korban Malah Diserang

Sebagai salah satu pendamping korban, Nun Sayuti sempat bertandang ke ponpes di Ploso, untuk bertemu Bechi.

Ia hendak meminta penjelasan Bechi, atas pemerkosaan yang dilakukan.

Menurut Nun, Bechi yang mengakui perbuatannya, berdalih punya hak untuk melakukan hal biadab tersebut.

[Dia bilang, dirinya sudah diangkat jadi mursyid, dan berhak serta bisa menikahkan dirinya sendiri. Jadi, dia tidak merasa bersalah]

Meski demikian, salah satu korban–ditemani rekannya sebagai pendamping–tetap berupaya mencari keadilan.

Ia melaporkan pemerkosaan tersebut ke Polres Jombang pada Mei 2018.

Namun, lagi-lagi korban mendapat ancaman, hingga sejumlah orang mendatangi kediamannya.

Ada juga beberapa pihak dari Ponpes Shiddiqiyyah yang mendatangi orang tua korban, untuk menawarkan sejumlah uang.

Agar korban, mencabut laporan.

Akibat banyaknya ancaman terhadap korban, akhirnya laporan pun terpaksa dicabut.

Pada Juli 2018, salah satu korban–ditemani rekan sekaligus pendamping–kembali melapor ke Polres Jombang.

Sayangnya, laporan tersebut ditolak dengan alasan tidak cukup bukti.

Mereka tidak berhenti. Pada 2019, upaya melapor ke kepolisian dan melakukan visum ulang, kembali dijalankan.

Hasilnya, Polres Jombang menetapkan Bechi sebagai tersangka; pada 12 November 2019.

Penetapan status tersangka membuat dukungan mulai mengalir untuk para korban.

Termasuk dari Women Crisis Center (WCC) Jombang, Lembaga Bantuan Hukum, dan elemen masyarakat lainnya.

Dari WCC, korban serta rekannya, mendapat pendampingan psikologis.

Sesuatu yang sebelumnya belum didapatkan korban; bahkan dari kepolisian.

Baca Juga:

Salah satu pendamping korban, saat sedang mengaji pada 2021, dikeroyok oleh 6 pria yang tidak lain merupakan pengikut Bechi.

Pengeroyok berusaha merampas ponsel, dan membentur-benturkan kepala rekan korban ke tembok.

Atas perbuatannya, salah satu dari 6 pelaku, hanya dihukum 6 bulan penjara.

[Saya diteror lewat media sosial juga. Alamat rumah saya disebar oleh pengikut Bechi. Rumah saya disamperin mereka, total 25 motor dan 3 mobil]

Demikian penuturan salah seorang pendamping korban.

Lebih lanjut, menurut para pendamping, korban sangat terpukul ketika menyaksikan kepolisian tampak kesulitan menangkap Bechi.

Kadang, karena kesal Bechi, tidak kunjung ditangkap, korban dan para pendamping pun menghubungi langsung para penyidik Polda Jatim.

[Waktu lihat video Kapolres berdialog dengan Kiai Tar, beberapa korban pada lemas. Mereka bilang ke saya, langsung menangis semua, kok, orang jahat ini sulit sekali ditangkap]

Bagaimana dengan Kiai Tar? Walaupun putranya sudah resmi menjadi tersangka dan buron, menurut penuturan pendamping korban, ia justru menuduh para korban sebagai PKI Jombang, HTI, dan tukang fitnah.

Berdasarkan hasil penelusuran detikX, Kiai Tar menyampaikan tudingan itu di hadapan pengikutnya.

Tepatnya, dalam acara mauidloh chasanah yang berlangsung pada Kamis, 20 Januari 2022 lalu, di Ponpes Shiddiqiyyah.

Melalui akun Instagram pribadinya, Bechi juga sempat menyebarkan informasi serupa.

Ruang Aman untuk Korban

Meski Bechi, sudah ditangkap, para pendamping menilai para korban masih rentan. Mereka butuh pendampingan psikologis.

Direktur WCC Jombang Ana juga mengatakan jika para korban, masih mengalami trauma.

Berikut pernyataan Ana:

Sampai sekarang, kondisi korban, pada awal upaya penangkapan itu, waswas sudah pasti, kemudian dia juga merasa risau.

Tapi setelah diinformasikan pelaku sudah ditahan, tentu saja dalam benak korban, dia akan memikirkan…

Bagaimana dia bisa siap secara psikologis berhadapan dengan terdakwa di persidangan.

@ngelmuco Tentang #Bechi ♬ News – Synthezx

Terpisah, Ketum Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) Joko Herwanto, menganggap semua tuduhan terhadap Bechi, tidak benar.

Di matanya, semua itu hanya tuduhan atau fitnah. Ia juga geram, karena Bechi, disebut sebagai gus cabul, kiai cabul, dan sebagainya.

Menurut Joko, padahal seharusnya terdapat asas praduga tidak bersalah, sampai ada putusan pengadilan.

“Mbah Kiai (Kiai Tar) meyakini bahwa ini adalah fitnah yang menimpa beliau, keluarganya, khususnya kepada Mas Bechi.”

Begitu pernyataan Joko kepada reporter detikX, akhir pekan lalu.

Namun, ia tetap berjanji akan mematuhi proses serta putusan hukum.

“Kami tunggu saja, apa pun keputusan hukumnya, kami hormati. Moga-moga yang terbaik bagi semuanya,” tutup Joko.