Berita  

Penistaan Agama Makin Marak

Di Pandeglang, Arnoldy Bahari alias Ki Ngawur Permana juga terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah [melakukan tindak pidana menyebar informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu, kelompok, masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, golongan dan ras].

Polisi mengamankannya pada Sabtu (25/11/2017) lalu, karena unggahannya di Facebook–mengenai syahadat–meresahkan warga Cikadu, Cibitung, Pandeglang.

Arnoldy mengatakan, bahwa dalam syahadat, jika belum menyaksikan Allah, maka kesaksian tersebut dinilai saksi palsu.

Ia menyampaikan pernyataan tersebut pada Selasa (21/11/2017), sekitar pukul 00.05 WIB.

“Itu SARA masalahnya, jadi masalah akidah. Jadi, katanya kalau ashadu alla Illaha, ia mengatakan, harus ada buktinya, wujudnya harus ada,” kata Camat Cibitung Dedi, kala itu.

Lamboan Djahamao

Sementara warga Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Lamboan Djahamao, terbukti menista agama.

Sebab, ia mempertanyakan kelahiran Yesus pada 25 Desember.

Mengutip putusan kasasi pada situs Mahkamah Agung (MA), Jumat (8/11/2019), Lamboan mengajukan pledoi. Berikut isinya:

Majelis adalah benteng terakhir kami pencari keadilan dan kebenaran dalam kasus saya ini.

Kalaupun Tuhan yang saya sembah tidak melepaskan dan membebaskan saya melalui Majelis Hakim…

Saya tetap tidak menerima hari lahir Tuhan saya dengan tahun kelahiran dan tanggal kelahiran para dewa kekafiran.

Dan akhirnya saya mengucapkan terima kasih buat:

  1. MUI yang berani memfatwakan untuk tanggal 25, karena itu budaya kafir;
  2. Saudara Jaksa Penuntut Umum yang telah mendakwa saya;
  3. Istri tercinta saya yang terus mendukung saya;
  4. Semua saudari, sahabat sesama aktivis yang terus mendoakan saya;
  5. Semua saksi yang meringankan saya dan memberatkan saya;
  6. Saudara-saudara yang melaporkan saya di polisi;
  7. Saksi ahli yang memberatkan dan yang meringankan saya.

Apabila sepanjang persidangan ini ada hal-hal yang salah dari saya, saya mohon maaf.

Baik kepada Majelis Hakim, jaksa penuntut umum, dan semua peserta.

Setelah bermusyawarah, Pengadilan Negeri Kalabahi, menyatakan Lamboan, telah menista agama.

[Menjatuhkan pidana, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan kurungan].

Demikian kata Ketua Majelis I Wayan Yasa, dengan anggota Yahya Wahyudi dan I Made Wiguna.

Pada 25 September 2018, Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, juga memperberat hukuman Lamboan, menjadi 18 bulan penjara.

Ia juga wajib membayar denda Rp100 juta, karena jika tidak, maka diganti 6 bulan kurungan.

Lamboan yang tidak terima pun mengajukan kasasi, dan MA menerimanya, dengan mengurangi hukuman.

[Pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan].

Begitu ujar Ketua Majelis Andi Samsan Nganro, dengan anggota Eddy Army dan Margono.

Menurut majelis kasasi, hukuman 18 bulan penjara terlalu berat, dan hukuman sebagaimana yang dijatuhkan putusan PN Kalabahi, lebih tepat.

“Terdakwa telah meminta maaf atas perbuatannya tersebut, dan tidak ada niat untuk menyinggung umat Kristen atau Katholik.”

“Karena tujuan Terdakwa, ingin hal tersebut sebagai bahan diskusi saja,” kata majelis dengan suara bulat.

Halaman selanjutnya >>>

Meilin