Berita  

Milenial Jawab Megawati soal ‘Sumbangsih untuk Bangsa dan Negara’

Megawati Sumbangsih Milenial

Ngelmu.co – Para demonstran milenial, menjawab Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, soal ‘sumbangsih untuk bangsa dan negara’.

Sebelumnya, Mega, mengkritik aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Ia, menanyakan hal apa yang bisa kalangan muda beri untuk negerinya, selain berdemo.

Menurut Mega, milenial, harus menunjukkan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara.

Mendengar itu, para demonstran milenial pun menjawab.

Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Fajar Adi Nugroho (22), misalnya.

Mengutip CNN, ia, menyayangkan sikap para elite partai juga pemerintahan, yang kerap meremehkan gerakan anak muda.

Padahal menurut Fajar, aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law, yang mereka lakukan itu adalah sumbangsih nyata.

Mereka, turun ke jalan demi memperjuangkan hak rakyat.

“Hari ini mahasiswa bergabung dengan rakyat, menjadi bukti dari amalan Tri Dharma Perguruan Tinggi, amalan pendidikan dan pengabdian kami pada rakyat,” tegas Fajar, Rabu (28/10).

Menurutnya, sudah sepantasnya para pemuda yang telah mengenyam pendidikan tingkat kampus, untuk turun ke jalan.

Ia, justru menanyakan generasi senior yang hanya berdiam, menyaksikan rakyat sengsara.

“Para elite yang sudah mengenyam pendidikan tinggi, di luar negeri, justru diam saja melihat kebijakan yang melemahkan rakyat. Di mana gelar-gelar akademik mereka selama ini?” kritik Fajar.

Baca Juga: PDIP Jelaskan Maksud Megawati Tanya Sumbangsih Milenial untung Bangsa

Begitu pun dengan mahasiswa Universitas Nasional, Abia Indou (29).

Ia, juga menyayangkan pernyataan Mega, dan menegaskan aksi unjuk rasa itu, sebagai sumbangsih nyata kalangan muda untuk Indonesia.

Mereka turun ke jalan, berbaur dengan elemen buruh, petani, nelayan, rakyat miskin kota, dan lainnya.

Maka Abia, mengingatkan jika upaya deligitimasi terhadap gerakan mahasiswa, tidak akan berpengaruh.

“Jika menyebut gerakan kami gerakan yang tidak berasal dari hari nurani, itu bullshit [omong kosong], karena ini perjuangan murni untuk bangsa Indonesia,” tegas Abia.

Ia, membahas soal berdirinya bangsa Indonesia, berkat peran para pemuda.

Mulai dari Boedi Oetomo pada 1908, dan berlanjut dengan Sumpah Pemuda pada 1928.

Abia, bahkan menilai elite kekuasaan saat ini, ingin memutarbalikkan sejarah.

Ia, menduga adanya upaya menghilangkan peran pemuda dalam membangun bangsa.

“Pemerintah mencoba mengubah fakta sejarah peran pemuda zaman sekarang,” tuturnya.

Kalangan buruh juga ikut bersuara. Dian Septi Trianti (37), namanya.

Ia, menilai para elite lupa, bahwa demonstrasi juga bentuk sumbangsih kaum muda dari masa ke masa.

Dian, mengingatkan beberapa momentum pendirian bangsa yang diwarnai demonstrasi pemuda.

Seperti Reformasi 1998, yang penggeraknya juga mahasiswa.

“Ketika teman-teman kritis dan ikut turun ke jalan, itu adalah sumbangsih,” ujarnya mengapresiasi.

“Jangan dianggap demonstrasi bukan sumbangsih. Negara ini dibangun dari rentetan demonstrasi,” beber Dian, di lokasi aksi.

Maka ia pun berharap, elite kekuasan tak lagi meremehkan perjuangan pemuda.

Pasalnya, intelektual kelas dunia pun berjuang lewat tulisan dan turun ke jalan.

“Setop merepresi kaum muda yang turun ke jalan, setop,” tegas Dian.

“Kemudian jangan represi dengan ancaman drop-out, pelarangan demo, membatasi hanya buat karya ilmiah saja,” imbuhnya.

Baca Juga: Sekjen PDIP Hasto Tegaskan Jika Rezim Jokowi Tidak Represif

Nining Elitos (42), dari elemen buruh, juga tidak sepakat jika elite meremehkan gerakan para milenial.

“Itu hal yang keliru, justru kita harus mengajarkan, pemuda harus memiliki kecerdasan, keberanian, dan pengetahuan,” pesannya.

“Bagaimana mempertahankan agar bangsa kita tidak dijajah, agar rakyat Indonesia, tidak dijajah,” sambung Nining.

Ia, justru mengapresiasi kemauan pada pemuda menjadi tulang punggung aksi unjuk rasa, berbagai daerah.

Nining, juga berharap milenial tidak kendor, meski diremehkan para elite.

Ia, berpendapat saat ini sudah bukan saatnya untuk membeda-bedakan elemen pergerakan.

Menurut Nining, ketidakadilan di negeri ini harus dilawan bersama.

“Tidak lagi kita bisa percaya terhadap kekuasaan saat ini,” tegasnya.

“Maka penting penyatuan dari seluruh gerakan rakyat, dan berbagai macam aliansi di daerah-daerah, untuk melakukan perjuangan sekuat-kuatnya,” pungkas Nining.