Polemik Goyang ‘Oke Gas’ Wali Kota Medan Bobby Nasution

Polemik Goyang Bobby Nasution

Ngelmu.co – Jika mendengar nama Bobby Afif Nasution, apa yang pertama kali tebersit dalam pikiran kalian?

  • Menantu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ibu negara, Iriana?
  • Suami dari Kahiyang Ayu; anak kedua Presiden Jokowi?
  • Adik ipar dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka?
  • Kakak ipar dari Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep?
  • Wali Kota Medan yang menjabat sejak 26 Februari 2021?

Apa pun yang tebersit dalam pikiran kalian, yang pasti, goyang ‘oke gas’ yang terunggah di akun TikTok @bobbynasution_, saat ini menjadi polemik.

Kenapa? Sebab, goyang ‘oke gas’ adalah bentuk dukungan untuk pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2.

Siapa lagi kalau bukan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Prabowo merupakan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI.

Gibran adalah putra sulung Presiden Jokowi yang saat ini juga masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Jawa Tengah.

Baca juga:

Lantas, kenapa goyang ‘oke gas’ Bobby, menjadi polemik?

Sebelumnya, Bobby sudah membenarkan, bahwa goyang ‘oke gas’ adalah bentuk dukungannya dalam rangka kampanye sang kakak ipar.

Namun, publik menyayangkan tindakan Bobby ini karena dianggap melanggar semangat netralitas pemerintah, mengingat dirinya adalah soerang kepala daerah.

Bobby menanggapi hal ini dengan menyatakan jika hal tersebut diperbolehkan, karena posisinya sebagai wali kota, berbeda dengan ASN [aparatur sipil negara] yang wajib netral.

Berhubungan dengan pernyataan Bobby itu, Muhamad Raziv Barokah yang merupakan Senior Lawyer-Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) Law Firm, mengaku memiliki pandangan berbeda.

Netralitas dalam Pemilu

Kewajiban netralitas dalam pemilu dapat lahir dari berbagai rumpun.

Pada pokoknya, Pasal 122 UU ASN, menyatakan bahwa jabatan bupati/wali kota merupakan pejabat negara.

Lalu, Pasal 283 UU Pemilu, mengatur bahwa:

[Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta aparatur sipil negara lainnya, dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu; sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye]

Berdasarkan pasal di atas, kewajiban Bobby, menjunjung tinggi netralitas, lahir dari rumpun pejabat negara, bukan dari rumpun ASN.

Tentu, pasti akan muncul argumentasi bahwa wali kota adalah jabatan politik yang berdasarkan UU Pemilu, diberikan kekhususan menjalankan hak politik melalui kampanye; sepanjang melakukan cuti.

Jika argumen ini muncul, saya pun tidak sepakat bahwa ini dapat diberlakukan dalam konteks Bobby Nasution.

Mengapa demikian?

Limitasi Hak Kampanye

Berdasarkan Pasal 299 UU Pemilu, pejabat negara memang memiliki hak untuk berkampanye dengan mengantongi izin cuti.

Namun, pasal tersebut juga memberikan limitasi terhadap kriteria pejabat negara yang dapat memiliki hak berkampanye, yakni:

a. merupakan capres/cawapres;
b. merupakan anggota partai politik; atau
c. merupakan tim kampanye atau pelaksana kampanye yang terdaftar di KPU.

Apakah Bobby, memenuhi salah satu dari kriteria di atas?

Pertama, Bobby Nasution bukanlah capres ataupun cawapres, melainkan adik ipar dari Gibran Rakabuming Raka yang merupakan cawapres.

Kedua, Bobby telah dipecat sebagai anggota/kader dari PDIP, dan sejak pemecatan tersebut, sejauh ini yang bersangkutan belum diketahui menjadi anggota/kader dari partai politik lain.

Oleh karena itu, kuat dugaan bahwa saat ini Bobby, bukan anggota partai politik mana pun.

Ketiga, meskipun dalam beberapa pemberitaan disebutkan akan bergabung ke dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, tetapi ternyata nama Bobby Nasution, tidak ada dalam susunan TKN yang didaftarkan ke KPU dan diumumkan pada 4 Desember 2023.

Begitu pun dalam susunan Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran Provinsi Sumatra Utara yang didaftarkan pada 25 November 2023 ke KPU Sumut.

Nama Bobby Nasution juga tidak ada di sana.

Mengingat tidak ada satu pun kriteria dari Pasal 299 UU Pemilu yang dipenuhi oleh Bobby, maka ia tidak berhak memiliki hak kampanye atau mengajukan cuti untuk kampanye.

Sehingga harus kembali kepada esensi dasar pemilu yang jujur dan adil, yakni netralitas pemerintah.

Pentingnya Tunduk pada Etika Netralitas

Netralitas pemerintah amat penting dalam penyelenggaraan pemilu, karena jabatan, kewenangan, dan fasilitas yang mereka punya diberikan oleh rakyat melalui pajak.

Semua itu harus dikembalikan secara adil kepada rakyat, bukan kepada kepentingan politik tertentu dengan ‘cawe-cawe’ melalui pemilu.

Hal yang mana disebutkan oleh John F Kennedy, “My loyalty to the parties is end, when my loyalty to the country is begin.”

Apabila benar bahwa Bobby, belum bergabung ke partai politik mana pun, dan tidak masuk ke susunan nama TKN ataupun TKD Prabowo-Gibran, sebaiknya, segala materi kampanye yang melibatkan dirinya, harus di take-down!

Demi melaksanakan esensi netralitas, sebagai wujud pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil.