“Pak Anies Tidak Perlu Datang ke Pesantren Kami…”

Anies Datang ke Pesantren

Ngelmu.co – Menilik maksud dari kalimat, “Pak Anies, tidak perlu datang ke pesantren kami…”

Dalam sebuah acara di Surabaya, Anies Baswedan bertemu dengan seorang kiai yang memimpin pesantren besar.

Pesantren dengan jumlah santri ribuan. Pesantren terkemuka yang memiliki jaringan alumni sangat luas.

Bukan hanya di Jawa Timur, tetapi juga di seluruh Indonesia.

Dalam acara tersebut, saya mendengar Pak Anies, mengutarakan niatnya untuk silaturahmi dan mendatangi pesantren besar tersebut.

Namun, jawaban kiai tersebut sungguh tidak disangka. Kira-kira begini jawabannya:

Pak Anies, saya sudah dihubungi beberapa pihak, termasuk yang mengaku tim Pak Anies, yang ingin mengatur agar Pak Anies, hadir di pesantren kami.

Saya selalu menyampaikan ke mereka, bahwa Pak Anies, tidak usah ke pesantren kami.

Kami sudah pasti mendukung Pak Anies, dan kami juga sudah menyampaikan kepada seluruh santri serta jaringan alumni.

Bahwa pilihan terbaik untuk Indonesia adalah Pak Anies.

Sementara masih banyak tempat-tempat lain yang masih harus diyakinkan untuk mendukung Pak Anies.

Jadi, Pak Anies, tidak usah datang ke pesantren kami.

Lebih baik waktu Pak Anies yang terbatas itu digunakan untuk mendatangi tempat lain yang bisa menambah suara untuk Pak Anies.

Buat kami yang utama, Pak Anies menang di pilpres ini daripada Pak Anies mendatangi kami.

Kami akan terus bergerak untuk Pak Anies, tanpa harus didatangi Pak Anies.

Sambil berseloroh, kiai tersebut melanjutkan, “Burung itu kalau mau terbang, perlu melebarkan sayap, bukan menebalkan sayap.”

“Pak Anies tidak perlu menebalkan sayap. Pak Anies perlu melebarkan sayap, menambah ‘mualaf-mualaf’ baru untuk AMIN [Anies-Cak Imin]. Hehehe…”

MasyaAllah!

Bagi kalangan santri dan pesantren, pasangan AMIN, bukanlah orang lain. Pasangan yang paling ideal.

Dua-duanya, capres dan cawapresnya sama-sama pernah nyantri.

Anies pernah nyantri di Ponpes Pabelan, Magelang, sementara Gus Imin [panggilan akrab Muhaimin Iskandar], bukan sekadar santri.

Cak Imin bahkan lahir dan tumbuh di Ponpes Denanyar, Jombang; peninggalan kakeknya yang juga salah satu pendiri NU, Alm. KH Bishri Sansuri.

Jadi, baru kali ini, Indonesia memiliki pasangan capres dan cawapres yang keduanya hasil didikan pondok pesantren.

Baca juga:

Lalu, apakah seluruh kiai, santri, dan pesantren, otomatis mendukung pasangan AMIN?

Tentu tidak.

Pasti ada sebagian kecil pesantren yang mendukung pasangan selain AMIN, karena beberapa faktor.

Misalnya, pengasuhnya memiliki hubungan keluarga baik langsung maupun tidak langsung dengan paslon lain.

Memiliki ‘utang budi’ dengan paslon lain, karena dulu pernah dibantu, atau juga kebetulan pesantren tersebut berafiliasi dengan partai tertentu yang mendukung paslon lain.

Ada juga pesantren yang sudah telanjur ‘ber-akad’ dengan paslon lain, dengan komitmen sejumlah mahar.

Hal-hal di atas, tentu tidak dapat dipungkiri, tapi jumlahnya tidak banyak.

Bahwa mayoritas ponpes, mendukung pasangan AMIN adalah sebuah keniscayaan.

Menariknya, rata-rata ponpes yang mendukung pasangan AMIN, mereka bergerak secara organik.

Mungkin berlandaskan oleh perasaan, bahwa pasangan AMIN adalah bagian dari dirinya yang layak untuk diperjuangkan, agar menduduki posisi tertinggi di negeri ini.

Rata-rata, masing-masing pesantren punya cara sendiri untuk mengekspresikan dukungannya.

Mereka tidak hanya bergerak di internal pesantren, mereka menginstruksikan jaringan alumninya untuk bergerak.

Mereka tidak pernah meminta apa-apa, selain jika nanti jadi presiden, ada perhatian secara khusus untuk dunia pesantren.

Beri ruang seluas-luasnya untuk berkontribusi memajukan Indonesia.

Wakil Sekretaris PCI-NU Aljazair dan alumnus Universitas Emir Abdelkadir Constantina Aljazair, Khoirul Bakhri

Oleh: Wakil Sekretaris PCI-NU Aljazair dan alumnus Universitas Emir Abdelkadir Constantina Aljazair, Khoirul Bakhri