Berita  

“Pilkada di Tengah COVID-19 adalah Kebijakan yang Tak Bertanggung Jawab”

Pilkada COVID Corona
Simulasi pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan. Foto: Tempo

Ngelmu.co – Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), menilai digelarnya Pilkada di tengah pandemi COVID-19, sebagai kebijakan yang tak bertanggung jawab.

Pernyataan ini disampaikan dalam rilis sikap, terkait Pilkada serentak yang akan digelar, pada 9 Desember mendatang.

“Bagaimana keadaan dan perkembangan pandemi ini, jika pemerintah melaksanakan-(Pilkada)-nya? Meski sudah banyak yang mengingatkan,” kritik LP3ES, Senin (7/9).

“Pemerintah berharap Pilkada, mengikuti protokol sesuai anjuran. Ini tidak masuk akal, dan pilkada di tengah COVID-19 adalah kebijakan yang tidak bertanggung jawab,” sambung pernyataan tersebut.

“Kelak, akibat dari kebijakan ini, harus diminta pertanggungjawabannya,” lanjut pernyataan sikap yang diteken Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Didik J Rachbini, dan Direktur Center for Media & Democracy LP3ES, Wijayanto.

Pasalnya, Pilkada, akan digelar serentak di 270 daerah.

“Keprihatinan terhadap pandemi semakin tinggi. Kegelisahan publik semakin meluas. Kami dari sisi ‘civil society’, mengingatkan agar pemerintah memikirkan kembali beberapa hal terkait pelaksanaan Pilkada.”

“Berpotensi menjerumuskan rakyat ke dalam kondisi pandemi yang semakin parah.”

Berikut selengkapnya, pernyataan sikap LP3ES, seperti dilansir CNBC, Kamis (10/9):

Pihaknya menilai, pemerintah keras kepala, karena hanya menunda Pilkada, selama tiga bulan; dari jadwal awal 9 September, menjadi 9 Desember.

Peningkatan kasus positif baru serta kematian akibat COVID-19 yang belum tertahan, seharusnya menjadi situasi yang penuh dengan keprihatinan.

“Kebijakan ini adalah kebijakan yang salah, karena secara sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, berpotensi menjerumuskan rakyat menjadi korban COVID-19, lebih banyak lagi.”

“Kebijakan pelaksanaan Pilkada ini, dilaksanakan tidak memakai hati yang dingin dan berhati-hati, tetapi menggunakan disorientasi akal dan nafsu kekuasaan semata.”

Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi yang masih agresif, dinilai LP3ES, sebagai kebijakan yang tak bertanggung jawab.

Sebab, tanpa pesta demokrasi, pemerintah sudah gagal mengendalikan penyebaran virus Corona.

LP3ES, bahkan menuding Pilkada serentak, dijalankan tanpa berpikir panjang, dan tak menghitung dampaknya terhadap rakyat.

Implikasi Pilkada serentak, diprediksi, akan besar terhadap pandemi yang semakin meluas.

“Pilkada adalah kegiatan persaingan politik dengan tingkat disorientasi dan tingkat kewarasan yang rendah.”

“Dalam keadaan tanpa pandemi, Pemilu atau pesta demokrasi seperti ini, banyak memakan korban, seperti ratusan petugas yang mati dan berbagai kasus kecelakaan lainnya.”

“Gabungan kondisi psikologis persaingan yang agresif dan pandemi yang semakin meluas, maka jangan berharap rakyat yang waras, akan menjemput pendemi yang terkendali, dan selesai dalam waktu dekat.”

“Pilkada adalah kegiatan super agresif. Ini tidak disadari oleh pemerintah, dan terus dengan otoritasnya yang semakin menumpuk, berdasarkan undang-undang darurat, terus memaksakan kehendak.”

“Perkembangan COVID-19 masih tinggi, tetapi tetap dipaksakan. Pilkada akan meningkatkan perkembangan kasus COVID-19 ini.”

Baca Juga: Selandia Baru Undur Pemilu, Akankah Indonesia Tunda Pilkada?

Sorotan LP3ES, juga mengarah kepada pemerintah yang dinilai sudah kehilangan momentum untuk mengendalikan pandemi.

Golden time pada Maret-Mei lalu, hilang karena pemerintah terus mengelak, bersikap anti-sains, memiliki komunikasi buruk, hingga gagal mengendalikan.

“Semestinya mengobati pandemi pada kesempatan kedua, meskipun diperlukan usaha dan sumber daya yang lebih berat.”

“Tetapi pada kesempatan ini, justru membuat keadaan semakin parah dengan menggelar Pilkada, yang sulit terkendali.”

LP3ES pun membandingkan, Indonesia dengan negara-negara tetangga; Singapura hingga Vietnam, di mana kurva mereka sudah melandai.

Sementara Indonesia? Malah menunjukkan tren peningkatan kasus positif COVID-19.

Fakta-fakta itu, kata LP3ES, seharusnya jadi peringatan nyata, serta teguran keras bagi pemerintah, bahwa kinerja mereka masih sangat buruk dalam melawan COVID-19.

“Ia mestinya menerbitkan kesadaran, dan diikuti tindakan nyata untuk berusaha mengatasi pandemi dengan lebih keras lagi.”

“Memaksakan Pilkada di masa seperti ini, menunjukkan absennya kesadaran itu.”

“Ibarat ungkapan, ‘memiliki mata tapi tak melihat, memiliki telinga tapi tak mendengar, memiliki hati tapi tak merasa’.”

“Dalam keadaan seperti ini, segenap elemen masyarakat sipil dan media, perlu bersama-sama bergandengan tangan.”

“Melakukan konsolidasi, memberikan peringatan untuk menyadarkan pemerintah,” pungkas LP3ES.