Berita  

Pengakuan Pejabat Cina soal Vaksin Sinovac Bikin Gaduh, Kemenkes RI Buka Suara

Kemenkes Gao Fu Sinovac
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, dalam webinar di Jakarta, Jumat (26/2/2021). Foto: Antara/Indriani.

Ngelmu.co – Pengakuan seorang pejabat Cina soal efikasi vaksin COVID-19 Sinovac [buatan salah satu perusahaan swasta di negaranya] tergolong rendah, menggaduhkan banyak pihak. Tidak terkecuali masyarakat Tanah Air.

Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah memvaksinasi warganya dengan vaksin buatan Sinovac Biotech Ltd, CoronaVac.

Menanggapi kegaduhan ini, melalui konferensi pers, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pun buka suara.

Pemerintah memastikan, bahwa vaksin yang digunakan sejauh ini, telah memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Dari uji klinis di Unpad pun angka pembentukan antibodi yang muncul selama uji klinis tahap III, yakni 95-99 persen, artinya sudah sangat baik.”

Demikian kata Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi, Senin (12/4) kemarin, mengutip Detik.

Ia juga merespons, ide mencampur [mengombinasikan] penggunaan vaksin COVID-19 yang berbeda untuk meningkatkan efikasi.

Kemenkes RI memilih untuk tak buru-buru, “Tentang adanya rencana pemerintah Cina, mencampur vaksinnya, kita tunggu saja.”

“Karena ini ‘kan masih harus melalui berbagai uji klinis untuk memastikan, bahwa ide ataupun inovasi ini memiliki efektivitas,” sambung Nadia.

Sebelumnya, Direktur CDC [Pusat Pengendalian Penyakit] Tiongkok Gao Fu, pada Sabtu (10/4) lalu, menyampaikan keraguannya atas efektivitas vaksin Sinovac.

“Vaksin [Tiongkok] saat ini [Sinovac] tidak memiliki tingkat perlindungan yang sangat tinggi,” tuturnya, mengutip AP.

Pejabat lainnya juga mengungkap soal adanya rencana pembuatan vaksin baru berbasis mRNA.

“Setiap orang harus mempertimbangkan manfaat vaksin mRNA bagi umat manusia,” kata Gao.

“Kita harus mengikutinya dengan hati-hati, dan tidak mengabaikannya hanya karena kita sudah memiliki beberapa jenis vaksin,” sambungnya.

Namun, usai memicu kegaduhan, Gao membantah pemberitaan media soal ‘pemerintah Cina mengakui efektivitas vaksin buatan negaranya tergolong rendah’.

Pihaknya menegaskan, bahwa pemberitaan-pemberitaan tersebut murni kesalahpahaman.

Gao juga menjelaskan, jika dalam diskusi ilmiah terkait kemanjuran vaksin COVID-19 di dunia, ia sempat menyampaikan usul.

Ia mengusulkan untuk mencoba prosedur vaksinasi serta jenis vaksin yang tidak berurutan, guna memaksimalkan potensi kemanjuran vaksin.

“Tingkat perlindungan vaksin di dunia terkadang tinggi, terkadang rendah,” tutur Gao, mengutip Global Times, Selasa (13/4).

“Bagaimana cara meningkatkan kemanjurannya? Itu perlu dipertimbangkan oleh ilmuwan-ilmuwan di dunia,” imbuhnya.

Baca Juga: Pejabat Cina Akui Efektivitas Vaksin Sinovac Tergolong Rendah

Menurut Gao Fu, salah satu penyebabnya adalah karena ini pertama kalinya COVID-19 muncul.

Maka jelas, banyak masalah ilmiah yang juga naik ke permukaan, termasuk soal vaksinasi.

Oleh sebab itu, perlu mencoba penyesuaian proses vaksinasi, meliputi jumlah dosis serta interval suntik.

Sembari mengadopsi vaksinasi, berurutan dengan berbagai jenis vaksin.

“Ini adalah pertama kalinya manusia disuntik vaksin Corona. Semua prosedur vaksinasi kami, berbasis ekstrapolasi inokulasi,” kata Gao.

“Vaksin virus lain sebelumnya, dan sejauh ini bekerja dengan baik,” imbuhnya.

“Namun, jika ke depannya diperlukan perbaikan, kami dapat menyesuaikan karakteristik virus Corona baru, dan situasi vaksinasi,” lanjutnya mengeklaim.

Gao juga percaya, pengembangan dan penyesuaian vaksinasi COVID-19, perlu berjalan terus.

Sebab, memang terdapat banyak pertanyaan ilmiah seputar pandemi COVID-19 yang samapai detik ini belum terjawab.

“Jika kita mengikuti cara tradisional mengembangkan vaksin, kita tidak akan berhasil mendapatkan vaksin dalam setahun,” ujar Gao.

“Tetapi para ilmuwan di dunia, mengembangkan vaksin COVID-19 dalam beberapa bulan,” sambungnya.

“Yang merupakan pertama kalinya dalam sejarah. Masih ada banyak pertanyaan yang perlu dijawab,” pungkas Gao.

Tingkat efikasi vaksin Sinovac memang berbeda-beda di setiap negara penggunanya.

Peneliti Brasil menemukan bahwa Sinovac hanya mampu mencegah infeksi gejala di 50,4 persen.

Sementara berdasarkan uji klinis fase ketiga di Indonesia, efikasi Sinovac berada di 65,3 persen.

Menurut ahli alergi dan imunologi Iris Rengganis, hasil efikasi dari kedua negara di atas berbeda, karena pengaruh karakteristik subjek ujinya.