Soal Pelukan PKS dan Nasdem, Paloh: Rangkulan dengan Kawan Dicurigai

ya

Ngelmu.co – Hadir di acara HUT ke-55 Partai Golkar, Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa hal dalam sambutannya. Salah satu yang ia bahas adalah ‘kehangatan’ NasDem dan PKS.

Awalnya, Jokowi menyapa Ketum NasDem, Surya Paloh, yang juga hadir di acara tersebut. Kemudian ia menyebut, wajah Paloh lebih cerah dari biasanya, usai bertemu dengan Presiden PKS, Sohibul Iman, di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang.

“Pak Surya Paloh, yang kalau kita lihat lebih cerah dari biasanya, selepas pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS,” kata Jokowi yang disambut tawa hadirin, di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat, seperti dilansir Kumparan, Rabu (6/11).

“Wajahnya cerah, setelah beliau berdua, rangkulan dengan Sohibul Iman. Saya tak tahu maknanya apa, tapi rangkulannya tak biasa. Tidak bisa saya dirangkul seperti Pak Sohibul Iman,” sambung Jokowi, yang masih melahirkan tawa di tengah hadirin.

Jokowi mengatakan, wajar jika ia mempertanyakan apa makna di balik pertemuan Paloh dan Sohibul, karena NasDem, masih bagian dari koalisinya.

“Tadi di holding (ruang tunggu) saya tanyakan, ada apa. Tapi jawabannya mungkin di lain waktu. Saya boleh bertanya dong? Karena beliau masih di koalisi pemerintahan,” ujar Jokowi.

Baca Juga: Jokowi: Neraca Perdagangan Defisit, Tapi Kita Hobi Impor

Menanggapi peristiwa itu, dalam sambutannya di acara Kongres II NasDem, di Jakarta Internasional EXPO, Kemayoran, Jakarta, Jumat (8/11), Paloh mengaku geram.

Pola pikir para pemangku kekuasaan di Indonesia, kata Paloh, selalu menanamkan kecurigaan dan sinisme terhadap satu sama lain.

“Bangsa ini sudah capek dengan segala intrik yang mengundang sinisme satu sama lain, kecurigaan satu sama lain, hingga kita berkunjung pun ke kawan, mengundang kecurigaan,” jawabnya, yang disambut tepuk tangan para kader NasDem.

Ia pun mempertanyakan, apa tujuan pihak-pihak yang menanamkan pola pikir seperti ini. Karena menurutnya, hal tersebut bukan milik bangsa Indonesia.

“Ini bangsa model apa seperti ini? Tingkat diskursus politik yang paling picisan di negeri ini, hubungan rangkulan tali silaturahmi pun diwarnai berbagai tafsir dan kecurigaan,” tanya Paloh.

Lebih lanjut Paloh mengatakan, mengapa masih berpikir secara ortodoks, selalu menambah tafsir kecurigaan, jika mengaku bangsa Indonesia ingin maju.

“Sementara kita menganut demokrasi yang sangat liberal, tapi di praktiknya, kita begitu ortodoks dan konservatif,” kata Paloh.

“Kita bilang kita mau maju, tapi kita juga berpikir melangkah ke belakang. Kita bilang mari kita musyawarah gotong royong, tapi biar aku saja, yang lain mati saja. Semaunya, penuh kecurigaan,” pungkasnya tegas.