27 Poin Membangun Kecerdasan Politik Umat Islam

Oleh Eep Saefullah Fatah

Ngelmu.id- Catatan ini dirangkum dalam bentuk ponters dari paparan mas Eep di Denpasar Bali beberapa waktu lalu tentang membangun kecerdasan politik umat Islam.

  1. Umat Islam harus mengubah ‘cara mengaji yang keliru’. Seringnya kita hanya mengaji tekstual semata-mata tanpa peduli kontekstual.
  2. Umat Islam tidak boleh berhenti hanya dengan membuat ‘kerumunan’ (hanya sebatas mampu mengumpulkan massa yang banyak), tapi gagal melanjutkannya untuk membangun ‘barisan’ (organisasi dan jaringan).
  3. Berhentilah meluapkan ‘kemarahan’ dalam bentuk aksi emosional yang destruktif, tapi umat Islam harus mampu membangun ‘perlawanan’ yang legal, elegan dan konstruktif.
  4. Kecerdasan politik umat islam harus diasah terus menerus. Sehebat apapun seorang politisi, kalo kecerdasannya tidak sesuai kontektual, tidak akan banyak berguna;
  5. Teknologi merupakan salah satu ‘kendaraan politik’ tercanggih abad 21; jadi umat Islam harus bersiap memanfaatkan secara optimal.
  6. PQ = POLITICAL QUOTIEN, atau Kecerdasan Politik, unsurnya ada 3 poin:
    • Kemampuan membangun ‘Kesadaran’ politik;
    • Kemampuan membentuk ‘Kekuatan’ politik;
    • Kemampuan merebut ‘Kesempatan’ politik;
  7. Unsur ‘Kesadaran’ politik ada 3 poin:
    • Pengetahuan
    • Empati;
    • Aktivasi;
  8. Pengetahuan seseorang terhadap kondisi politik tidak serta merta membangun kesadaran politik.
  9. Empati seseorang menjadikan pengetahuan politiknya hidup, lalu menjadikan seseorang bergerak (aktivasi).
  10. Suara umat Islam pada Pemilu 2014, yang diwakili partai Islam hanya memperoleh 31% suara. Itu artinya umat Islam mayoritas, tapi sejatinya tidak menjadi kekuatan politik yang menentukan.
  11. Contoh lain belum adanya ‘Kesadaran’ politik: Misalnya, tidak adanya mobilisasi dana infaq Jumat masjid se-Indonesia untuk disumbangkan ke Rohingnya.
  12. Hak politik harus ditegakkan secara individu yakni hak sebagai warga negara. Sifatnya fardhu ‘ain. Dengan cara bangunlah kesadaran akan hak-hak sebagai warga negara.
  13. Kalau umat ISlam harus ‘bangun’, maka harus ada ‘kekuatan’ untuk bangun. Jika kita mau ‘menang’, maka harus ada ‘kesadaran’ untuk menang.
  14. Unsur ‘Kekuatan’ politik terdiri atas 4 poin:
    • Memperkuat diri sendiri
    • Memperkuat kelompok;
    • Memperkuat organisasi;
    • Memperkuat jaringan;
  15. Tidak ada Islam tanpa berjamaah. Tidak ada jamaah kecuali dengan kepemimpinan. Tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.
  16. Umat Islam suka membangun organisasi tapi kurang mampu memperkuat jaringan.
  17. Kapitalisasi hal-hal yang membuat kita kuat sementara kelemahan kita, mari kita selesaikan di bawah meja.
  18. Jadikan masjid untuk membangun jaringan ke-ummat-an, jangan jadikan masjid terkotak-kotak menjadi masjid golongan dan kelompok.
  19. Unsur ‘Kesempatan’ politik terdiri atas 2 point
    • Mempengaruhi kebijakan
    • Berkuasa;
  20. Kalau sedang tidak berkuasa, aktiflah pengaruhi kebijakan politik yang ada dengan berbagai cara (yang baik).
  21. Informasi dan pengetahuan adalah kekuasaan, barangsiapa yg menguasai keduanya mereka berkuasa.
  22. Jangan haramkan diri kita, kelompok kita dan organisasi kita untuk berkuasa (menjadi eksekutif, maksudnya).
  23. Kalau hal itu kita lakukan, kita hanya akan menjadi obyek korban kekuasaan, bukan subjek kekuasaan;
  24. Tidak ada peradaban dunia yang dibentuk oleh mayoritas. Peradaban dan perubahan itu dibangun oleh minoritas kreatif. Ketika semua orang mengatakan tidak mungkin, minoritas kreatif berkata mungkin. Bahkan mereka mampu menunjukkannya dengan data dan fakta. (Arnold J. Toynbee).
  25. Politik yang cerdas itu ‘pertukaran’. Sebaliknya politik yang bodoh itu ‘transaksi’.
  26. Jangan munculkan tokoh menjelang pemilu tapi bangunlah tokoh tiap hari. Sepanjang hayat harus kampanye.
  27. Kita harus mengubah umat Islam dari ‘massa’ menjadi ‘warga negara’, yang kualitasnya ada 5 poin:
    • Jadilah warga negara yang tahu dan pandai menjaga haknya;
    • Warga negara itu tahu hak orang lain dan orang banyak serta paham cara menunaikan hak tersebut masing-masing.
    • Warga negara itu mereka yang tidak tergantung kepada orang lain, Bahkan kepada pemimpinnya kecuali pada dirinya sendiri.
    • Warga negara itu proaktif tidak menunggu.
    • Melawan dengan cara beradab dan dewasa.