Berita  

Survei Ungkap Pandangan Negatif Orang Eropa Terhadap Muslim

Orang Eropa Pandang Muslim Negatif
Presiden Organisasi Muslim di Hongaria, Sultan Sulok, mengatakan orang-orang semakin khawatir dengan nada retorika politik. Maret, 2018. Paul Peachey/Nasional News.

Ngelmu.co – Survei terhadap 12 ribu orang di delapan negara, yakni Prancis, Jerman, Hongaria, Italia, Belanda, Polandia, Swedia, dan Inggris, mengungkap bagaimana pandangan negatif masyarakat Eropa terhadap Muslim.

Berikut rincian mengenai pandangan orang Eropa terhadap Muslim, mengutip Vice, Selasa (16/2):

Prancis

  • Sangat negatif, 19 persen;
  • Cukup negatif, 19 persen;
  • Netral, 39 persen;
  • Cukup positif, 12 persen;
  • Sangat positif, 7 persen; dan
  • Tidak tahu, 4 persen.

Jerman

  • Sangat negatif, 16 persen;
  • Cukup negatif, 23 persen;
  • Netral, 44 persen;
  • Cukup positif, 8 persen;
  • Sangat positif, 4 persen; dan
  • Tidak tahu, 5 persen.

Hongaria

  • Sangat negatif, 29 persen;
  • Cukup negatif, 25 persen;
  • Netral, 35 persen;
  • Cukup positif, 4 persen;
  • Sangat positif, [nol]; dan
  • Tidak tahu, 7 persen.

Italia

  • Sangat negatif, 19 persen;
  • Cukup negatif, 19 persen;
  • Netral, 46 persen;
  • Cukup positif, 10 persen;
  • Sangat positif, 3 persen; dan
  • Tidak tahu, 3 persen.

Belanda

  • Sangat negatif, 15 persen;
  • Cukup negatif, 23 persen;
  • Netral, 41 persen;
  • Cukup positif, 12 persen;
  • Sangat positif, 6 persen; dan
  • Tidak tahu, 3 persen.

Polandia

  • Sangat negatif, 20 persen;
  • Cukup negatif, 23 persen;
  • Netral, 39 persen;
  • Cukup positif, 10 persen;
  • Sangat positif, 4 persen; dan
  • Tidak tahu, 4 persen.

Swedia

  • Sangat negatif, 22 persen;
  • Cukup negatif, 25 persen;
  • Netral, 33 persen;
  • Cukup positif, 11 persen;
  • Sangat positif, 6 persen; dan
  • Tidak tahu, 3 persen.

Inggris

  • Sangat negatif, 11 persen;
  • Cukup negatif, 15 persen;
  • Netral, 40 persen;
  • Cukup positif, 19 persen;
  • Sangat positif, 10 persen; dan
  • Tidak tahu, 5 persen.

Selain pandangan terhadap Muslim, survei tersebut juga menemukan ketidakpercayaan yang meluas kepada otoritas, serta kekecewaan mereka atas politik tingkat tinggi.

Adapun penelitian berjalan, sebagai bagian dari kelanjutan laporan tentang penyebaran pandangan antiminoritas dan ekstremisme sayap kanan–selama pandemi.

Para peneliti menemukan dukungan untuk sebuah konspirasi di berbagai tingkat.

Namun, kemudian dibantah secara luas dengan sebutan ‘Great Replacement Theory’.

Teori konspirasi itulah yang menyebut para elite, mendorong adanya imigrasi untuk melemahkan Eropa.

Tetapi menurut survei, hanya 16 persen warga Inggris yang mendukung teori konspirasi.

Sedangkan di Italia, 39 persen menyetujui teori tersebut, bahkan menganggap hal itu benar.

Di Hongaria sendiri, 40 persen dari responden mengatakan konspirasi itu pasti, atau mungkin benar terjadi.

“Ketika pandemi COVID-19 telah melanda seluruh Eropa, kami melihat beberapa kelompok radikal dan sayap kanan menjadi lebih makmur, dan beberapa lainnya menjadi kacau,” kata CEO Hope not Hate, Nick Lowles.

Di Eropa, lanjutnya, teori konspirasi banyak yang berakar dari antisemit, dan akan semakin populer.

Pasalnya, nasionalisme rasial yang meningkat, seakan menyertai peningkatan teror sayap kanan.

“Ideologi kebencian di-internasionalkan, tidak seperti sebelumnya. Sehingga perlawanan harus selalu dilakukan,” jelas Lowles.

Baca Juga: Erdogan Respons Dugaan Emmanuel Macron Terhadap 76 Masjid di Prancis

Lantas, dari delapan di atas, negara mana yang paling memandang minoritas sebagai musuh?

Jawabannya adalah Hongaria. Sebab, 60 persen warganya memiliki pandangan yang sangat atau cukup negatif terhadap imigran.

Begitu pun terhadap Muslim. Pandangan negatif itu terjaga, meski Muslim di Hongaria, hanya sekitar 0,4 persen–dari total populasi.

Berpindah ke Inggris. Negara ini memiliki sentimen anti-imigran dan Muslim paling rendah, dari delapan negara yang menjalani survei–dalam laporan tersebut.

Tetapi proporsi orang dengan pandangan negatif terhadap migran (30 persen), dan Muslim (26 persen), masih terbilang cukup besar.

Imigrasi juga menjadi salah satu dari empat perhatian utama orang-orang Prancis, Jerman, Italia, Belanda, dan Swedia.

Mengenai kekecewaan politik, Italia, memiliki tingkat tertinggi, yakni 79 persen.

Kemungkinan besar, kekacauan politik baru-baru ini–pasca jatuhnya pemerintah–yang memengaruhi angka ini.

Prancis pun menyusul di posisi kedua, dengan 67 persen. Mereka merasa sistem rusak sebagian, atau seluruhnya.

Sementara 58 persen dari responden Inggris, merasa sistem politik mereka rusak sebagian atau seluruhnya.

Hanya enam persen penduduknya yang merasa sistem politik bekerja dengan sangat baik.

Daniel Poohl selaku CEO Sweden’s Expo mengatakan, laporan ini menunjukkan ancaman terhadap demokrasi yang sedang berubah bentuk dan strategi.

Sayap kanan, saat ini menjadi gerakan transnasional yang mengorganisasi pendukung melalui jaringan, daripada organisasi kuno.

“Jika kami ingin memahaminya, kami harus berpikir di luar batas partai politik, organisasi formal, dan bahkan batas negara,” kata Poohl.

“Laporan ini adalah langkah pertama untuk melakukan itu,” jelasnya.