Berita  

Soroti Rencana Calon Kapolri Listyo Sigit Ubah Peran Polsek, YLBHI: Ide Paling Buruk

YLBHI Listyo Sigit Ubah Peran Polsek

Ngelmu.co – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyoroti rencana calon Kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, memangkas peran Kepolisian Sektor (Polsek).

Menurut pihaknya, rencana itu justru akan menjauhkan masyarakat dari penegakan hukum yang mereka butuhkan.

“Menurut saya, ide itu ide paling buruk, karena akan mengurangi keadilan yang dibutuhkan masyarakat, menjauhkan masyarakat dari keadilan,” kata Ketua YLBHI, Asfinawati, mengutip Tempo, Kamis (21/1) kemarin.

Sigit, dalam fit and proper test di Komisi III DPR RI, Rabu (20/1) lalu, mengatakan, akan menguatkan peran Polsek dan Polres sebagai lini terdepan pelayanan Polri.

Salah satu rencananya adalah mengubah kewenangan Polsek hanya untuk pemeliharaan keamanan serta ketertiban masyarakat.

Nantinya, kata Sigit, Polsek di daerah tertentu tidak akan bertugas melakukan penyidikan.

“Ke depan, di beberapa Polsek-Polsek tertentu, tidak lagi kami bebankan dengan tugas penyidikan,” tuturnya.

“Sehingga di Polsek-Polsek tersebut, nantinya hanya dibebani tugas preemtif dan preventif, dan juga penyelesaian-penyelesaian masalah dengan restorative justice,” sambung Sigit.

Berdasarkan data Ombudsman RI dan Komnas HAM, Asfi membeberkan, selama ini, pengaduan paling banyak adalah masalah keadilan dalam penegakan hukum oleh Polri.

Pada 2019, Komnas HAM mencatat hak memperoleh keadilan, menempati posisi kedua paling [dengan 888 kasus diadukan].

Terkait Kepolisian, tipologi kasus yang diadukan antara lain:

  • Ketidaksesuaian prosedur penanganan laporan polisi [348 kasus];
  • Kelambanan penanganan laporan polisi [183 kasus];
  • Dugaan kriminalisasi oleh polisi [75 kasus]; serta
  • Penembakan dan kekerasan oleh Kepolisian [26 kasus].
Baca Juga: Khawatir Penyalahgunaan, MUI Tolak PAM Swakarsa

Komnas HAM juga mencatat data, 1.670 pengaduan, berkaitan dengan pelanggaran hak atas keadilan oleh Kepolisian, di tahun 2018.

Angka tersebut menjadi yang terbanyak [jika dibanding korporasi dan pemerintah daerah].

Sementara berdasarkan data Ombudsman periode 2017-2019, Kepolisian, juga selalu masuk tiga besar instansi yang diadukan.

Salah satu yang menjadi keluhan, kata Asfi, adalah banyaknya kasus yang tertunda.

Padahal, jumlah aparat maupun kantor-kantor polisi di seluruh Indonesia, banyak.

Maka itu Asfi, menganggap aneh jika Polsek yang jumlahnya paling banyak, justru tidak akan lagi melakukan penyidikan.

Ia mengatakan, tidak mungkin Kepolisian di tingkat daerah atau Markas Besar Polri, mengerjakan kasus-kasus ringan [yang dialami masyarakat].

Peraturan Kepolisian juga mengategorikan kasus menjadi perkara mudah, sedang, dan sulit.

“Kan enggak mungkin kasus-kasus biasa ditangani Polda,” kritik Asfi.

“Pertanyaannya, masyarakat biasa yang punya masalah, hal-hal yang menurut polisi mungkin enggak penting, tapi buat masyarakat penting, pencurian ternak dan lain-lain, siapa yang mau menangani?,” lanjutnya bertanya.

Asfi juga mengingatkan, masih banyak masyarakat yang tidak dapat mengakses penegakan hukum.

Pada 2019 lalu, Indonesian Legal Roundtable, MaPPI [Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia] FH UI, dan YLBHI, melakukan penelitian akses terhadap keadilan.

Hasilnya, tercatat sebanyak 39,4 persen masyarakat, memiliki permasalahan hukum, tetapi tidak melakukan upaya hukum apa pun.

Di mana 41 persennya, memandang mekanisme penyelesaian justru akan memperumit persoalan.

Survei tersebut juga mencatat, sebanyak 51,6 persen masyarakat, mengakui pemungutan uang atau biaya di luar prosedur, ketika menempuh mekanisme formal.

Adapun mekanisme formal [yang banyak dilalui] dalam tiga tahun terakhir adalah Kepolisian (74,6 persen), dan lembaga pengadilan (19 persen).

“Data bantuan hukum menunjukkan masyarakat punya masalah akses,” beber Asfi.

“Kalau enggak di Polsek, [dia] harus ke Polres. Apa masyarakat miskin punya uang?,” imbuhnya bertanya.

Asfi, juga menilai rencana mengubah peran Polsek–hanya untuk harkamtibmas [pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat]–sejalan dengan rencana menghidupkan kembali PAM [Pasukan Pengamanan Masyarakat] Swakarsa.

Sigit, memang menyatakan akan lebih meningkatkan peran Pam Swakarsa dalam harkamtibmas.

“Ide [calon Kapolri Listyo Sigit] itu, seakan-akan keren atau biasa saja, tapi sebetulnya berbahaya,” tegas Asfi.

“Itu akselerasi, bahwa mereka akan lebih banyak mengawasi masyarakat dengan dibantu Pam Swakarsa,” pungkasnya.