Anies Selalu Salah di Mata Mereka

Ngelmu.co – Siapa yang tak kenal dengan H. Anies Rasyid Baswedan (Anies)? Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969 itu merupakan seorang akademisi pendidikan Indonesia, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk periode Oktober 2014-Juli 2016.

Setelah ‘dilepas’ pemerintahan Jokowi dari jajaran menteri, Anies justru diberi kepercayaan oleh publik, untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta, setelah memenangkan Pilgub, bersama Sandiaga Salahuddin Uno (pasangan kerjanya saat itu). Mereka pun dilantik Oktober 2017 lalu.

Bukan tanpa perjuangan, sebab kemenangan yang berhasil Anies genggam, terus melahirkan pro kontra di tengah masyarakat. Bahkan, banyak yang menyebut Pilgub DKI, terasa seperti Pilpres.

Karena yang membicarakan pemilihan tersebut, bisa dibilang satu Indonesia. Semua menyuarakan pilihannya, antara mereka yang memilih Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat (Djarot) atau mempercayai Anies-Sandi.

Dan pasangan nomor urut 3 yang saat itu diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra, berhasil menang atas Ahok-Djarot, dengan perolehan suara sebesar 57,95 persen.

Sejak itulah, seluruh gerak-gerik Anies selalu menjadi sorotan. Entah kenapa, perlahan tapi pasti, mulai muncul kelompok-kelompok masyarakat Jakarta, yang menjadi lebih emosional, apalagi jika berdebat di dunia maya, membicarakan lebih baik Anies atau Ahok.

Saat sebagian besar mensyukuri kehadiran cucu dari pejuang kemerdekaan, Abdurrahman Baswedan itu, tetap ada segelintir orang yang terus menilai Anies sebagai sumber kesalahan. Bagi mereka, apa pun yang Anies lakukan selalu minus.

Seolah menanam rasa benci, dan menyuburkan kebencian itu, seiring berjalannya waktu. Entah mengunggah sesuatu yang memuat hoax, melontarkan cacian serta hinaan tak beralasan, yang pasti, semua dilayangkan ke Anies.

Sekalipun pria yang menginisiasi gerakan Indonesia mengajar itu, punya segudang prestasi, seperti pernah menjadi rektor termuda yang dilantik di sebuah perguruan tinggi Indonesia, pada 2007 silam, hal tersebut tetap tak terlihat (bagi mereka yang sengaja tak ingin melihat).

Bisa dibilang, selalu ada tanggapan sinis untuknya. Keberhasilan apa pun yang ia peroleh sebagai Gubernur pun, hampir selalu dikatakan bahwa keberhasilan tersebut adalah hasil kerja keras dari pemimpin sebelumnya (yang jelas-jelas sudah tidak memimpin Jakarta lagi).

Membuat kita terus mengingat pesan dari Ali bin Abi Thalib, “Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu,”.

Kurang lebih, di sanalah posisi Anies saat ini. Mereka yang mencintai Anies, selalu ada di barisan penguat, sementara mereka yang membenci Anies, ada di seberangnya. Terus mencari celah, sekecil apa pun kesempatan yang ada, langsung mereka sikat dan goreng.

Padahal, pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada masa revolusi fisik itu, berhasil menyelesaikan 10 dari sekumpulan program kerja yang ia dan Sandi janjikan selama masa kampanye, di 100 hari pertama kerja.

Menutup Alexis, menata pedagang kaki lima, memberikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, one karcis one trip (OK Otrip), Oke Oce, rumah DP 0 rupiah, pajak melebihi target, membolehkan motor lewat Jalan MH Thamrin, Monas bebas digunakan untuk kegiatan keagamaan, budaya, dan seni, serta mengizinkan becak kembali beroperasi.

Kalau sudah begini, bagaimana rakyat tidak kagum dengan kinerja kepala daerah yang mendahulukan kepentingan rakyat kecil? Wajar jika kebijakan-kebijakan tersebut menjadi magnet yang menarik simpati rakyat, terutama wong cilik tadi.

Namun, lagi-lagi, Anies tetap selalu salah di mata mereka.

Tetapi syukurnya, Anies menerima kritik, bahkan caci dan makian dengan lapang dada. Bahkan, tudingan demi tudingan, bisa ia jadikan penyehat bagi roda pemerintahan.

Anies menjadi sosok yang tidak melulu dipuji, bahkan lebih sering disalahkan. Tapi tak apa, semoga hal ini membuat Anies tak akan pernah menjadi pribadi yang anti-kritik.

Pemandangan ini membuat Anies menjadi punya julukan masing-masing, baik dari para pendukung, pun dari mereka yang tetap tak bisa menerima Anies sebagai gubernur.

Para pendukung menyebut Anies sebagai gubernur rasa presiden, sedangkan mereka yang tak menyukai Anies, menyebut Ayah dari empat orang anak itu sebagai gabener (bukan gubernur).

Lantas, gabener di sebelah mananya? Saat Kementerian Perdagangan mengimpor 500 ribu ton beras, 2018 lalu, Anies justru memperlihatkan ke khalayak ramai, jika Pemprov DKI punya 300 hektare lahan pertanian, yang hasil panennya bisa dijadikan pemasok untuk kebutuhan pangan warga Ibu Kota.

Masih banyak kesalahan-kesalahan Anies (di mata mereka) yang jika dijabarkan, tak cukup satu dua hari membacanya. Karena Anies memang selalu salah, dan akan selalu salah. (di mata mereka).

Banjir Jakarta? Salah Anies. Karena (katanya), zaman Ahok tak pernah banjir. Padahal, Anies menjabat Gubernur DKI Jakarta, pada Oktober 2017, dan banjir terjadi sebulan setelahnya.

Kira-kira, Anies punya ilmu magic apa, sampai ia diharuskan bisa menyurutkan banjir, di masa awal kerjanya?

Anies manusia biasa, bukan superhero yang bisa menelan banjir dalam semalam. Pemimpin sebelum-sebelumnya pun sama. Butuh waktu.

Kalau tak bisa mendukung, Anies tak minta dipuji, tetapi paling tidak, ia meminta masyarakat menunggu. Tunggu ide-ide kerjanya bersama tim bisa mencapai tujuan. Jangan buru-buru menghardik.

Hal ini ia sampaikan saat cercaan demi cercaan yang terus terlempar ke arahnya, karena keputusan Anies merilis Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Pantai Maju (Pulau D), lahan hasil reklamasi.

Pria berusia 50 tahun itu, disebut telah mengkhianati janji kampanyenya dahulu, yang mengatakan akan menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta.

Padahal, pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, tegas mencabut 13 izin proyek reklamasi dari sejumlah pengembang, karena tidak melaksanakan kewajibannya.

Sedangkan untuk yang sudah telanjur jadi, Anies mengatakan, 4 pulau reklamasi tersebut akan dimanfaatkan untuk masyarakat Jakarta sendiri.

Kalaupun keadaan mau di balik, saat caci dan makian untuk Anies terus terekspos, di mana mata pembenci saat Anies menerima beragam penghargaan?

Seperti 31 pencapaian Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies, di satu tahun pertamanya menjabat:

Bahkan, Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), M. Saiful Jihad, pun tak ragu memuji Anies dengan menyatakan, “Prestasi kepala daerah yang luar biasa. Jadi pantas meraih MURI,”.

Pada 2018 contohnya, DKI menerima penghargaan dari lembaga pemerintah, di antaranya tiga penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK):

  1. Penyelenggaraan Pelayanan Publik Sangat Baik dan Layanan Prima dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi,
  2. Penghargaan Kualifikasi Badan Pemerintah Provinsi Paling Informatif dari Komisi Informasi Pusat, dan
  3. Penghargaan Indeks Demokrasi Indonesia (Provinsi dengan Indeks Demokrasi Terbaik dari BPS).

Penghargaan Universal Health Care: Jaringan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, Provinsi dengan Cakupan Jaminan Kesehatan bagi Warga di atas 95 persen (sebelumnya 78 persen, meningkat dalam waktu enam bulan), dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

Pemerintah Provinsi dengan Komitmen Tinggi Terhadap Pelaksanaan Pembinaan Sosial bagi Anak Jalanan dari Kementerian Sosial, dan tiga penghargaan dari Kementerian Ketenagakerjaan, juga Penghargaan 10 Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Anies pribadi, juga mendapat penghargaan dari lembaga swasta antara lain: Anugerah Obsession Award 2018 pada kategori Best Achiever in Regional Leader, Penghargaan Bapak Peningkatan Kompetensi Guru Indonesia dari IGI, Penghargaan Grand Property Award.

Dan anugerah Moeslim Choice Award 2018 dalam rangka 1st Anniversary Moeslim Choice Media. Bahkan baru di era Anies, klub Persija sukses mengawinkan gelar Juara Liga 1 2018 dengann Juara Piala President Cup 2018.

Itu saja? Sebenarnya masih ada se-abrek lagi penghargaan untuk Anies. Namun, bagi mereka, tetap saja hal tersebut tak akan mengubah apa pun. Anies tetap selalu salah, akan selalu salah, dan selamanya salah. Karena?

Sebenarnya, pandangan mata mereka yang salah. Sebab mereka melihat kekurangan Anies dengan mata terbuka, sementara (sengaja) menutup pandangannya dari berbagai prestasi yang berhasil Anies dan tim-nya ukir.

Mereka juga (sengaja) memalingkan muka dari kenyataan, jika satu demi satu janji Anies, memang telah ia penuhi.