Berita  

Bandingkan RI dengan AS, Luhut Sebut Korban Meninggal COVID-19 Tak Sampai 500

Luhut Korban Meninggal COVID-19

Ngelmu.co – Bicara soal langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pemerintah, sebagai evaluasi dari pelaksanaan PSBB, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mempertanyakan jumlah korban meninggal akibat COVID-19 di Indonesia.

“Buat saya, juga jadi tanda tanya sih, kenapa jumlah meninggal sampai hari ini, maaf sekali lagi, itu kita angkanya enggak sampai 500? Padahal penduduk kita ini ‘kan 270 juta, infected 4.000-an lebih, katakan kali sepuluh, 50.000,” tuturnya saat konferensi pers secara virtual, Selasa (14/4).

Lebih lanjut, Luhut membandingkan, jumlah korban meninggal di Indonesia, dengan di Amerika Serikat.

Dilansir Kumparan, menurutnya, korban meninggal di AS, lebih banyak, meskipun perbandingan penduduk dengan Indonesia, jelas berbeda.

“Lah, Amerika yang bedanya lebih besar dari kita. Beda penduduk 60 jutaan itu, yang meninggal 22.000, yang infected itu hampir 500 ribu. Oke lah, kita mungkin kurang testing kit-nya, tapi saya bilang tadi, sudah di-kali jadi 50.000,” kata Luhut.

Meski demikian, Luhut memastikan, pemerintah terus berupaya mengatasi pandemi virus Corona di Indonesia, secara hati-hati, cermat, dan tak gegabah.

“Kalau ada yang bilang, kenapa pemerintah lambat? Enggak juga. Semua cermat kita lakukan. Kita ingin pastikan, bahwa rakyat-rakyat kecil itu menerima, social safety net berjalan. Jadi Kartu Pra Kerja, bantuan langsung, semua itu dipastikan,” jelasnya.

Namun, pernyataan Luhut, soal ‘angka kematian tak sampai 500 jiwa’, di-sesalkan oleh banyak pihak. Salah satunya anggota DPR-RI Dapil Sumatra Utara I Fraksi PKS, Tifatul Sembiring.

Melalui media sosial Twitter, @tifsembiring, ia menyampaikan, jika 500 itu bukan sekadar angka, melainkan nyawa manusia.

“Tapi ini ‘kan nyawa manusia, Bang. Manusia Indonesia. Abang enggak bisa lihat dari sisi statistik-nya saja. Ini bukan bisnis bang,” tegasnya.

Tak hanya Tif Sembiring, masyarakat pun menyayangkan, pernyataan seperti itu keluar dari mulut seorang menteri. Pejabat publik.

Asafiq: Gemes aku dengan orang ini. Ok, Pak. Misal yang meninggal 500-an seperti logika Bapak, tapi dari yang 500 itu 10 orang ada keluarga Bapak, misalnya istri, anak, ponakan, ayah, ibu dari Bapak, kemudian dari yang PDP, yang katanya Bapak cuma 400, dari 270 juta, salah satunya adalah Bapak, apa pendapat tetap seperti itu? Saya cuma mau bicara dengan hati nurani Bapak yang paling dalam.

Ahmad Amin: Itu nyawa orang, Pak, bukan cuma hitungan angka.

Aris budiman: Nanti jika salah satu dari ratusan korban itu anaknya, mungkin dia baru sadar, satu nyawa itu sangat berarti bagi keluarga yang ditinggalkan.

Rifqi Muhammad: Jangankan 500, Pak, satu orang pun itu tetap nyawa manusia. Gimana sih, menteri kok ngomongnya begini!

Baedarus Farhi: Level pejabat seperti beliau, kok cara berpikirnya seperti ini ya. MENYEDIHKAN.

Bahkan, seorang bernama Mohammad Iman Mahlil Lubis, sampai menyampaikan perhitungan dari kacamata-nya.

“Suatu statement yang menarik, Bapak ada yang lupa:

1. Data baru dibuka, yang positif + PDP + ODP = 154.458 orang

2. Kemungkinan besar yang sudah di-test (sampel) sejumlah 154.458 tersebut

3. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia, berarti sampel baru 0,057 persen, Pak, 99,943 persen orang, belum di-test, Pak

4. Kalau mau hitung-hitungan kasar, agar dapat nilai 100 persen, nilai tersebut harus dikalikan 1.755, Bapak hanya kalikan 10 (dasar perkaliannya, Pak?)

5. Ahli epidemi UI, dr Pandu Riono, PhD, memprediksi kasus positif di Indonesia, 2,5juta orang, dengan angka kematian bisa mencapai 10 persen dari yang positif. Berarti bisa mencapai hingga 250.000 orang

Saya teringat hadist shahih riwayat Bukhari: “Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.”

Bapak, basicnya Tentara. Jabatan Menteri Maritim. Sekarang Plt Menteri Perhubungan, berbicara tentang medis, saya rasa wajar kalau tidak nyambung, Pak,” beber Iman Mahlil.

Baca Juga: Luhut Sebut COVID-19 Tak Kuat di Cuaca Indonesia, “Sekarang Ini Tergantung Kita”

Sebelumnya diketahui, pemerintah memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), untuk mengatasi penyebaran virus Corona.

Provinsi DKI Jakarta, menjadi daerah pertama yang mulai menerapkan peraturan tersebut, di-susul dengan wilayah lainnya.

Luhut pun menyampaikan, pemerintah akan mengambil langkah selanjutnya, usai mengevaluasi pelaksanaan PSBB.

Kemudian, kebijakan akan diputuskan dengan berbagai pertimbangan, salah satunya berdasarkan data jumlah korban meninggal akibat COVID-19.