Berita  

Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang Melambat

Kereta Cepat Melambat

Ngelmu.co – Jika bicara soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), bukan hanya biayanya yang membengkak, tetapi prosesnya pun melambat.

Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo pun membenarkan, bahwa proyek KCJB, memang terancam terhambat, sehingga penyelesaiannya diundur.

Ia bilang, penyelesaian proyek KCJB, bakal molor kalau penyertaan modal negara (PMN), tidak kunjung cair.

Mengingat kas Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), hingga September mendatang, juga menipis.

Didiek menjelaskan persoalan ini dalam rapat Komisi V DPR.

“Kemarin sudah dalam pembahasan menyeluruh, dan akan diberikan support, dan ini apalagi enggak jadi 2022,” tuturnya.

“Maka berpotensi penyelesaian kereta cepat ini akan terhambat juga, karena cast flow KCIC itu akan bertahan sampai September,” sambung Didiek.

Sehingga, lanjutnya, belum turun. “Maka cost overrun ini, Juni 2023, akan terancam mundur,” imbuhnya lagi.

Didiek juga memaparkan bahwa masalah proyek KCJB ini bermula dari kontraktor.

Begitu juga terhambat pembebasan tanah pada 2019 lalu. “Ini luar biasa.”

“Nah, saat itulah, kemudian kita, PT KAI, diminta untuk masuk,” sebut Didiek.

“Namun, baru dengan keluarnya Perpres 93 Tahun 2021, kemarin, kereta api betul-betul menjadi lead sponsor daripada kereta cepat ini,” ucapnya.

Baca Juga:

Sebagai informasi, awalnya, biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian proyek KCJB adalah 6 miliar dollar AS.

Namun, kata Didiek, pihaknya mendapati adanya pembengkakan biaya yang terdiri dari:

  • Pembebasan lahan;
  • Enginering, procurement, construction (EPC);
  • Relokasi jalur; dan
  • Biaya lainnya.

“Sejak awal, di pembebasan lahan ini antara 100 juta-300 juta dolar AS, yang besar juga EPC ini di angka 600 juta dolar AS sampai 1,2 miliar dolar AS… relokasi jalur-jalur, kemudian biaya financing cost sendiri,” papar Didiek.

Kementerian BUMN menyebut cost overrun proyek KCJB, akan ditutup dengan dana dari konsorsium pemegang saham dan juga utang.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pun merinci konsorsium yang beranggotakan sejumlah BUMN, seperti PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

Sementara konsorsium Cina, Beijing Yawan HSR Co Ltd.

Di mana besaran dana yang ditanggung adalah 25 persen dari pembengkakan proyek; sesuai komposisi saham.

PT PSBI sendiri memegang 60 persen saham–pada PT KCIC sebagai pemilik proyek–sementara, Beijing Yawan memegang 40 persennya.

Menurut Arya, PSBI diperkirakan menambal pembengkakan sebesar Rp4 triliun.

Nantinya, dana berasal dari penyertaan modal negara (PMN), yang masuk lewat PT KAI.

Sementara konsorsium Cina, diperkirakan akan menambal Rp3 triliun.

Lalu, bagaimana dengan 75 persen dari pembengkakan biaya? Itu akan ditutup dengan utang.

“Nanti yang 75 persen, kami akan cari loan [pinjaman]. Loan yang akan dibayar pada saat sudah mulai operasional,” kata Arya, Rabu (3/8/2022) kemarin.

“Di situ, dimasukkan dalam semuanya. Jadi, dimasukkan dalam loan juga, 75 persen itu,” sambungnya.

“Itu yang akan diperkirakan… apakah cari dari perbankan mana, mungkin dari Cina, atau dari mana,” imbuhnya lagi.

Pinjaman itu, kata Arya, akan atas nama KCJB.

Baca Juga:

Namun, Arya belum membeberkan siapa yang akan memberikan pinjaman, karena pihaknya juga masih mencari sumber pendanaan tersebut.

“Kita cari ‘kan, kita lagi cari, nih. Bisa dari bank Cina dan sebagainya, lagi dicari, bisa lah,” sebutnya.

Biaya pembangunan proyek KCJB, memang membengkak dari rencana awal.

Dalam proposal penawaran yang disampaikan pemerintah Cina pada 2015 lalu, pihaknya menawarkan biaya pembangunan proyek hanya dengan US$5,13 miliar.

Namun, berdasarkan hitungan terbaru KAI, terjadi pembengkakan biaya proyek KCJB, maksimal sebesar US$1,9 miliar atau Rp28,5 triliun.

Artinya, maksimal anggaran pembangunan yang dibutuhkan adalah Rp118,5 triliun.

Sebagai pemegang proyek ini, China Development Bank (CBD), pun meminta Indonesia, ikut menanggung pembengkakan biaya tersebut.

Pada Rabu (27/7/2022) lalu, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo, telah bicara.

Ia membenarkanya adanya permintaan, agar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) RI, ikut menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB.

Namun, pemerintah Indonesia, tidak bisa langsung menerima permintaan tersebut.

Pasalnya, masih harus dilakukan pembahasan di Kementerian Keuangan; sebagai bendahara APBN.

“Ada permintaan, karena cost overrun ini, agar di-cover oleh pemerintah Indonesia,” kata Wahyu.

“Terkait hal ini, teman-teman dari Kementerian Keuangan, baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kami untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost overrun,” jelasnya.