Berita  

Sederet Cuitan Bernada Pujian yang Berujung ‘Bismillah Komisaris’

Bismillah Komisaris
Layar menampilkan profil Abdi Negara Nurdin (Abdee Slank) saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tahun Buku 2020 di Jakarta, Jumat (28/5/2021). Foto: Antara/Hafidz Mubarak A/rwa.

Ngelmu.co – Belakangan, mudah menemukan cuitan bernada pujian untuk pemerintah di media sosial Twitter.

Namun, hampir semua kicauan tersebut juga berujung dua kata templat, ‘Bismillah Komisaris’.

Sebenarnya, twit seperti ini sudah sejak lama terdengar, tetapi akhir bulan lalu, menjadi semakin nyaring.

Tepatnya, usai Menteri BUMN Erick Thohir, memercayakan posisi Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk kepada Abdi Negara Nurdin (Abdee Slank).

Bukan pertama kali, masyarakat menilai, sosok yang mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk duduk di bangku komisaris, tidak tepat.

Tak sedikit pula yang menganggap pengangkatan mereka adalah bentuk ‘politik balas budi’.

Sebab, yang mengantongi amanat adalah mereka yang dekat dengan para petinggi.

Bukan hanya Abdee–pendukung kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada 2014 dan 2019, dari klaster relawan.

Setidaknya, ada 14 orang lainnya, antara lain:
  1. Ulin Ni’am Yusron [relawan Presiden Jokowi pada Pilpres 2019 yang menjabat Komisaris PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC)];
  2. Zuhairi Misrawi [anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 yang menjabat Komisaris Independen PT Yodya Karya (Persero)];
  3. Sugiat Santoso [anggota Tim Pemenangan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution, di Pilkada Medan 2020 yang menjabat Komisaris Independen PT Prima Multi Terminal (anak perusahaan BUMN gabungan dari Pelindo 1, Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan)];
  4. Rizal Malaranggeng [menjalani penugasan khusus dalam Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf yang menjabat Komisaris PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)];
  5. Lukman Edy [Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf yang menjabat Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT Hutama Karya (Persero)];
  6. Zulnahar Usman [Direktur Logistik & APK dalam Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf yang menjabat Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)];
  7. Irma Suryani Chaniago [Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf yang menjabat Komisaris Independen PT Pelindo I (Persero)];
  8. Arya Sinulingga [Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi yang menjabat Staf Khusus Menteri BUMN, juga Komisaris PT Inalum (Persero)];
  9. Fadjroel Rachman [tim media media sosial Jokowi-JK pada 2014 yang menjabat Jubir Presiden Jokowi juga Komisaris PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT)];
  10. Dudy Purwagandhi [Wakil Bendahara III Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf yang menjabat Komisaris PT PLN (Persero)];
  11. Andi Gani Nena Wea [mendeklarasikan dukungannya terhadap Jokowi (mewakili elemen buruh) yang menjabat Presiden Komisaris PT PP (Persero) Tbk (PTPP)];
  12. Eko Sulistyo [tim pemenangan Pilpres Jokowi-JK pada 2014 yang menjabat Komisaris PLN (sebelumnya Deputi IV Kantor Staf Presiden)];
  13. Dyah Kartika Rini [relawan Jokowi pada Pilgub DKI Jakarta 2012 dan Pilpres 2014, juga Koordinator Jasmev (Jokowi Advanced Social Media Volunteers) yang menjabat Komisaris Independen Jasa Raharja]; dan
  14. Kristia Budiarto [‘terkenal’ sebagai influencer Jokowi yang menjabat Komisaris Independen PT Pelni (Persero)].

Sindiran Halus

Maka tak heran, jika akhirnya, ‘Bismillah Komisaris’, menjelma sindiran halus untuk pemerintah.

Seperti yang disampaikan oleh penulis Agus Mulyadi, akhir Mei lalu, kepada Erick Thohir.

“Keberhasilan Inter Milan meraih juara, selain karena faktor pemain-pemain jebolan MU, tentu juga tak lepas dari peran energi dan semangat yang diwariskan oleh Pak Erick Thohir, sewaktu beliau menjadi Presiden Klub. Bismillah, Komisaris PT Pupuk Indonesia.”

Demikian cuitnya melalui akun Twitter pribadinya, @AgusMagelangan, Ahad (30/5) lalu.

Begitu juga YouTuber Ridwan Hanif yang mengetwit, “Radikalisme adalah akar permasalahan negeri ini,” cuit @ridwanhr.

“Jika radikalisme lenyap dari bumi indonesia, bisa dipastikan korupsi hilang, BUMN untung, utang luar negeri berkurang. Indonesia menjadi macan Asia.”

“Bismillah, Komisaris,” kata Ridwan di ujung kicauannya.

“Pak Jokowi memang presiden terbaik, beliau sosok yang santun, berani, dan bertanggung jawab,” sahut @ddkamall2.

“Di tangan beliau, pemberantasan korupsi dicabut sampai ke akar-akarnya. Bismillah Ketua KPK,” imbuhnya.

“Memang, radikalisme sudah menjadi noda kotor di negeri kita, maka dari itu, kita harus sepenuhnya mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan radikalisme di Indonesia,” lanjut @rizqyyusuf_.

“Bismillah Menteri Pariwisata,” sambungnya.

Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Tunjuk Abdee Slank Jadi Komisaris Telkom

Bahkan, cara publik menyindir halus pemerintah juga sampai ke telinga Ustaz Azzam Mujahid Izzulhaq.

Pada Jumat (4/6) lalu, ia menanggapi kabar Ketua KPK Firli Bahuri yang tak menghadiri debat [dengan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono], terkait TWK [tes wawasan kebangsaan].

“Sebagai orang nomor 1 dalam pemberantasan korupsi, tentunya beliau sibuk,” kata Ustaz Azzam.

“Jangan seenaknya mengatur waktu, apalagi debat tidak penting!” imbuhnya.

Di ujung cuitan, Ustaz Azzam juga menuliskan, ‘Bismillah Komisaris’, lengkap dengan emotikon tawa.

Pemilik akun @rawayan212 pun melempar canda, “Tunggu telepon untuk jabatan komisaris, ya. HP jangan lupa stand by terus.”

Kata Pengamat Kebijakan Publik

Sindiran halus ‘Bismillah Komisaris’ juga mengundang tanggapan pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah.

Ia berpendapat, potret ini menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah.

“Kalau saya, sih, melihatnya itu kekecewaan masyarakat, karena pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, mengangkat orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya.”

Demikian kata Trubus, Jumat (4/6) lalu, mengutip Detik.

“Kebetulan, BUMN itu milik publik. Jadi, masyarakat itu merasa memiliki,” sambungnya.

“Jadi, kalau masyarakat merasa memiliki, kemudian tiba-tiba ada orang yang duduk di situ tidak sesuai, masyarakat kemudian seperti ada resistensi menolak ataupun memprotes,” jelas Trubus.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga demikian.

Ia menyebut, sindiran itu muncul karena pemerintah semakin terlihat tak profesional dalam mengelola BUMN.

“Jadi, itu sebetulnya bentuk sarkasme, di mana BUMN ini makin dikelola secara tidak profesional,” tutur Bhima.

“Sehingga, ini justru menurunkan juga sebenarnya image kebijakan pemerintah dalam mengelola BUMN di mata masyarakat,” imbuhnya.

“Sehingga timbul sindiran-sindiran sarkasme tadi, ‘Bismillah Komisaris’,” lanjut Bhima.

Padahal, menurutnya, saat ini BUMN, butuh perhatian besar. Khususnya dari sisi laporan keuangan, utang, hingga isu PHK [di beberapa BUMN yang tidak bisa bertahan menghadapi pandemi COVID-19].

“Tapi kebijakannya justru menempatkan orang yang tidak kompeten dalam BUMN,” kritik Bhima.

Ia juga menilai, bentuk sindiran ini sebagai cara publik tetap dapat mengkritik pemerintah, tanpa takut terjerat hukum.

Wajar, jika pada akhirnya mereka mencoba mengkritik para pemangku dengan sarkasme.

Pertanyaannya, akankah cara ini ampuh, atau hanya menjadi angin lalu bagi mereka yang dituju?