Modus Operandi Dalam Mematikan Lawan Politik, Benarkah?

Ngelmu.co – Beredar video di Youtube yang diunggah dengan nama akun Islam Peace 212 yang dipublikasikan tanggal 14 September 2018. Dalam video tersebut diungkapkan beberapa tokoh yang telah menyatakan dukungannya untuk calon presiden petahana, Joko Widodo. Mungkinkah hal ini merupakan modus operandi untuk mematikan lawan politik?

Diketahui bahwa sejumlah tokoh memberikan dukungannya untuk Jokowi pada pilpres 2019. Sejumlah tokoh tersebut ternyata memiliki atau tersandung kasus hukum.

Seperti Ustaz Yusuf Mansur. Sebelumnya sempat menjadi heboh tentang sikap dari Ustaz Yusuf Mansur atau yang lebih sering disapa dengan UYM. UYM dikabarkan beberapa waktu lalu mendukung Jokowi pada pilpres 2-19. Namun, UYM membantah kabar tersebut dan menyatakan dirinya dalam posisi yang netral, berada di tengah, di antara kubu Jokowi dan kubu Prabowo.

Menilik lebih jauh, UYM sejak setahun yang lalu tersangkut kasus hukum. Beberapa orang diketahui telah mengajukan gugatan kepada UYM karena dugaan kasus penipuan.

Sampai kemarin, Kamis (27/9/2018), dilansir dari Antara, sejumlah orang yang menyatakan dirinya korban penipuan UYM menuntut pengembalian uang mereka yang diduga telah ditipu oleh UYM berdasarkan skema yang jelas bagi keseluruhan korban.

Sejumlah korban mengatakan bahwa UYM sejak 2012 gencar mengajak para jamaahnya untuk berpartisipasi patungan aset dan usaha, yang disebutkan sebagai investasi sedekah, dengan menjanjikan sejumlah keuntungan. Namun para korban tersebut menyatakan bahwa janji keuntungan tak pernah terealisasi.

***

Kemudian, Hary Tanoe Sudibyo, sebelum dukung Jokowi, tersangkut kasus dugaan korupsi restitusi (ganti kerugian) pajak 2007-2009 yang dilakukan oleh PT Mobile 8. Selain itu, kasus Harry Tanoe (HT) sebagai tersangka SMS ancaman kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus sebagai sebuah kebetulan belaka. Pola-pola ajaib bak drama, HT beserta kasus-kasusnya cukup mudah dikenali.

Dimulai dari HT dilaporkan, jadi tersangka, kemudian pengajulan praperadialan, namun praperadilan ditolak dan sampai Jaksa Agung, Prasetyo yang merupakan bekas pentolan Nasdem, menyatakan akan tetap melanjutkan kasus ini agar tidak menimbulkan anggapan bahwa ada politisasi. Namun, setelah itu, apa ada kelanjutannya?

Pada akhirnya kasus CEO MNC Group ini mengambang. Bahkan Prasetyo pun seakan menjilat ludahnya sendiri karena terbukti tidak melanjutkan kasus HT sampai saat ini. Ditambah, bertepatan dengan itu, HT secara dadakan mendeklarasikan dukungannya pada Jokowi di pilpres 2019.

***

Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, sebelum merapat ke Jokowi dan menyatakan dukungannya pada pilpres 2019 untuk Jokowi, sejak Mei 2018 telah diperiksa oleh KPK. TGB diperiksa terkait dugaan kasus korupsi divestasi saham PT Newmount.

Dalam kasus ini, KPK menemukan aliran dana ke rekening pribadi TGB yang diduga berkaitan dengan pembelian 24 persen saham hasil divestasi Newmont. Adalah salah satu aliran dana berasal dari PT Recapital Asset Management ke rekening Bank Syariah Mandiri TGB senilai Rp 1,15 miliar pada 2010. Pemilik Recapital sendiri adalah Rosan Roeslani yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN).

Kepada KPK, TGB mengatakan uang pinjaman dari Rosan Roeslani itu digunakan untuk kebutuhan pondok pesantrennya, Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan, di NTB. Saat itu, TGB mengatakan dana tersebut tidak terkait dengan divestasi saham Newmont.

***

Selanjutnya Erick Tohir. Sebelum menjadi ketua pemenangan kubu Jokowi-Ma’ruf, Erick sempat diperiksa oleh polisi atas dugaan korupsi Asian Games.

Pada akhir tahun 2016, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya meminta keterangan Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) itu terkait dengan kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018.

Selain itu, Presiden Inter Milan tersebut juga tersandung masalah kasus dugaaan pencucian uang saat membeli klub Italia Inter Milan. Kabarnya pada Maret 2018, Erick Tohir sempat diperiksa oleh pihak berwenang di Italia.

***

Selanjutnya Ridwan Kamil yang sudah menegaskan dukungannya kepada calon presiden petahana Jokowi. Mantan Walikota Bandung tersebut dikabarkan disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kota Bandung, yang diberikan kepada Bandung Creative City Forum (BCCF) pada 2012 lalu sebesar Rp1,3 miliar.

Dilansir dari RMOL, saat itu Ridwan Kamil menjabat sebagai Ketua BCCF. Oleh karena itu, diduga hal itulah yang menjadi alasan Ridwan Kamil saat mencalonkan diri menjadi calon gubernur Jawa Barat melalui Nasdem dan meninggalkan partai yang telah mengantarkan dirinya menjadi walikota Bandung. Kasus Ridwan Kamil atas dugaan korupsi dana hibah BCCF itu saat ini ditutup alias dipetieskan oleh pihak Kejaksaan.

Perlu diketahui, sejak 20 November 2014, Jaksa Agung saat ini dipegang oleh HM. Prasetyo yang juga salah seorang bekas pentolan Nasdem.

***

G.S. Vicky Lumentut yang merupakan walikota Manado juga telah menyebrang dari Demokrat ke Nasdem. Demokrat kemudian, memutuskan untuk memecat Vicky Lumentut yang menyeberang ke Nasdem tersebut.

Vicky Lumentut diketahui sedang diperiksa oleh KPK sebagai saksi atas dugaan korupsi penggunaan dana hibah penanggulangan bencana banjir Kota Manado tahun 2014. Panggilan KPK terhadap Vicky ini terungkap dari foto surat panggilan yang beredar di sosial media.

***

Berdasarkan beberapa kejadian yang telah diuraikan di atas, apakah ini menjadi modus operandi kubu Jokowi dalam membajak kader atau mematikan lawan politiknya?

Dapatkah ditarik benang merah terkait modus operandi yang berlaku terhadap beberapa tokoh di atas, yaitu dicari kasus hukum dari kader yang ingin dibajak, dijadikan tersangka Kejaksaan Agung (Jaksa Agung saat ini merupakan bekas pentolan Nasdem), kemudian negosiasikan kasus, jika ingin selamat dari jerat hukum, wajib masuk partai pendukung Jokowi?