Berita  

Kasus Sambo, Teddy, hingga Rafael Alun Jadi Gambaran Merosotnya Tata Kelola Negara

Tata Kelola Negara

Ngelmu.co – Kasus pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo, kasus narkoba yang melibatkan Teddy Minahasa Putra, hingga janggalnya harta Rafael Alun Trisambodo, menjadi gambaran merosotnya tata kelola Republik Indonesia (RI).

Demikian penilaian mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, yang turut menyoroti berbagai kasus tersebut.

Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) itu sadar betul, bagaimana belakangan ini kasus-kasus itu menyita perhatian publik.

Termasuk kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang pada Jumat, 3 Maret 2023.

Menurut Sudirman, tata kelola negara sedang mengalami kemerosotan, sehingga tidak ada kontrol yang baik.

Akibatnya, sejumlah kasus yang punya dampak skala besar pun mencuat ke publik.

“Kontrol dan tata kelola negara sedang mengalami kemerosotan yang nyata. Kasus demi kasus terungkap dalam skala yang tak pernah terjadi sebelumnya,” tutur Sudirman, Rabu (8/3/2023).

Pria yang dikenal sebagai tokoh kemanusiaan sekaligus antikorupsi ini juga menyebut, kasus yang menjerat bekas Kadiv Propam Polri, Sambo–ataupun Teddy–hanya bagian kecil dari puncak gunung es.

Begitu juga dengan Rafael Alun Trisambodo yang merupakan bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sekaligus ayah dari tersangka kasus penganiayaan, Mario Dandy Satrio.

Sudirman menyampaikan, kasus itu berpotensi menjadi megaskandal yang ceritanya belum masuk babak akhir.

“Kejahatan oleh pejabat tinggi Polri, baik dalam kasus Ferdy Sambo maupun Teddy Minahasa, menjadi puncak gunung es dari suasana penegakan hukum kita,” ujar mantan Sekjen PMI itu.

“Kasus Rafael Alun beserta segenap cerita ikutannya yang belum selesai mengemuka, berpotensi menjadi megaskandal dalam pengelolaan keuangan negara,” sambung Sudirman.

Bukan cuma kasus pejabat publik, menurunya, pengawasan yang mengendur juga terlihat pada kasus kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang menewaskan 19 warga.

“Kebakaran depot BBM Plumpang yang merenggut korban jiwa, tak lepas dari kendurnya sistem kontrol dan tata kelola negara,” jelas Sudirman.

Baca Juga:

Sudirman juga menilai jika saat ini, pejabat negara mengabaikan prinsip tata kelola yang baik.

Terlihat dari merosotnya nilai-nilai integritas hingga transparansi.

“Yang sedang terjadi adalah pengabaian prinsip-prinsip tata kelola yang baik [good governance]. Para pemimpin di berbagai sektor, telah menyepelekan pentingnya integritas, transparansi, keadilan, dan tanggung jawab moral,” kritik Sudirman.

Atas berbagai masalah itulah, mantan Dirut Pindad ini menekankan pentingnya penegakan hukum dalam berdemokrasi.

Sudirman juga mengingatkan, kekuasaan yang berjalan secara ugal-ugalan, akan berdampak buruk.

“Di sinilah, hukum besi demokrasi harus ditegakkan. Bila kekuasaan berjalan secara ugal-ugalan, menimbulkan begitu banyak korban dan kerusakan, maka saatnya untuk melakukan penyegaran.”

“Karena itu, demokrasi yang sehat mensyaratkan pergiliran kekuasaan melalui proses pemilihan umum yang teratur.”

Demikian jelas Sudirman yang pernah menerima penghargaan KPK, sebagai penyelenggara negara yang paling besar melaporkan gratifikasi tahun 2015.

Menurutnya, jalan keluar atas permasalahan saat ini adalah terselenggaranya pemilu yang sehat.

“Pemilu adalah mekanisme sehat yang memberi jalan bagi perubahan, dan perbaikan dalam pengelolaan negara.”

“Karena itu, kita harus memanfaatkan Pemilu 2024 dengan sebaik-baiknya, untuk menyegarkan praktik bernegara yang sedang mengalami kemerosotan moral,” sebut Sudirman.

Di akhir, ia juga menyatakan bahwa lewat Pemilu, akan lahir pemimpin yang kuat, ditopang nilai-nilai keseluruhan, dengan menjunjung integritas serta keteladanan.

“Kekuasaan yang kuat adalah yang ditopang oleh keluhuran, di dalamnya ada integritas, keteladanan, pengorbanan, dan pengabdian pada orang banyak.”

“Bila kekuasaan hanya menyisakan wajah kesewenang-wenangan, kecurangan, aji mumpung, dan konflik kepentingan, maka itu tanda-tanda hilangnya kredibilitas,” pungkas Sudirman.