Berita  

Akibat Miskomunikasi, Pejabat Pemerintah Kini Saling Bantah

Akibat Miskomunikasi, Pejabat Pemerintah Kini Saling Bantah

Ngelmu.co – Pejabat pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana dinilai tidak dapat membantu kepala negara menyampaikan pesan ke publik secara efektif.

Sebagai pejabat negara, mereka seharusnya dapat menyampaikan informasi kepada publik dengan baik sehingga mudah dipahami.

Namun sayangnya, komunikasi yang dibangun oleh mereka terkait penanganan virus Corona (Covid-19), dinilai buruk, saling bertabrakan dan justru membuat masyarakat bingung.

Bahkan, selama dua hari berturut-turut, sudah dua kali terjadi miskomunikasi. Hal ini tentu membuat penyataan salah seorang pejabat diralat oleh pejabat lainnya.

Menurut pengamat komunikasi politik, hal ini perlu adanya evaluasi, guna memperbaiki pola komunikasi pemerintah.

Pernyataan Jubir Presiden Dibantah Menteri Sekretaris Negara

Sebelumnya, miskomunikasi terjadi ketika pernyataan Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman diralat oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, pada Kamis (2/4/2020).

Sebab, pada Kamis lalu, Fadjroel sempat membuat pernyataan tertulis. Rilis resminya itu, yang juga diunggah dalam bentuk video di akun instagram miliknya dengan judul “Mudik Boleh, Tapi Berstatus Orang Dalam Pemantauan”.

Dalam siaran pers tersebut, ia juga menyebut Presiden Joko Widodo tidak melarang mudik lebaran Idul Fitri 2020M/1441 H.

Namun, mereka akan berstatus sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) sesuai dengan protokol WHO yang diawasi oleh pemerintah masing-masing.

“Pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari,” kata Fadjroel.

Fadjroel menyebut, bahwa kebijakan pemerintah tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Meski pemerintah tidak melarang untuk mudik lebaran, namun masyarakat diimbau untuk tidak melakukan hal itu. Menurutnya, pemerintah pusat akan menggencarkan kampanye secara besar-besaran untuk tidak mudik agar bisa menahan laju persebaran virus korona atau Covid-19.

“Kampanye ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan publik figur,” kata dia.

Bahkan, Presiden Jokowi, lanjut Fadjroel, sudah mengingatkan pemerintah daerah tujuan untuk membuat kebijakan khusus terkait para pemudik ini, sesuai dengan prosedur kesehatan WHO dengan sangat ketat.

Namun, beberapa jam berselang, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, memberikan klarifikasi terkait penyataan Fadjroel terait pihak istana yang membolehkan mudik lebaran.

Mantan rektor UGM itu menyampaikan klarifikasinya melalui sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan wartawan, sejumlah menteri kabinet kerja dan pejabat Istana. Termasuk Fadjroel juga berada di dalamnya.

Awalanya Pratikno mengirim sebuah tautan berita mengenai pernyataan Fadjroel, bahwa warga diperbolehkan mudik selama melakukan karantian 14 hari setibanya di kampung halaman. Menurut Pratikno, pernyataan tersebut tidaklah tepat.

“Yang benar adalah: Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik,” kata Pratikno.

Pratikno menyatakan, bahwa pemerintah telah menyiapkan bantuan sosial kepada masyarakat lapisan bawah. Ini merupakan kompensasi bagi mereka yang terdampak Covid-19 dan tidak bisa mudik ke kampung halaman.

“Hal ini sejalan dengan keputusan presiden tentang pembatasan sosial berskala besar. Jaga jarak aman, dan ikuti protokol pencegahan penyebaran Covid-19,” kata Pratikno.

Ia pun lantas mengizinkan para wartawan yang berada di grup tersebut untuk mengutip pernyataannya. Kemudian, seolah membantah pernyataan sebelumnya, Fadjroel pun langsung memperbarui siaran persnya.

Fadjroel mengeluarkan rilis media lagi dengan judul “Pemerintah Imbau Tidak Mudik Lebaran, Bansos Dipersiapkan Hadapi Covid-19”.

Pernyataan Ngabalain Diralat

Tidak sampai di situ saja, sehari berselang, peristiwa serupa kembali terjadi. Namun, kali ini melibatkan dua pejabat di Kantor Staf Presiden (KSP).

Kini, pernyataan Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin diralat oleh Plt Deputi IV KSP, Juri Ardiantoro.

Sebelumnya, Ngabalin menyebut bahwa seorang pegawai di Kantor Staf Presiden (KSP), dinyatakan telah positif terjangkit Covid-19.

“Ia untuk kepentingan publik kami harus beri tahu bahwa ada staf dari KSP yang positif kena corona,” kata Ali Mochtar Ngabalin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/4/2020).

Ia juga menyebut, bahwa staf tersebut, sudah menjalani isolasi dan kondisi kesehatannya pun mulai stabil kembali.

“Dia kan masih muda juga,” kata dia.

Dengan ditemukannya satu kasus positif Covid-19 ini, Ngabalin juga mengatakan, bahwa kemungkinan akan dilakukan tes Corona kepada seluruh [ejabat dan staf di KSP.

“Tidak menutup kemungkinan akan dites semua,” kata dia.

Tak lama kemudian, pernyataan Ngabalin lantas dibantah oleh Pelaksana Tugas Deputi IV bidang Komunikasi Politik dan Informasi KSP, Juri Ardiantoro, melalui siaran pers resmi, Juri menegaskan bahwa tak ada pegawai KSP yang positive Corona.

Juri mengungkapkan, berdasarkan rapid test yang telah dilakukan, memang ditemukan sejumlah pegawai yang dinyatakan positif.

Menurutnya, para staf KSP memang kerap berhubungan dengan sejumlah orang dari berbagai lembaga, termasuk melakukan kontak dengan orang yang dikemudian hari terpapar Corona. Oleh sebab itu, KSP memutuskan untuk melakukan rapid test terhadap pegawainya.

“Dari hasil rapid test tersebut, beberapa orang dinyatakan positif,” kata Juri dalam keterangan tertulis, Jumat (3/4/2020).

Demi mengonfirmasi ulang hasil rapid test tersebut, kemudian dilanjutkan dengan tes PCR di salah satu laboratorium. Hal tes tersebut menunjukkan semuanya negative Covid-19.

“Jadi hingga Jumat sore ini tidak ada staf KSP yang positif Covid-19. Alhamdulillah semuanya sehat wal afiat,” ujar dia.

Atas terjadi miskomunikasi selama dua hari berturut-turut itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing pun akhirnya turut angkat bicara.

Ia menilai, kejadian seperti ini menjadi sebuah pembuktian bahwa komunikasi di internal istana belum dapat dikelola dengan benar.

“Manajemen komunikasi di Istana itu belum berjalan dengan baik, karena yang mengelola tidak mengerti komunikasi,” kata Emrus.

Emrus menilai, miskomunikasi ini cukup fatal. Telerlebih, hal ini terjadi di tengah isu pandemi yang berkaitan dengan keselamatan orang banyak.

Maka dari itu, ia sangat berharap, kedepannya miskomunikasi seperti ini tak kembali terjadi. Untuk itu, harus ada evaluasi yang dilakukan.

“Harusnya ada evaluasi untuk bisa dikelola secara profesional dan segera diperbaiki,” ujar dia.

Ia juga menyarankan kepada Presiden Joko Widodo, agar membantuk unit baru yang dikhususkan berkaitan dengan urusan komunikasi kepada publik. Unit ini misalnya bisa dinamakan Unit Komunikasi Kepresidenan.

Nantinya, unit tersebut difungsikan sebagai penanggungjawab komunikasi di Istana yang semuanya diarahkan utuk satu kata sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi.

“Setiap organisasi, setiap unit kerja, harus dipimpin oleh satu orang, tetapi di bawahnya ada tim. Jadi penanggung jawab satu orang,” kata dia.

Baca Juga: Bina Graha Dikosongkan Usai 1 Pegawai Kantor Staf Presiden Positif COVID-19

Menurutnya, Jubir Kepresidenan pun harusnya berada di bawah koordinasi unit tersebut. Dengan demikian, dapat dipastikan apa yang disampaikan Jubir nantinya sudah sesuai dengan kebijakan Presiden. Jubir tak boleh mengeluarkan opini pribadinya.

“Jadi jubir itu salah satu bawahan dari kepala unit. Itu jubir bagian terkecil,” kata dia.

Emrus juga menyarankan, orang dalam struktur Unit Komunikasi Kepresidenan harus lulusan sarjana komunikasi dan mempunyai pengalaman di lapangan yang terkait dengan bidangnya.