Berita  

“Netanyahu Tidak Ingin Mengakhiri Perang di Gaza”

Netanyahu Perang Gaza
Pengunjuk rasa memegang plakat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat protes pro-Palestina di kantor pusat BP di Melbourne, Australia, 15 April 2024. Foto: EPA-EFE/James Ross

Ngelmu.co – Ismail Haniyeh selaku pemimpin politik Hamas, memperingatkan kemungkinan serangan pasukan penjajah Israel di Rafah; hal yang dapat menyebabkan pembantaian terhadap rakyat Palestina.

Dalam wawancara eksklusif dengan Anadolu pada Sabtu lalu, Ismail berkata, “Saya menyerukan kepada semua negara persaudaraan…”

“Saudara kita di Mesir, saudara kita di Türkiye, saudara kita di Qatar, sebagai mediator, dan negara-negara Eropa, agar mengambil tindakan untuk menahan agresi [Israel].”

“Dan mencegah operasi di Rafah, serta penarikan total [pasukan penjajah Israel] dari Jalur Gaza, dan berakhirnya serangan terhadap Gaza.”

Soal perlawanan rakyat Palestina, Ismail mengatakan, “Jika musuh, zionis, masuk ke Rafah, rakyat Palestina, tidak akan mengibarkan bendera putih.”

“Pejuang perlawanan di Rafah, siap mempertahankan diri dan melawan serangan.”

Apa yang diinginkan Israel, ‘tidak dapat diterima’

Ismail juga menekankan, bahwa Israel, belum menerima gencatan senjata di Gaza, meskipun semua perundingan telah dilakukan.

Puluhan proposal juga sudah diajukan melalui mediator.

“Yang diinginkannya hanyalah mengambil kembali para tahanan, kemudian memulai kembali perang di Gaza, dan ini bukanlah hal yang benar.”

“Pasukan penjajah Israel, harus mundur sepenuhnya dari Gaza. Israel juga tidak ingin para pengungsi kembali ke Gaza utara.”

“Mereka menerima kepulangan secara terbatas dan bertahap. Ini tidak bisa diterima.”

Ismail menekankan bahwa Israel, mengusulkan sejumlah kecil orang untuk pertukaran tahanan, meskipun telah menangkap hampir 14.000 warga Palestina dari Tepi Barat dan Gaza; sejak 7 Oktober 2023.

“Israel dan AS yang tidak memberikan tekanan apa pun [terhadap Israel], dan itulah yang menghalangi tercapainya kesepakatan.”

“Begitu Israel, menerima tuntutan ini, kami akan siap mencapai kesepakatan,” kata Ismail.

Ia juga mencatat bahwa, meskipun Hamas, menunjukkan fleksibilitas dalam negosiasi, Israel mengambil sikap tanpa kompromi, dan menghubungkan kegagalan serta gangguan pembicaraan dengan sikap tersebut.

Pemerintahan Gaza pascaperang

Ismail menyatakan bahwa Gaza akan diperintah oleh Palestina, setelah perang berakhir.

“Hamas tidak bersikeras untuk menjadi satu-satunya otoritas dalam pemerintahan Gaza.”

“Namun, kami adalah bagian dari rakyat Palestina, dan dapat membentuk pemerintahan, persatuan nasional, berdasarkan kemitraan, dan menyepakati pemerintahan Gaza.”

“Ini adalah masalah nasional. Kami tidak akan membiarkan situasi Palestina di Gaza, Tepi Barat, atau keduanya diatur oleh penjajah atau pihak lain.”

Ismail mengatakan, alternatif mengenai pemerintahan Gaza, telah diusulkan. Namun, alternatif tersebut tidak mungkin berhasil.

“Kami melakukan seruan dua tahap untuk pengaturan politik dalam negeri Palestina.”

“Tahap pertama, terdiri dari reorganisasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk mencakup semua kelompok Palestina.”

“Tahap kedua, melibatkan pembentukan pemerintahan nasional yang akan mengambil tindakan rekonstruksi Gaza.”

“Dan menyatukan lembaga-lembaga di Tepi Barat dan Gaza di bawah satu atap, serta memastikan terselenggaranya pemilihan presiden, legislatif, dan dewan nasional.”

Ismail menggarisbawahi bahwa Gaza adalah bagian nasional Palestina yang menunjukkan bahwa Hamas, mengharapkan pemerintahan konsensus nasional yang meliputi Gaza dan Tepi Barat untuk memerintah setelah perang.

‘Puluhan ribu martir di bawah reruntuhan’

Ismail mengatakan, Israel yang mengebom Gaza dari udara, dan sebelum masuk melalui darat, mengadopsi strategi berdasarkan pembunuhan.

Israel memberlakukan blokade militer dan kemanusiaan, menghancurkan rumah sakit, sekolah, infrastruktur, toko roti, apotek, dan pabrik.

“Selama lebih dari lima bulan, tidak ada apa pun yang masuk ke Gaza.”

“Kelaparan digunakan sebagai senjata untuk mematahkan keinginan masyarakat, dan menekan mereka untuk bermigrasi dari utara ke selatan.”

“Ini adalah situasi yang sangat sulit, baik dari segi jumlah korban tewas dan korban luka, serta mereka yang terjebak di bawah reruntuhan.”

“Ada ribuan martir yang terkubur di bawah reruntuhan. Tiap hari, kami menemukan kuburan massal baru.”

Baca juga:

‘Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang di Gaza’

Mengenai ketegangan Iran-Israel, Ismail mengatakan, “Semua ini menunjukkan dua hal.”

“Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang di Gaza. Sebaliknya, ia ingin memperluas kerangka perang regional.”

“Demikian pula, mereka ingin Amerika untuk melakukannya, menjadi bagian dari garda terdepan melawan Iran, dan bagian dari sayap militer yang melayani Israel.”

“Musuh zionis bertanggung jawab atas ketegangan dan eskalasi regional ini, mengabaikan hak-hak rakyat kami.”

“Terus menyerang rakyat kami, tempat suci kami, khususnya Yerusalem dan Al-Aqsa, dan melanjutkan perang, genosida di Gaza.”

‘Israel memberlakukan pemadaman media’

Ismail menilai sikap media terhadap Gaza, bahwa ada perhatian dan dukungan yang baik terhadap apa yang terjadi di Gaza dari media Turki, Arab, dan global.

Ia menekankan bahwa Israel, memberlakukan penutupan media secara signifikan, dan mencegah anggota media asing memasuki wilayah tersebut.

Tujuannya untuk mencegah tereksposnya kejahatan dan kekejaman, sehingga tidak menyita perhatian dunia.

Ismail mendesak media Turki dan yang lainnya untuk terus mengungkap kejahatan Israel.

Menyoroti dimensi tragedi kemanusiaan di Gaza, dan menghentikan pemadaman media Israel.

Setelah pertemuannya dengan Erdogan di Istanbul, Ismail mengatakan kepada Anadolu, bahwa ini adalah pertama kalinya ia berbicara dengan organisasi media internasional; sejak 7 Oktober 2023.

‘Darah anak-anakku tidak lebih berharga dari anak-anak Palestina’

Ismail mencatat, serangan yang menewaskan putra dan cucunya, serta mengatakan bahwa hal itu mencerminkan tiga poin.

“Pertama, kegagalan musuh mencapai target militer selama tujuh bulan, kecuali membunuh warga sipil, ribuan anak-anak, wanita, dan orang tua.”

“Oleh karena itu, pembantaian yang dilakukan selama hari raya yang menewaskan tiga putra, dan lima cucu saya juga termasuk dalam konteks ini, serta menyoroti kegagalan musuh.”

“Kedua, kesalahpahaman bahwa pembantaian yang terjadi di rumah saya, anak-anak saya, dan cucu-cucu saya, akan memberikan tekanan pada pemimpin dan pimpinan gerakan, untuk membuat konsesi dalam negosiasi yang sedang berlangsung, dan hal ini menyesatkan.”

“Ketiga, anak-anak saya adalah bagian dari rakyat Palestina, dan keadaan mereka sama dengan rakyat Palestina.”

“Sejak awal, saya katakan bahwa darah anak-anak saya, tidak lebih berharga daripada anak-anak Palestina. Rakyat Palestina di Gaza, Tepi Barat, atau di mana pun.”

Ismail menekankan bahwa semua syuhada di Gaza, Tepi Barat, atau di luar negeri adalah anak-anaknya.

“Oleh karena itu, kita setara dalam hak, kewajiban, dan pengorbanan. Kami menerimanya dengan ketabahan, tekad, dan kemauan yang teguh.”

“Terlepas dari biaya dan pengorbanan yang diperlukan, kami akan terus menempuh jalan ini,” tegas Ismail.

Sumber: TRTWorld