Ombudsman: Pakai Uang Elektronik Itu Pilihan, Bukan Kewajiban!

Ngelmu.co – Belum lama ini dikeluarkannya kebijakan untuk membayar tol secara non tunai yang akan berlaku pada 31 Okrober 2017. Kebijakan tersebut mendapatkan respon yang besar dari masyarakat. Banyak warga yang mengadukan kebijakan tersebut kepada Ombudsman.

Terkait hal itu, Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman, memanggil Bank Indonesia dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), untuk mengkonfirmasi pengaduan masyarakat terhadap penerapan transaksi non tunai pada jalan tol.

Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty menjelaskan bahwa ‎Ombudsman telah melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan perwakilan BI dan BPJT, menindaklanjutkan pengaduan masyarakat atas penerapan 100 persen transaksi non tunai pada jalan tol mulai 31 Oktober 2017.

“Ombudsman telah melakukan pertemuan high level dengan BI dan BPJT PUPR, hari ini,” kata Lely, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Lely menyatakan jika Ombudsman telah menerima laporan dari masyarakat, di antaranya ‎pengenaan biaya pengisian (top up) uang elektronik, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengembalian uang yang sudah dimasukan ke kartu uang elektronik dan jaminan keamanan uang elektronik.

“Ombudsman telah menerima laporan terkait pengenaan biaya top up dan beberapa hal lain,” tutur Lely.

‎Menurut Lely, hal yang disoroti Ombudsman adalah pengaturan biaya isi ulang, karena dinilai kurang tepat dan tidak memberikan keuntungan bagi konsumen. Selain itu, belum adanya bukti uang elektronik memberikan manfaat lebih dibandingkan tunai.

Lely juga menyatakan bahwa Ombudsman juga menyoroti kewajiban penggunaan transaksi non tunai ‎pada jalan tol. Seharusnya hal tersebut merupakan pilihan masyarakat tidak bisa dipaksakan.

Masyarakat seharusnya berhak memilih. Kemudian uang elektronik itu adalah pilihan bukan kewajiban. Oleh karena itu semua, Ombudsman memberikan warning atas kebijakan tersebut.