Berita  

Respons Gugus Tugas soal Indonesia Peringkat ke-97 Negara Aman COVID-19

Ketua Gugus Tugas COVID Wiku

Ngelmu.co – Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mempertanyakan keberadaan Indonesia, di posisi ke-97, dalam daftar 100 negara teraman dari virus Corona.

Ia juga menanyakan, bagaimana Deep Knowledge Group, melakukan penelitian tersebut.

Pasalnya, menurut Wiku, pihak Gugus Tugas, tak sama sekali dihubungi oleh Deep Knowledge Group, pun Majalah Forbes, yang merilis berita terkait.

Lebih lanjut Wiku mengatakan, setiap negara memiliki karakteristik serta kemampuan berbeda, dalam menangani pandemi COVID-19.

Maka menurutnya, jika Indonesia, dibandingkan dengan negara-negara dalam daftar terkait, soal penanganan virus Corona, menjadi sangat tidak objektif.

“Swiss, Jerman, ya boleh saja, kalau dlihat dari ketahanan ekonomi. Dia PDB-nya berapa, kita berapa, supaya bandinginnya sesuai,” kata Wiku, seperti dilansir VOA, Selasa (9/6).

“Kemampuan negara mengendalikan, dikaitkan dengan kemampuan ekonominya juga, jumlah penduduknya juga, jadi dipertimbangkan seluruhnya,” sambungnya.

“Boleh kita pakai rumus, kita buka rumusnya. Lihat policy-nya juga, policy-nya apa? Mereka lockdown, kita gak lockdown, terus gimana cara bandinginnya?” kritik Wiku.

“Impact-nya? Coba mereka pakai rumus apa? Saya hampir berani guarantee, caranya mereka gak terbuka dan gak benar,” tegasnya.

Wiku mengklaim, sejauh ini penanganan COVID-19 di Indonesia, sudah tepat dan sesuai karakteristik bangsa.

“Policy kita unik, dibandingkan dengan negara lain. Dia sudah tahu belum cara kita menanganinya? Kita sudah ngomong di media ini adalah zona-zona, dia punya zona-zona gak?” ujarnya.

“Gimana cara bikin zonanya? Sama gak? Saya bisa bilang apa yang kita lakukan di Indonesia, menurut saya dari sisi data, is the best,” imbuhnya.

“Dari sisi alat untuk kita menavigasi, dan pengambilan keputusan yang diambil saat ini, beberapa pekan terakhir ini, itu the best,” lanjut Wiku.

“Ini negara besar, dengan kemampuan ekonomi tidak sama dengan mereka, lihat our number of cases, jadi gak benar,” pungkasnya.

Baca Juga: Fadjroel Sebut Jokowi Sukses Atasi COVID-19, Lembaga Survei Hong Kong Tempatkan Indonesia Posisi Buncit

Wiku, menantang Deep Knowledge Ventures—pemilik Deep Knowledge Group—untuk bertemu dan berdiskusi, soal bagaimana cara mereka menyusun serta membuat laporan tersebut.

Sebelumnya, Indonesia, ditempatkan pada posisi ke-97, dalam daftar 100 negara yang dinyatakan aman dari COVID-19, sebagaimana dilansir Forbes, Jumat (5/6).

Dalam laporan itu, Swiss, berada di peringkat pertama. Sementara Amerika Serikat—dengan jumlah kasus infeksi tertinggi di dunia—justru menempati posisi ke-58.

Laporan tersebut, berdasarkan 130 parameter kuantitatif dan kualitatif, serta lebih dari 11.400 titik data, dalam berbagai kategori.

Di antaranya efektivitas karantina, pengawasan dan deteksi, kesiapan medis, serta efektivitas pemerintahan.

Perubahan Signifikan

Menarik, ditemukan perubahan peringkat secara signifikan, dalam beberapa bulan pandemi.

Awalnya, negara-negara yang bergerak cepat menanggapi krisis, serta memiliki persiapan penanganan ketat, menempati posisi teratas.

Tetapi kini, negara-negara dengan ketahanan ekonomi kuat, yang sukses naik ke peringkat atas.

“Swiss dan Jerman meraih posisi ke-1 dan ke-2, dalam riset kasus spesial baru ini, khususnya karena ekonomi mereka kuat,” beber penelitian itu.

“Selain itu, juga dikarenakan kehati-hatian mereka dalam melonggarkan kuncian dan memberlakukan mandat pembekuan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan,” sambung keterangan tersebut.

“Tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan masyarakat,” demikian pernyataan tegas dari penelitian tersebut.

Maka dilansir Forbes, dijelaskan jika ini hanya penilaian risiko yang dilakukan suatu organisasi.

Di mana risiko di berbagai wilayah, dalam suatu negara, dipastikan berbeda-beda.

Contoh, jika bulan lalu, New York merupakan pusat penularan COVID-19 di AS, dan negara bagian Montana, dinilai jauh lebih aman.

Kini, wilayah dengan risiko tertinggi berdasarkan riset tersebut, justru berada di kawasan Afrika Sub-Sahara, Amerika Selatan, beberapa negara Timur Tengah, dan Asia Pasifik.