Opini  

Matinya Obor di Tangan Jokowi

 

Api obor Asian Games dikabarkan telah melalui 63 titik di 54 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Setelah digabungkan api dari India dan Api Abadi Mrapen.

Di berbagai kota, iring-iringan api di berbagai kota ini disambut dengan semangat dan riang gembira. Hiburan yang sederhana.

Kata Puan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK),  api obor dinilainya, “Menggelorakan semangat tim Indonesia untuk bisa mencapai prestasi tertinggi dan bisa mengibarkan Bendera Merah Putih serta mengumandangkan lagu Indonesia Raya”.

Torch relay diserahkan kepada Presiden Joko Widodo,  yang diserahkan atlet Verawaty Fajrin, peraih medali emas bulu tangkis 1978.

Tak lama kemudian, api obor di tangan Jokowi mendadak mati. Nyalanya tiada. Menjadi pusat perhatian meski tak berapa lama kemudian dibantu menyala kembali.

Adalah hukum alam jika api kecil bisa mati karena angin sedang kencang-kencangnya. Sebuah kejadian alam yang biasa saja. Namun bila diamati dengan baik, pemegang obor yang satunya lagi, mengapa apinya terus hidup?

Pertama, mungkin ada angin lokal. Artinya angin berembus hanya di wilayah sekitar Jokowi saja. Sementara angin tak menghampiri kepada pemegang obor satu lagi sehingga api obor tak padam.

Kedua,  jangan-jangan apapun yang dipegang pak Jokowi padam. Republik saja hampir padam. Utang membumbung tinggi. Nilai rupiah terjungkal. Kemarahan rakyat makin menyala. Angka pengangguran tak berkurang banyak. Ulama dikriminalisasi namun ujungnya menggamit ulama demi suara.

Jika nyala obor adalah simbol semangat rakyat Indonesia untuk mencapai prestasi. Maka semangat itu tak boleh dipegang Jokowi agar tak padam, tanpa angin tanpa hujan.

Matinya obor di tangan Jokowi seharusnya menjadi pelajaran buat calon presiden dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu, bagaimana perasaan emak-emak saat kompornya mati kehabisan gas apalagi jika harga elpiji membumbung tinggi dan harus antre yang panjang agar kompornya menyala kembali.

Matinya obor di tangan Jokowi seharusnya menjadi pelajaran, bahwa menyalakan kembali semangat beragama masyarakat itu tidak mudah. Makanya sumber cahaya ilmu jangan ditiup dan dipadamkan.

Setidaknya pagelaran Asian Games tak menyoal api obor yang padam. Tapi aksi spektakuler di panggung opening. Dan Jokowi berhasil kabur dari mobilnya dengan sepeda motor, melewati jalan raya dengan meliuk-liuk di kemacetan, menyusuri gang-gang tikus tanpa mematikan mesin motornya, berhenti di zebra cross dan kemudian tampil di panggung meski aksinya diduga pakai stuntman. Setelah akting jadi tukang becak, tukang tambal ban dan kini biker, memang Jokowi penghibur yang sempurna.

@Paramuda